Setibanya di ruangan.
Nazmi menyapa ramah pria sekitar 45 tahunan itu. "Assalamu'alaikum!"
"Wa'alaikumsalam, Silakan duduk! Wah, aura pengantinnya sangat terlihat ya!" sahutnya dengan senyuman.
Sontak Malika tersenyum, saat dikatakan pengantin, sejujurnya dia memang sangat senang. Bukan karena sebentar lagi dia bersuamikan pria se-tampan Nazmi, tetapi kodrat wanita memang merasa bahagia ketika melalui tahapan pernikahan. Bahkan dengan pria yang dicintai akan lebih menyenangkan.
"Iya, kami sudah lama kenalan dan sekarang akhirnya bisa menikah," ujar Nazmi. "Aku bahkan sangat gugup!" sambungnya dengan ekspresi meyakinkan.
Nazmi bisa-bisanya berpura-pura begitu riang. Sampai-sampai penghulu terus menggoda mereka. Wajah kakunya berubah jadi ramah saat proses ijab-kabul mau dimulai.
Perasaan yang menyeruak dalam hati Malika justru sebaliknya. Saat Nazmi dipandu untuk menyebut namanya, darahnya berdesir sangat kencang. Matanya tertutup rapat, jantungnya bergemuruh hebat. Bahkan telapak tangan yang tidak pernah basah itu pun kini dingin, saling bertautan jari-jarinya.
Nazmi masih latihan mengucapkan kalimat kabul, mengalami kesalahan di bagian nama ayahnya Malika. Pak penghulu menghiburnya.
"Haha, itu biasa! Namanya juga mau lepas status. Ayo, coba ulangi."
"Saya terima nikah dan kawinnya Malika Thara binti Hanafi Samsudin, maharnya uang 350 ribu rupiah, Tunai!" ulangnya benar.
Malika terus melihat ke arah Nazmi. Pria itu sebenarnya sangat gugup, tapi dia berusaha menutupinya.
Di bagian belakang, Farrel memperhatikan mereka selaku saksi dari pihak pria. Sementara saksi dari pihak Malika adalah anggota dari kantor KUA.
Farrel mengernyit, tak mampu hatinya melihat Malika yang disukainya itu akan menjadi istri abangnya. Namun, demi sebuah kekuasaan, dia rela menyerah wanita yang disukainya tersebut menikah dengan Nazmi.
Farrel sudah tahu rencana Nazmi yang hanya menjadikannya istri sementara. Dia juga memberi saran pada Nazmi untuk menikah siri saja, tetapi Abangnya, tidak mau. Dia harus punya buku nikah untuk lebih meyakinkan keluarganya bahwa dia sudah berkeluarga.
Nazmi Agam, merupakan putra pertama dari Sultan, pria pemilik Agam Korporasi yang bisnis-nya ada di mana-mana. Nazmi diminta papanya untuk mewarisi 70% dari total keseluruhan. Namun, dia tidak mau dengan alasan ingin bebas melakukan keinginannya sendiri di dunia fotografi. Sang mama tidak setuju karena Sultan lebih sayang Nazmi ketimbang Farrel. Mamanya tidak mau kalau harta suaminya jatuh lebih banyak ke Farrel, sehingga meminta Nazmi menyetujuinya kemudian menikah dengan wanita yang diinginkan mereka.
Nazmi tentu tidak mau! Dia menolak perjodohan itu. Mamanya malah mengancam, jika dia menolak maka Nazmi akan keluar dari rumah itu. Pria bertubuh atletik itu mengangguk tanpa bicara kemudian pergi. Hingga dia didatangi oleh Farrel dan melakukan negosiasi.
Farrel memberi saran agar Abangnya menikah saja kemudian pergi dari rumah dengan 30% warisan. Alias menukar kekayaan yang diberikan Sultan pada Nazmi untuknya. Nazmi yang masih tersulut emosi pun setuju! Tetapi tidak punya kenalan wanita mana pun yang menurutnya baik. Model-model yang sering menjadi objek di kantornya, tidak mau dijadikannya istri karena sifatnya kurang bagus.
Si Adik langsung menawarkan temannya, Malika Thara. Kebetulan wanita itu pun membutuhkan uang. Nazmi setuju membayarnya segitu demi menikahinya secara sementara. Harusnya Farrel tidak boleh cemburu, sebab sudah pernah dikatakannya kalau dia adalah tipe pria yang tidak bisa tetap dengan satu wanita dalam beberapa hari. Namun, Malika dianggapnya berbeda.
Alhasil, Nazmi belum tahu bagaimana respon dari keluarganya saat mengetahui dia sudah menikah. Mungkinkah mamanya masih sayang? atau papanya setuju dengan pernikahan mereka?
Ketika pernikahan itu selesai, Malika disuruh menyalam tangan suaminya. Nazmi menghadap Malika, menyambut tangannya, seketika kedua mata mereka bertemu. Itu adalah sentuhan pertama setelah ijab kabul. Malika menarik punggung tangannya mendekati bibir, mendaratkan sentuhan itu beberapa detik.
Selanjutnya Nazmi secara spontan mencium keningnya sampai menutup mata, menandakan dirinya ikut terbawa suasana.
Pak penghulu mengucapkan Alhamdulillah atas resminya mereka menjadi suami istri. Tak lupa pula Nazmi membacakan janji pernikahan yang ada dalam buku catatan menikah mereka.
Malika menyeka sudut matanya.
Pernikahan yang singkat, tidak dihadiri kakek dan neneknya, membuat Malika sedih. Bahkan sahabatnya juga tidak ada di sana. Hal itu dilakukan karena dia tahu bahwa ini bukanlah pernikahan sungguhan.
Penghulu itu memberi nasihat dalam pernikahan, mereka mendengarnya sampai selesai kemudian berpamitan pada semua orang yang terlibat. Nazmi membayar segala keperluan yang sudah terpakai, Farrel mendahului uangnya sebelum dia menerima kembali yang telah digunakan kemudian mengajak Malika pulang.
Tangan kanan sang istri digenggam, membuat Farrel terbelalak. Mereka telah halal, tetapi membuat perasaan Farrel menjadi panas.
"Bang, setelah ini kalian mau tinggal di mana?" tanya Farrel, ketika mereka sudah sampai di parkiran.
"Pertama, aku akan bawa Thara ke hadapan keluarga. Kedua, kami akan pindah. Aku masih harus mengurus pekerjaanku."
Malika mendelik, "Pindah?"
"Ya, kenapa?"
"Omahku sakit, apa bisa ditunda setidaknya sampai dia stabil?"
Nazmi menatapnya. "Nanti kita bicarakan lagi."
"Iya, Bang." Malika mengangguk.
Farrel hanya bisa memandang Malika saja, tidak mungkin dia mengganggunya lagi karena wanita itu sudah menikah. "Ya, menurutku lebih baik Abang menunggu sebentar. Kasihan Thara."
Nazmi memintanya masuk. Dia tidak peduli dengan masalah keluarga Malika.
Farrel melihat ke arah wanita yang terus menatapnya. Seolah ada yang ingin disampaikan nya. Farrel melihat mobil itu meninggalkan parkiran dan dirinya langsung bersandar di depan pintu mobil miliknya sendiri, menyeka sudut mata kemudian pergi juga.
Malika minta izin mengunjungi omanya di rumah sakit, tetapi Nazmi belum mengizinkannya. Sampai Tia menghubunginya untuk menanyakan kabar sahabatnya.
"Malika, kau di mana?"
"Aku baru saja keluar dari kantor KUA, Keong."
"Siput, kau benar-benar melakukannya?"
"Iya, Keong. Kau jangan khawatir, pria yang menikahiku adalah pria baik."
Nazmi menoleh sedikit ketika namanya disebut. Malika menanyakan kabar omanya, Tia mengatakan bahwa neneknya di operasi besok, sebab dokter spesialis jantungnya lagi menghadiri seminar di Kanada. Malika merasa bersyukur! masih ada waktu untuk melihat wanita tua itu di dalam ICU.
Setelah memutus panggilan, Malika menoleh ke arah Nazmi. "Bang, boleh nanti aku mengunjungi oma?" tanyanya.
"Ya, kau tidak perlu minta izin padaku, aku membebaskanmu pergi ke mana pun. Tetapi pukul 6 kau sudah harus tiba di rumah dan masak makan malam untukku." Nazmi punya persyaratan sendiri.
Malika mengangguk. "Iya, Bang."
Setibanya mereka di sebuah rumah berhalaman luas, Malika memperhatikan ke semua sisi. Tidak berani bertanya lebih dulu karena takut Nazmi menjadi tidak nyaman.
"Masuklah!" perintahnya.
Malika mengangguk, sambil membawa tas, wanita itu pun mengikuti dari belakang. Nazmi merogoh kunci di sakunya, lalu membuka pintu masuk ke rumah itu. Malika menghirup aroma debu dari dalam. Sudah dipastikan kalau Nazmi jarang mengunjungi tempat itu.
Malika terbatuk-batuk dan segera menutup hidung. Nazmi tersenyum miring.
"Kita tinggal di sini selama beberapa hari. Bersihkan rumah ini, aku tidak mau melihat debu sedikit pun. "
"Iya, Bang." Malika dengan polosnya menurut.
Nazmi masuk, berjalan ke arah kanan. Malika masih melihat-lihat semua sudut di sana. Nazmi membuka pintu kamar dan menaruh tas miliknya di dalam. Segera dia mengganti pakaian dan kemudian segera pergi.
"Aku pulang malam, kau tidak perlu menungguku."
Malika menurut, mengangguk paham karena dia ditinggalkan pemiliknya yang pergi entah ke mana? Malika langsung mengganti baju dan memakai pakaian biasa. Dia harus membersihkan semua tempat, jika tidak alerginya bisa kumat.
Dengan semangat Malika memulainya. Sambil menggunakan penyuara jemala di telinganya, Malika menyapu sudut-sudut ruangan. Sesekali dia ikut bernyanyi, melepas kekesalan hati dan melupakan kalau sekarang dia adalah seorang istri dari pria yang fotonya ada di dinding.
"Hei, mister Nazmi!" jeritnya pada foto itu. "Kau itu sangat membuatku penasaran. Secara kasar kau memintaku ini itu, tetapi di beberapa sisi kau itu sangat lembut. Seperti ketika memegang tanganku tadi. Kau begitu hati-hati," ucapnya kemudian tersenyum.
"Hmm, mimpi apa aku? sekarang sudah menikah. Memang dengan perjanjian, tetapi dulu kata pak ustadz, tidak ada pernikahan yang tidak resmi jika syaratnya terpenuhi. Dan, dia sudah memenuhi semuanya. Berarti aku harus menunaikan tugasku sebagai istri."
Malika terus mengoceh karena di dalam kepalanya, terlalu banyak pertanyaan dan pernyataan sendiri.