Jakarta menyongsong pagi dengan caranya sendiri. Tidak ada debur ombak atau siluet sawah berundak seperti di Bali; yang ada hanya cahaya matahari yang menerobos tirai jendela, disertai deru kendaraan yang mulai ramai di jalanan depan rumah mereka. Pukul 05:45 WIB, komplek perumahan di Jakarta Selatan itu kembali dinaungi langit biru berawan. Anne sudah terbangun sejak pukul 03.30, terpaksa berlari ke kamar mandi untuk memuntahkan cairan lambung yang getir. Kini ia duduk di meja makan, menatap segelas air putih dengan raut lelah. Setiap kali mencoba meneguk, setiap kali itu pula perutnya berontak. Di sisi lain ruangan, Ben masih tekun menyelesaikan rutinitas paginya—sit up setelah cardio, pull-up, dan angkat barbel. Dari kursinya, sambil memandangi sang suami, Anne melayangkan lamunan;

