Bagian 3

922 Words
Menurut Maya, Hanan memangku Tasha itu sedikit janggal. Bagaimanapun juga Tasha itu sudah beranjak dewasa dan segala kemungkinan dapat terjadi, ia tak bisa berpikir jernih setelah menyaksikannya, pikirannya menjelajah liar memikirkan bisa saja putranya menggoda gadis itu ataupun sebaliknya dan pada akhirnya kejadian di luar batas terjadi kepada mereka. Tasha itu putri sahabat Hanan —Galih dan Karina, bahkan ia telah menganggap kedua orang tua Tasha sebagai anaknya sendiri saking akrabnya mereka, Maya tidak mau kejadian kecil menimbulkan kesalahpahaman besar berujung permusuhan. Mereka telah menjauh beberapa radius dari posisi anak-anak, tetapi masih dapat memantau setiap apa yang mereka lakukan seperti Ara dan Daniel yang sedang memandang Tasha dengan tajam membuat Tasha tak berani mengangkat kepala memandang mereka. "Mama tahu Tasha itu gadis polos dan pemalu, enggak mungkin dia menggoda kamu lalu duduk di paha kamu. Jadi, jawab, apa kamu yang menggoda Tasha?!" tanya Maya penuh penekanan hampir membuat Hanan kejang-kejang di setiap kata-katanya. "Biar Hanan menjelaskan dulu, Mah." Hanan mengembuskan napas berat, ia akan mengatakan hal-hal inti kepada ibunya, tak perlu berbasa-basi karena mereka tak membutuhkannya. Lelaki itu menjelaskan keseluruhan apa yang terjadi kepada Maya tanpa dikurang ataupun di tampah-tambahkan. Ia menjelaskan bahwa Galih dan Karina pergi entah ke mana dan ia yang melangsungkan pernikahan dengan Tasha setelah sebelumnya Galih dan Karina membujuknya menyuruh ia ini dan itu. Apa yang Galin dan Karina katakan kepadanya, ia sampaikan juga kepada Maya, semuanya, tanpa terkecuali. Sungguh, semua itu membuat Maya terkejut, beruntung ia tak memiliki riwayat penyakit mematikan, jika ia memilikinya, mungkin setelah Hanan menyelesaikan penjelasannya ia akan dilarikan ke rumah sakit dan sudah meninggal sekarang juga. "Entah Mamah harus bereaksi seperti apa, Hanan, setidaknya mereka harus undang Mamah kalau mau menikahkan kamu dengan Tasha, tapi semuanya sudah terjadi." Maya mengatur napasnya yang sedikit terputus-putus. "Mamah enggak marah?" tanya Hanan hati-hati takut mamanya akan melakuan tindakan kurang menyenangkan kepada Tasha detik ini juga seperti apa yang sering mamanya tonton di televisi. Tasha bukanlah menantu yang diharapkan mamanya dan tontonan sehari-hari wanita paruh baya itu pasti mensugestinya, seperti mencaci Tasha habis-habisan misalnya. "Kamu pikir Mamah sama kayak emak-emak alay di tv?" "Kali aja, Ma ...." ucap Hanan memelan begitu bola mata mamanya nyaris keluar. "Terus Hanan mesti gimana, Ma?" "Ya jalani saja, semuanya sudah terlanjur, apalagi?" Maya balik bertanya. "Turuti apa yang Galih dan Karina katakan, bagaimanapun juga Tasha itu sudah menjadi istrimu." "Mama enggak apa-apa punya menantu Tasha?" "Memang kenapa Tasha? Dia imut, mama suka, daripada pacar-pacar kamu yang terdahulu. Lagipula kamu udah lama menduda, Ara sama Daniel butuh sosok ibu! Kamu mamah jodohin enggak mau, eh ternyata diem-diem udah nikah!" "Itu di luar kehendak aku, Mah ... Mama yakin Tasha bisa menjadi sosok ibu untuk Ara sama Daniel?" Maya mengerutkan keningnya, Tasha memang bukan sosok ibu, tapi daripada pacar Hanan, Tasha jauh lebih baik. "Mamah kira, Tasha akan jadi anak ketiga kamu, Nan ...." *** Maya merengkuh pundak Tasha, merasa iba dengan gadis itu. Gadis yang terbisa dimanjakan oleh kedua orang tuanya kini ditinggalkan sendiri sebagai istri orang pula. Sisa-sisa tangisnya masih terdengar, Maya membawa Tasha ke dalam pelukan hangatnya membuat Tasha jauh lebih tenang karena merasakan pelukan Maya sama hangatnya dengan pelukan bundanya. "Sudah, Sayang, berhenti sedihnya ya, ayah sama bunda kamu pasti cepet pulang, kok." Maya merasakan Tasha menganggukan kepalanya. "Maafin Ara juga ya yang udah jambak rambut kamu, pasti sakit ya?" "Iya, Nenek," jawab Tasha akhirnya mengeluarkan suara walau terdengar parau. Maya dengan penuh kelembuatn mengelus kepala gadis itu. Tasha bisa bernapas lega sekarang karena dua anak kecil yang terus menatapnya membuatnya tak nyaman sudah dibawa Paman Hanan entah ke mana meninggalkannya bersama wanita pemilik rengkuhan hangat itu. "Tasha ngantuk, Nek ...." Mata gadis itu memang sudah sayu dan kantuk semakin menyerang saat Maya mengelus kepalanya, tetapi Tasha masih mempertahankan kesadarannya karena ia tahu diri ini bukan rumahnya dan ia tak tahu ia harus tidur di mana. "Tasha mau tidur?" Tasha menganggukan kepalanya sembari mengup lebar yang ditutupi oleh tangannya. Gadis itu begitu kelelahan karena berjam-jam menangis, wajar saja ia mengantuk. "Nenek antar kamu ke kamar, ya." Maya membawa Tasha berdiri masih dalam pelukannya. Tasha menatap Maya berbinar sembari berjalan perlahan-lahan meninggalkan ruang tamu. "Ke kamar Tasha, Nek?" "Iya, Sayang." "Berarti Tasha pulang dong?" "Enggak, Sayang, kamu tidur di sini." "Tapikan di sini enggak ada kamar Tasha, Nek." "Ini akan menjadi kamar kamu." Mereka berhenti di depan pintu berwarna coklat, Maya membukakan pintu untuk Tasha, menggiring Tasha masuk lebih jauh ke kamar itu. Tasha mengerutkan kening tak suka memandang sekelilingnya dipenuhi warna hitam, baginya ini cukup menyeramkan. "Ini bukan kamar Tasha ...." protes gadis itu. Wanita yang sedaritadi menemaninya memberikan senyum pengertian. "Nanti kamu minta Mas Hanan disain ulang kamar ini, ya, sementara gini aja dulu, yang penting kamu bisa tidur." Walaupun tak mengerti apa yang sepenuhnya dibicarakan oleh wanita yang dipanggilnya nenek itu, Tasha menganggukan kepalanya pura-pura mengerti meskipun sebenarnya tak mengerti. Maya membantu Tasha merebahkan tubuhnya kemudian menarik selimut hingga d**a setelah Tasha berbaring nyaman. "Kalau perlu apa-apa, panggil saja nenek, ya!" Tasha menggukan kepalanya antara sadar dan tidak sadar, begitu kepalanya menempel di bantal gadis itu langsung memejamkan matanya dan tertidur pulas. "Gadis malang ...." bisik Maya sembari membelai pipi mulus Tasha setelahnya ia keluar tak lupa menutup pintunya. Sepertinya ia akan menyukai Tasha sebagai menantunya. Gadis itu begitu penurut tapi juga sedikit membuatnya kesal karena ia memanggilnya nenek. Mungkin Tasha belum tahu bahwa yang dipanggilnya nenek itu sebenarnya adalah mertuanya. Senyum Maya berkembang mengingat akan menantu polosnya itu. Semoga Hanan dapat menjaga amanahnya dengan baik.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD