Part 2

1149 Words
Anindya masih mengayuh sepedanya, gadis itu hampir sampai di depan rumahnya. Saat melalui depan rumah Raka dia terkejut karena tiba-tiba mengira hujan sedang turun. "Byuuurrr!! Akkkhhhhh!" Jeritnya ketika mendapati dirinya basah kuyup. Dia terpaksa berhenti karena semprotan air itu mengarah tepat pada wajahnya. Anindya cemberut kesal ketika melihat tetangganya itu tertawa terbahak-bahak sambil memegangi selang air pada genggaman tangan kanannya, Raka semakin terpingkal-pingkal melihat dia menggembungkan pipinya karena kesal sekali. "Hahahaha!" "Raakaaaaaaaaaaaa!" Teriaknya melengking nyaring senja itu. Anindya membanting sepedanya di halaman rumah Raka, lalu berlari menyerbunya. Dia berusaha merebut selang air tersebut dari genggaman tangannya. Jadilah keduanya basah kuyup karena saling rebut! "Kasih nggaaakkk!" Teriak Anin. "Ini punya gue! Ngapain gue kasih ke elu!" Ujarnya sambil menahan selang tersebut tetap berada dalam genggaman tangannya. "Kasih nggak!? Raka?!" Bentaknya lagi padanya. "Berani Lo rebut ini!?" Tanyanya sambil menatap tubuh basah kuyup dari ujung kepala sampai ujung kaki di depannya. Anindya tahu kemana arah mata pria itu memandang. Dia segera mundur perlahan dan bersiap untuk kabur. Dia lupa karena amarah sesaat, dia lupa pria tengil itu tidak akan mungkin melepaskan dirinya begitu saja. "Gue, gue, gue!" Anindya masih melangkah mundur dadanya sudah berdegup tidak karuan melihat mata tajam Raka yang terus mendesaknya agar melangkah mundur. "Gue apa?" Tanyanya sambil tersenyum menyeringai penuh misteri. "Gue mau pulang dulu." Ujarnya dengan gugup. Masih terus melangkah mundur. "Ya sudah sana pergi!" Usir Raka sambil berkacak pinggang. Satu langkah lagi Anindya bakalan terjun masuk ke kolam ikan di halaman depan rumah tersebut. Raka tetap berdiri pada posisinya, dia tidak mau beranjak satu langkahpun. Sedangkan Anindya tidak bisa mundur lagi, karena belakang punggungnya adalah kolam ikan. "Kejam sekali! Dia bahkan ingin gue pulang dengan bau amis ikan!" Gerutu Anindya sambil meremas jemari tangannya di kedua sisi tubuhnya yang sudah basah kuyup. "Kenapa nggak pergi? Mau nginap di sini?" Tanyanya seraya tersenyum, melangkah lagi satu langkah maju ke depan. Anindya berusaha berpegangan pada kedua lengan Raka karena tubuhnya sudah condong ke belakang. Dia memalingkan wajahnya ketika pria itu mendekatkan wajahnya berniat untuk mendaratkan ciuman pada bibirnya. Anindya tahu akibat penolakannya itu Raka segera menepis tangannya dari kedua lengannya. "Akkkhhhh! Byuuuurr!" Tubuh Anindya jatuh tercebur di kolam ikan mas yang lumayan dalam sampai ke pinggang. Gadis itu masih berdiri di dalam kolam, dia menatap penuh kebencian ke arah Raka Sandi yang kini tengah duduk berjongkok di tepi kolam seraya menopang dagunya dengan kedua telapak tangannya. "Tampan sekali! Tapi sayangnya i***t!" Gerutu Anindya seraya merangkak naik ke tepi kolam. Gadis itu berusaha duduk di tepi kolam dengan kedua kaki di dalam air. "Anin, Anin, Lo tahu nggak kenapa gue lakuin ini ke elo?" Tanyanya seraya mendorong kening Anindya dengan jari telunjuk tangan kanannya. "Gak perlu! Karena gue sejak orok sudah benci banget sama elo! Sebelum elo bilang benci banget sama gue!" Cerocosnya sambil berusaha berdiri. Mendengar hal itu Raka menyentakkan pergelangan tangan Anindya hingga membuat gadis tersebut kembali berada di tepi kolam. Merasa dibully habis-habisan gadis itu malah meraih kerah kaos santai Raka Sandi. "Kenapa? Lo nggak suka gue kata-katai? Lo mikir nggak sih, betapa lelahnya gue lo kerjai terus menerus!?" Teriakan penuh amarah itu tidak bisa lagi ditahan olehnya. "Cup!" Bibir Raka mendarat pada bibirnya, hening! Tubuh Anindya membeku. "Gue benci banget sama elo Anindya!" Bisiknya sambil tersenyum menatap wajah merah padam di depannya, lalu berbalik pergi melambaikan telapak tangan kanannya. Merasa sangat frustasi, Anindya mengambil sebuah batu kerikil dari dekat tempatnya berdiri. Dilemparnya batu tersebut dia ingin mengenai punggung Raka, tapi malangnya malah mengenai belakang kepalanya. "Duk! Akkhhh! Aduuuhhh kepala gue! Kayaknya bakalan gegar otak! Aduuuh berdarah!" Ujar Raka sambil menjatuhkan tubuhnya di atas tanah. "Mana ada gegar otak, tapi masih ngomel-ngomel!" Celetuk Anindya sambil berlalu meninggalkannya. Gadis itu menarik sepedanya yang masih tergeletak di halaman rumah Raka. Dia terkejut dan mulai was-was ketika melihat pria usil itu diam tak bergerak. Dia ingin pulang saja, tapi dia juga takut jika pria itu mati saat itu juga. Apalagi bajunya juga basah gara-gara berebut selang air dengannya beberapa waktu tadi. Anin berlari menuju ke arahnya, gadis itu berjongkok di sebelahnya. Dia meraih bahu Raka, mengguncangkan tubuhnya. "Raka! Bangun! Raka, gue nggak serius tadi! Bangun Raka! Huhuuuuuu!" Anindya menangis terisak-isak, dia masih duduk berjongkok di sebelahnya sambil menutup wajahnya. Raka terkekeh geli melihat wajah Anindya penuh air mata di sebelahnya. "Hhahahhahahaha!" Gelak tawanya tidak dapat lagi di tahan lebih lama. "Lo masih bilang Lo benci sama gue?" Tanya Raka padanya seraya bangkit duduk, dia menggelengkan kepalanya terkekeh geli. "Iya gue benci sama elo, jika tadi seribu persen benci! Sekarang sudah naik jadi dua ribu persen benci setengah mati." Ucap Anindya lalu bangkit berdiri. "Akkhh! Bruuuk!" Raka menarik pergelangan tangannya hingga dirinya jatuh terhempas menimpa tubuh Raka. Tidak ada yang bisa menduga, bibir mereka berdua berbenturan dengan sendirinya. Kedua tangan Anindya berada di atas kedua bahu Raka. Dua pasang mata tersebut saling melotot sama terkejutnya. Saat Raka membuka sedikit bibirnya Anindya buru-buru menjauhkan wajahnya. Tanpa kata tanpa permisi gadis itu segera berlari mengambil sepedanya, dan segera menuntunnya sambil berlari menuju rumahnya yang ada di sebelah rumah Raka. "Apa itu tadi?!" Raka menggaruk keningnya sendiri lalu berdiri dan masuk ke dalam rumahnya. "Kok basah kuyup? Di luar hujan ya?" Ejek Arlina, kakak perempuan Raka. "Heleh, palingan juga habis diguyur air sama kak Anin!" Sahut Aldi tanpa mengalihkan pandangan matanya dari layar ponselnya, Aldi adalah adik kandung Raka yang masih duduk di bangku kelas satu SMP. "Sok tahu Lo!" Sungut Raka sambil berlalu masuk ke dalam kamar mandinya. Anindya masuk ke dalam rumah dengan baju basah kuyup, dia menatap Rini yang terus mengawasinya sejak dia masuk ke dalam rumah. "Pacaran lagi!" Sergahnya seraya menarik ujung lengan baju seragam saudara tirinya, dia mencium aroma parfum Raka pada seragam Anindya. "Nggak kak, kami nggak pacaran." Ujarnya seraya meletakkan tas sekolahnya di atas meja belajarnya, lalu mengambil handuk dari atas kursi. Anindya tahu Rini menaruh hati pada Raka sejak kecil. Dan gadis itu selalu sakit hati ketika mengetahui Raka menjahili adik tirinya itu. Anindya tinggal di lingkungan tersebut saat ibunya menikah dengan ayah Rini, ketika itu usianya masih sangat kecil. Dan sejak itulah dia mengenal Raka, sejak dirinya duduk di bangku TK! Rini berada satu tingkat di atasnya, karena prestasi belajarnya, dia mampu meraih kelulusan SMA hanya dalam waktu dua tahun. Saat ini dia sudah duduk di bangku kuliah. "Lo tahu kan Nin, kakak suka sama Raka!" Keluhnya lagi sambil duduk di tepi tempat tidur Anindya. Ucapannya membuat gadis itu menghentikan langkahnya di ambang pintu kamarnya. "Tahu kak, tapi Anin benar-benar nggak ada maksud deketin Raka." Ucapnya dengan takut-takut dia mendengar suara langkah kaki kakak tirinya tersebut mendekat ke arahnya. "Ahhhh, ampun kak, sakit!" Anindya menahan rambut panjangnya karena kakak tirinya tersebut menarik rambutnya dari belakang. "Awas aja! Jika kalian pacaran! Gue bakal rontokkin rambut panjang lo ini!" Ancamnya pada Anindya. Lalu mendorong tubuh gadis itu hingga jatuh tersungkur di lantai depan kamarnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD