Pemakaman Rayan

1104 Words
Rusdi mundur beberapa langkah ke belakang, reflek ia menggelengkan kepala karena tidak percaya dengan yang di sampaikan Maya. “Dengar! Wanita itu akan mendapatkan balasannya. Dia juga harus mati seperti anak ku. Aku tidak rela!” teriak Maya lagi. “Dimana Rayan sekarang?” tanya Rusdi. Ia ingin memastikan keadaan menantunya, ia harus melihat Rayan langsung untuk membuktikan ucapan Maya. Rusdi tau, Maya tidak mungkin berbohong mengatakan kalau anaknya telah meninggal, Maya sendiri juga terlihat histeris dan sangat kacau, make-up nya sudah berantakan karena menangis. Namun Rusdi tidak ingin mempercayai berita itu sebelum ia melihat Rayan dengan mata kepalanya sendiri. Bagaimana nasib Mela jika itu benar terjadi? Apa yang harus Rusdi sampaikan pada Mela jika memang Rayan sudah meninggal? Rusdi masih berdiri di depan Maya dan Reyno, pria bertubuh kurus itu masih menanti jawaban dari Maya. “Dimana Rayan? Aku ingin melihatnya,” tanya Rusdi lagi. “Apa urusan mu? Kau tidak pantas melihat anakku,” ketus Maya. “Rayan menantuku, dia suami Mela. Aku dan anakku berhak untuk mengetahui keadaannya.” “Siapa yang kau bilang menantu? Aku tidak pernah mengizinkan anak ku untuk menikahi wanita sialan itu. Wanita itu telah membunuh anak ku, kau adalah ayah dari seorang pembunuh. Sampai kiamat pun aku tidak akan pernah mengizinkan kalian untuk melihatnya, bahkan melihat kuburan nya sekalipun,” ucap Maya. “Ayo Rey! Kita pergi.” Maya menatap tajam pada Rusdi sebelum melangkahkan kaki untuk pergi dari hadapannya. Reyno mengikuti Maya dari belakang, ia juga melakukan hal yang sama dengan sang ibu, menatap tidak suka pada Rusdi lalu pergi meninggalkan pria itu sendirian. Rusdi menatap punggung kedua nya, ia melangkah dengan pelan mengikuti Maya dan Reyno dari belakang. Biarlah Maya tidak mengizinkannya untuk melihat dan mendekati Rayan, ia akan tetap melakukannya. Demi Mela putrinya, Rusdi harus tau keadaan Rayan sesungguhnya. Rusdi menghentikan langkah ketika matanya menangkap Maya dan Reyno keluar dari kamar mayat, Maya masih menangis dalam pelukan Reyno. Beberapa petugas rumah sakit telah selesai mengurus jenazah Rayan dan bersiap untuk membawa jenazah Rayan menuju ambulance yang sudah menunggu. “Ternyata benar, Rayan sudah meninggal. Bagaimana nasib Mela nanti?” gumam Rusdi. Mata Rusdi mulai berkaca-kaca, ia menatap kepergian ambulance dengan perasaan hampa. Lalu dengan cepat ia berbalik dan berlari menuju parkiran. Rusdi mengejar ambulance tersebut dan mengikutinya dengan sepeda motor dari belakang. Ia lupa kalau ada Mela yang juga membutuhkannya di rumah sakit. Mela menangis tersedu-sedu di ranjangnya, ia memang dalam keadaan tidak berdaya namun ia bisa mendengar dengan jelas suara Maya saat berteriak histeris mengatakan kalau Rayan sudah meninggal dunia. Mela tidak percaya kalau usia pernikahannya sesingkat itu. Baru kemaren ia menikah, tadi mereka masih mengucapkan janji jika mereka akan tetap bersama, dan barusan ia mendengar kalau Rayan sudah meninggal dunia. Mana mungkin Mela bisa mempercayai nya? “Ini pasti mimpi, aku pasti bermimpi,” ratap Mela. “Mama hanya pura-pura. Mama hanya ingin memisahkan aku dan Mas Rayan, makanya Mama bilang kalau Mas Rayan sudah meninggal,” ucap Mela sambil menutup mulut dengan kedua tangan nya supaya suaranya tidak terdengar sampai keluar. “Ya... pasti seperti itu. Aku yakin mama hanya membohongi aku.” Mela mencoba meyakinkan diri dan menenangkan diri dengan mengatakan hal tersebut. Meskipun Mela tau, tidak akan mungkin orang tua menjadikan alasan anaknya meninggal dunia untuk mendapatkan apa yang di inginkan nya. Mela sendirian di dalam kamar, perawat yang mengantarnya tadi telah pergi meninggalkan Mela karena harus mengurus pasien yang lain. Rusdi juga belum datang, Mela pikir... ayahnya masih berada di luar bersama Maya dan Reyno. Semakin yakinlah Mela jika Rayan telah meninggal dunia. Lalu Mela berteriak dengan kuat memanggil-manggil nama Rayan. ** Rusdi berdiri tidak jauh dari kerumunan orang-orang di area pemakaman. Pria itu sadar, jika ia ikut bergabung di sana, Maya pasti akan mengusirnya. Rusdi tidak mau menganggu acara pemakaman Rayan dan tidak mau menambah beban Maya dengan kehadirannya. Ia sadar, jika Maya tidak hanya membenci Mela tapi juga membenci dirinya. Lama ia berdiri di balik pohon yang cukup besar itu untuk melindungi dirinya supaya tidak terlihat oleh orang lain, sebagian mereka yang hadir di sana adalah keluarga besar Rayan, Rusdi hanya ingin mencari aman. Ketika satu persatu dari mereka sudah meninggalkan area pemakaman, Rusdi memberanikan diri keluar dari persembunyiannya. Maya dan Reyno juga sudah tidak berada disana lagi, hanya ada dua orang perempuan yang masih berdiri di dekat pusara Rayan. Rusdi berjalan mendekat, jantungnya berdebar-debar ketika ia sudah hampir dekat dengan pusara Rayan. Hatinya masih juga belum bisa menerima jika Rayan sudah meninggal dunia. Dua wanita yang ada di sana tadi juga sudah bersiap untuk pergi, mereka berpapasan. Salah satu dari mereka menatap Rusdi dengan tatapan heran dan bertanya-tanya. “Bapak mau kemana?” tanya nya. Rusdi menunjuk pusara Rayan, ia tidak mampu mengeluarkan suara untuk menjawab pertanyaan itu. “Bapak siapa nya Rayan?” tanyanya lagi. “Saya... saya....” “Sudahlah, Ma. Ayo kita pulang!” wanita yang satu lagi menarik tangan perempuan yang ia panggil Mama itu untuk segera meninggalkan tempat itu. Rusdi terselamatkan ketika anak wanita itu membawa ibunya untuk segera pergi. Ia langsung berdiri di samping nisan dan menatap nisan itu lama-lama. Berkali-kali Rusdi membaca nama yang tertulis di nisan tersebut, berkali-kali ia memastikan kebenaran yang telah terjadi, berkali-kali juga ia menguatkan hati kalau yang terbaring di bawah sana benar Rayan, menantunya. Tanpa sadar, Rusdi menangis terisak. Tubuh kurusnya bergetar karena menahan pilu. Rayan yang baru saja satu hari menjadi menantunya sekarang sudah meninggalkan mereka untuk selama-lamanya. Baru kemaren Rusdi melihat senyum bahagia di wajah Mela, baru kemaren Rusdi mengikhlaskan anak kesayangannya untuk hidup bersama Rayan dan hari ini Rusdi harus diterpa kenyataan jika Rayan sudah tidak ada lagi. Rusdi menangis, menangisi Rayan yang terlalu cepat untuk pergi dan juga menangisi Mela yang harus menjadi janda di usia pernikahan mereka yang baru satu hari. “Apa yang Bapak lakukan di sini?” Rusdi mendongak, suara seorang pria telah membuyarkan suasana hatinya yang sedang sedih. Ia mengerjap menghilangkan bekas genangan air mata yang tadi menyelimuti kedua indra penglihatannya itu. Reyno telah berdiri di samping Rusdi. Tatapan Reyno sama dengan tatapan yang diberikan Maya di rumah sakit tadi. Tatapan kebencian. Hanya saja, Reyno tidak histeris seperti Maya. Pria itu jauh lebih tenang meskipun matanya menatap tajam pada Rusdi. Rusdi kembali menatap nisan Rayan, lalu ia beralih menatap Reyno. “Bapak tidak perlu ke sini, bukankah Mama sudah mengatakan dengan sangat jelas dirumah sakit tadi?” Rusdi menatap ragu pada Reyno. Ia ingin menjawab tapi bibir dan lidahnya berat untuk digerakkan. “Pergilah! Pegilah sebelum Mama mengetahu Bapak ada di sini.” Reyno mengusir Rusdi, tidak hanya lewat perkataan tapi juga lewat tatapan. Tanpa mampu berkata, Rusdi berbalik dan melangkah meninggalkan makam Rayan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD