4. Sebuah kecelakaan

1176 Words
Hayden sedang dalam perjalanan kembali ke rumahnya. Alaya dan Judith menunggu Hayden karena janjinya yang akan mengajak mereka pergi berlibur. Selama perjalanan, Hayden hanya tersenyum senang dan tidak sabar untuk sampai dengan cepat. Akhirnya, Hayden mempercepat laju mobilnya. Hingga di perempatan kota, Hayden tidak melihat jika rambu lalu lintas telah berubah. Sehingga dari arah samping kanannya sebuah truk besar menghantam sisi itu. Mobil yang di kemudikan Hayden terseret hingga beberapa meter hingga akhirnya terbalik dan menghantam pohon yang ada di tepi jalan raya. Tubuh Hayden terjepit di dalam mobil. Dengan posisi terbalik, sudah terlihat ada banyak sekali darah yang keluar dari area kepala dan mulutnya. Tidak hanya itu, ada luka akibat pecahan kaca depan juga samping dan membuat sobekan cukup lebar pada bagian tangan. Hayden masih sadar beberapa detik, hingga ada banyak sekali orang yang berkerumun di sekitar mobilnya. Hayden terlihat masih bisa merasakan jika tubuhnya ditarik keluar dan para medis datang dengan ambulans. Mereka membawa Hayden ke rumah sakit terdekat. Sementara itu di rumah … Alaya tidak sengaja melihat kejadian kecelakaan di televisinya. Dia melihat jika mobil yang mengalami kecelakaan seperti milik suaminya. Akhirnya Alaya mencoba menghubungi ponsel milik Hayden, tetapi tidak ada yang menerima panggilan itu. Alaya mulai khawatir dan tidak bisa lagi berpikir dengan jernih. Beberapa kali dia terus mencoba untuk bisa terhubung dengan suaminya, sampai akhirnya ada yang menerima telepon itu. “Sayang, kau ada di mana?” tanya Alaya. “Apa kau istri dari Tuan Hayden Burke?” tanya seorang wanita dari seberang telepon. “Ya, aku istrinya. Di mana suamiku?” tanya Alaya sekali lagi dengan perasaan cemas. “Nyonya, bisakah kau datang ke rumah sakit saat ini? Karena suami anda sedang dalam pemeriksaan dokter.” “Baiklah aku akan ke sana, di mana rumah sakit itu berada?” tanya Alaya. “Rumah Sakit Klinis V.V. Veresaev.” “Aku ke sana sekarang!” Alaya berlari keluar dari rumahnya, dan dia meninggalkan anaknya bersama asisten rumah. Alaya mengemudikan mobilnya dengan cepat hingga sampai di rumah sakit itu. Sampai di lobby, Alaya berlari menuju ke ruang UGD. Dia mencari perawat yang sudah menghubungi nya. Dan saat bertemu dengan perawat itu, Alaya diarahkan untuk bertemu dengan seorang dokter. Alaya masuk ke dalam sebuah ruang dokter, dan di sana sudah menunggunya seorang pria dengan jas putih. Pria itu tersenyum ramah dan mempersilakan Alaya duduk. “Nyonya, Tuan Hayden mengalami benturan yang keras, sehingga ada pembekuan darah di otaknya. Kami akan melakukan operasi dalam beberapa jam, karena jika tidak diambil tindakan, kemungkinan nyawanya selamat sangat tipis. Lalu tangan kanannya patah, dan kaki kanannya retak akibat benturan keras,” jelas dokter itu. “Astaga! Bagaimana bisa terjadi?” “Nyonya, kau harus tenang, jika kau ingin bertanya mengenai kronologinya, kau bisa langsung menghubungi polisi yang menangani kejadian ini,” jelas dokter bernama Parshin. “Lakukan yang terbaik untuk suamiku, aku tidak ingin ada masalah pada tubuhnya.” “Baiklah, kau harus menandatangani berkas ini terlebih dahulu.” Alaya menandatangani berkas dari dokter itu dan dia kini menemui Hayden sebelum masuk ke dalam ruang operasi. Alaya nampak sangat sedih melihat kondisi suaminya yang begitu buruk. Dia hanya bisa berdoa agar Hayden selamat dan bertahan. Alaya sungguh terpukul karena tidak menyangka akan ada kejadian yang tidak terduga. Liburan yang mereka impikan sudah pupus dan tidak akan bisa dilakukan dalam waktu dekat. Tiba di mana ruang operasi terbuka, dan Hayden di gelandang masuk ke sana. Tim dokter dan perawat juga sudah siap di sana dengan perlengkapan mereka. lampu yang ada di atas pintu masuk ruangan itu mulai menyala, dan operasi pun dimulai. Alaya duduk dengan penuh rasa cemas. Dia tidak bisa lagi berpikir jernih saat ini, selain keselamatan Hayden. Air matanya tidak berhenti untuk keluar dari ujung mata. Dari belakang seseorang menepuk bahu Alaya dan mencoba menenangkannya. “Kau harus tenang, Alaya.” “Mama, aku tidak bisa hidup tanpa Hayden.” “Aku tahu, dia sedang berjuang di dalam sana. Kau harus terus berdoa agar dia bisa bertahan.” “Mama, seharusnya saat ini kami sudah berangkat berlibur bersama. Dia sudah berjanji padaku,” ujar Alaya. “Ya … mungkin kalian hanya perlu menundanya hingga Hayden bisa kembali pulih.” “Mama, aku sangat sedih.” Wanita itu memeluk erat tubuh Alaya, seakan dia adalah anaknya sendiri. Wanita yang ada di samping Alaya saat ini adalah ibu daru Hayden. Wanita yang sudah tua tetapi memiliki wajah yang tidak terlihat pada usianya, dia bernama Amelina. Mereka menunggu bersama di sana, hingga empat jam berlalu. Seorang dokter keluar dari ruangan itu dan mengatakan jika operasinya berhasil dilakukan. Kondisi Hayden tetap stabil selama operasi berjalan. Hanya saja, benturan dan pembekuan darah itu bisa membuat pria itu hilang ingatan untuk sementara. Dan Alaya merasa tidak memiliki masalah dengan ingatan. Dia bisa saja membuat Hayden mengingatnya dengan mudah, karena Alaya memiliki banyak sekali kenangan indah saat bersama sang suami. Menunggu satu jam … hingga akhirnya tubuh Hayden dipindahkan ke ruangan pasien. Alaya memesan kamar yang besar dan dengan fasilitas lengkap di dalamnya. Tidak ingin jika suaminya kekuarangan, Alaya juga memesan banyak sekali keperluan untuk Hayden. Seperti kursi roda, alat bantu untuk kesehatan lainnya. “Kapan dia akan membuka matanya?” gumam Alaya. “Sayang, makanlah terlebih dahulu! Kau perlu tenaga untuk menjaga Hayden di sini,” ujar Amelina. “Mama, terima kasih.” Alaya menerima makanan itu dan mulai memasukkannya ke dalam mulut. Perlahan, Alaya mengunyah dan menelan makanan itu ke dalam perutnya. Sampai makanan itu habis tidak tersisa, Alaya menyadari sesuatu. Jemari suaminya bergerak, dan dia memanggil seorang perawat untuk memastikannya. Akhirnya ada dua perawat dan satu dokter yang masuk ke dalam ruangan itu. setelah dilakukan pemeriksaan, dokter memberikan kabar baik, jika Hayden mungkin akan segera sadar dalam beberapa jam. Alaya bisa bernapas dengan lega kali ini. Dia sudah tidak lagi cemas, dan lebih antusias untuk menyambut suaminya yang akan kembali membuka ke dua matanya. “Hayden, cepatlah kau buka kedua mata itu. Aku sudah sangat merindukannya,” gumam Alaya. “Kau lihat sendiri, Hayden kembali padamu.” “Tidak, Ma. Hayden kembali pada kita semua. Dia bisa bertahan karena kita semua ada di sampingnya,” ujar Alaya. “Kau benar.” Mereka kembali duduk dan menunggu hasil terbaik dari Hayden dalam beberapa jam ke depan. Hingga malam semakin menghilang dan matahari menyambut pagi ini dengan teriknya. Alaya yang tertidur di samping brankar terkejut karena lupa jika Hayden akan kembali membuka kedua matanya hari ini. “Sayang, apa kau sudah bangun?” tanya Alaya perlahan. Masih tidak ada jawaban, dan ia kembali terdiam. Alaya bangkit dari tempatnya dan berjalan masuk ke dalam kamar mandi. Alaya membersihkan tubuhnya di dalam sana, lalu kembali mengenakan pakaiannya setelah selesai. Tidak lama setelah itu, Amelina datang dengan membawa banyak sekali makanan untuk Alaya. “Kita makan saja dulu,” ujar Amelina. “Mama, kau saja yang memakan makanan itu, aku akan menunggu Hayden sampai dia membuka ke dua matanya.” “Kau lupa? Menunggu dia sadar, kita juga butuh tenaga.” “Mama selalu bisa membuat aku memakan makananku.” “Selain Hayden, kau juga sudah menjadi anakku bukan?” “Terima kasih, Ma.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD