Bab 12

1041 Words
Malika baru tahu alasan itu. "Bukannya Abang punya pacar, kenapa menikahiku?" "Mamaku tidak menyukainya." "Terus, apa mama Abang bisa jamin suka padaku juga?" "Kita sudah menikah, mereka tidak bisa menolaknya." "Harusnya Abang menikah dengan pacar Abang, terus bawa dia ke rumah orang tua dan mereka pasti tidak menolaknya." "Ck!" decak Nazmi kesal, dia malah dikasih ceramah oleh Malika. "Maaf, Bang. Aku minta maaf." "Kau mau aku minta uangku kembali?" "Eh, jangan-jangan! Aku minta maaf." Malika spontan memegang lengannya karena panik. Malika langsung melepasnya setelah sadar sudah menyentuhnya. "Raina bukan wanita yang mau dinikahi. Dia suka hidup bebas," jawab Nazmi. "Ooh," sahutnya langsung teringat pada Farrel yang juga tidak bisa menikah dengan alasan yang beragam. "Bagaimana kabar omahmu?" "Uh, Alhamdulillah, Sudah selesai operasi dan sekarang juga sudah sadar. Aku sangat berutang budi pada Abang, meski Abang sudah membayarku 200 juta, tapi nyawa seseorang sungguh tak ternilai harganya." Nazmi melihat ke arahnya, wanita itu tersenyum sambil menitikkan air mata kemudian dengan cepat disekanya sendiri. "Aku bilang pada opa, kalau aku sudah menikah. Aku tidak bisa bohong dengan hal itu meski pernikahan yang akan aku jalani bukanlah pernikahan biasa. Opa tidak tahu persyaratan itu, sahabatku juga." Malika tersenyum. "Opa ingin bertemu dengan Abang, jika aku menuruti keinginan Abang untuk menemui keluarga Abang besok - apa Abang juga mau menemui opa?" sambungnya. Nazmi memandang wajah Malika yang menceritakan semua tanpa kebohongan. "Setidaknya, katakan pada opa kalau Abang akan membahagiakan aku. Mereka sudah tua, aku hidup bersama mereka sejak kecil." "Memangnya orang tuamu ke mana?" "Sudah meninggal, aku bahkan tidak ingat wajah mereka. Setelah Abang mengatakan hal yang menyenangkan hati opa, aku tidak akan mengatakan apa pun lagi, tidak mengadukan semua yang terjadi di sini. Aku akan menelannya sendiri sebab ini adalah keputusanku. Mereka hanya ingin melihatku bahagia, itu saja." Nazmi menaikkan alis kirinya. "Oke." "Serius?" tanya Malika kesenangan. Dia kira Nazmi akan menolaknya, ternyata dia mau. Malika tersenyum lebar. Spontan Nazmi ikut tersenyum melihatnya senang. "Besok aku jemput jam 12." "Iya, Bang." Malika tersenyum manis padanya kemudian mengajaknya tidur. Farrel memberiku wanita polos? Aku tidak percaya kalau dia mau menceritakan masalahnya. Sejujurnya aku juga tidak mau bilang masalah Raina, tetapi berhubung dia sudah melihatnya, dan juga supaya dia tidak perlu menduga aku adalah pemain wanita maka dari itu, aku mengatakannya pada Thara. Selain mendengar semua yang diucapkannya, Nazmi juga memperhatikan wajahnya tanpa polesan bedak dan lainnya. Hanya ada pelembab bibir yang membuatnya semi bekilau saat berbicara. "Abang mau tidur?" tanya Malika. Nazmi sedikit terkejut karena sedang melamun. "Kau temani?" "Huh?!" "Bukannya kau sudah bersiap malam ini?" tanya Nazmi sambil memperhatikan dirinya. "Eh?" wajah Malika seperti anak kecil. "Buktinya kau wangi." Nazmi menekankan hal yang dirasakannya. Wajah kaku Malika pun hampir membuat Nazmi cekikikan. "Ahaha, a-aku memang biasanya begini setiap mau tidur, itu semua karena bisa merubah mood-ku jadi tenang kalau menjelang tidur dengan kondisi harum. Semua masalah seolah pergi sementara waktu," sahut wanita itu. Nazmi tersenyum, mencoba menggodanya dengan mendekati Malika sampai tubuh tegak wanita itu kini terdorong ke belakang. Shiit! Dia memang harum sekali, Raina tidak pernah sesegar ini, gumamnya dalam hati. Malika menelan saliva, Nazmi bisa dengar kegugupannya itu. Semakin lama semakin mendekat. "Bang, kalau pacar Abang tahu, dia pasti marah," katanya sebagai bentuk perlindungan diri. Dring! Ponsel Nazmi berdering, alis Malika naik, melirik ke meja kemudian melipat bibirnya. Pria itu menarik diri dan melihat layar yang menampilkan nama Raina. Nazmi segera menjawabnya. "Halo!" "Sayang, kau lagi apa?" "Nonton." Malika mendelik mendengar dia berbohong pada kekasihnya, padahal mereka tidak menonton. "Kau tidur sama wanita itu?" "Tidak, aku dan dia beda kamar." "Kenapa sih, kau pilih jalur menikah? Padahal aku tidak suka melihat kau tinggal dengan wanita lain." "Aku sudah cerita padamu, aku ingin ditendang dari rumah agar aku bisa menjalankan kehidupan bebas." "Boleh aku datang? Kemesraan tadi tertunda karena wanita itu," tanya wanita itu. "Ini sudah malam, besok aku mau ke rumah papa." "Iih, sebal! Pasti bawa wanita itu, kan?" "Mau tidak mau, aku memang harus mengakuinya agar mama murka dan papa juga mengeluarkan aku dari kartu keluarga." "Ck, Sayaaang. Kalau kau keluar dari rumah, hidupmu akan menderita." "Aku akan mulai dari awal." Raina kecewa dan menyudahi panggilan itu dengan berpura-pura ramah, sebenarnya dia sedang berpikir keras pada kekayaan yang ditolak oleh Nazmi. Malika mendengar alasan sebenarnya dari Nazmi berdasarkan pembicaraan itu. Pria yang baru saja menaruh ponselnya tersebut menoleh pada sang istri. "Kau pasti dengar kan?" "Yang mana?" "Alasan aku menikahimu." "Haha, aku tidak dengar." "Bohong," sahutnya. "Serius, lagi pula aku tidak akan mempermasalahkan itu. Kita bukan suami istri beneran." Nazmi mengerucutkan bibirnya. "Hibur aku." "Huh?" Malika terkejut. Nazmi yang sedang kecewa dengan respon Raina pun ingin melupakan wanita itu sebentar saja. Dari ucapannya, terlihat bahwa Raina tidak mau hidup susah. "Aku bernyanyi?" tanya Malika. "Terserah." Malika tidak tahu isi percakapan sepenuhnya. Hanya tahu apa yang diucapkan suaminya pada sang kekasih saja, tapi setelah itu tampaknya Nazmi jadi sedih. Malika akan menyanyikan satu lagu yang sesuai dengan keadaan mereka. Nazmi mendengarnya sambil menganalisis isi liriknya, benar-benar membuatnya tertampar dengan piihan lagunya. Nazmi tidak suka dan memasang wajah kaku. Malika berhenti karena menatap wajah suaminya tidak enak. Malika pun tersenyum setelah menyanyikan lagu itu dengan merdu. "Apa suaraku jelek?" "Ya, sangat jelek dan terlalu percaya diri sampai bernyanyi segitu panjangnya," komen Nazmi bohong, padahal makna lagu itu mengena sekali pada hubungan yang terjadi. "Yaaah, kalau begitu maaf, berarti aku tidak pandai." "Nyanyi lagi," pintanya. Malika mengedip mata beberapa kali, dibilang jelek, tapi disuruhnya lagi. Matanya memutar ke atas dan berusaha berpikir. Malika mencari ide, lagu pembukaan film kartun Sinchan pun didendangkan, lagu lucu yang nadanya bisa membuat orang tersenyum. Malika juga bergoyang aneh seperti sedang menghibur anak-anak. Kali ini Malika berhasil, Nazmi bisa tertawa cekikikan. Tak habis pikir wanita di sampingnya bisa menyanyikan lagu kartun yang sudah sangat lama tidak ditayangkan lagi sekarang. Malika baru ini melihat dia tersenyum serta tertawa puas. Wajahnya yang tampan sempat membuat hati tenang. Senyumnya juga mengalihkan dunia Malika yang sedang panas dingin, berdenyut-denyut karena sebuah alur tak dimengertinya. Hanya yakin bahwa semua baik-baik saja dan tidak akan menjatuhkannya sebagai pejuang takdir. "Terima kasih sudah menghiburku. Kau berbakar sekali." Malika pun tertawa kecil dan mengangguk. "Aku senang kalau begitu. Sulit buat orang yang memiliki wajah datar seperti abang untuk tersenyum." Nazmi kembali tersimpul dan geleng kepala. "Ada-ada saja."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD