Part 4

1126 Words
Anindya pikir apa yang dikatakan Raka ada benarnya, dia segera melepaskan lengannya dari leher Raka Sandi. "Buruan masuk! Malah bengong!" Tegur Raka pada gadis itu. Anindya ragu-ragu segera masuk ke dalam mobil Raka, gadis itu duduk di sebelahnya. Ketika Raka menatapnya dengan tatapan tajam dia segera beringsut ke tepi, menjauh dari teman sekelasnya itu. Terlebih lagi Raka malah maju mendekatinya, "Lo? Lo mau ngapain?" Tanyanya dengan bibir tergagap. "Masang ini!" Meraih sabuk pengaman, kemudian memasangkan pada pinggang Anindya. Raka tersenyum nakal melihat gadis itu menggigit bibirnya sendiri. Niat isengnya mulai kumat. "Nin, ada kecoak.." Ucap Raka sambil menunjuk ke arah rambut panjang Anindya. "Apa?! Mana! Aaaakkkhhh! Jangan nakutin! Huuuhuuuu..." Teriak Anindya spontan seraya melompat menghambur memeluk bahu Raka erat-erat di depannya, air matanya hampir meleleh karena takut sekali. "Sudah pergi belum? Please! Jangan nakutin gue dong Ra!" Teriaknya sambil menggelinjang bergidik jijik membayangkan kecoak hinggap pada dirinya. Anindya masih memeluknya erat-erat. Raka mengusap punggung gadis itu, sambil tersenyum terkekeh geli melihat wajah pucat pasi Anindya yang kini tetap tidak mau melepaskan pelukannya pada kedua bahunya. "Kok lama sih Rak? Belum pergi juga kecoak-nya?" Tanyanya sambil melepaskan perlahan-lahan pelukannya pada kedua bahu pria di depannya. Dia masih menatap wajah Raka Sandi tepat di depan wajahnya, bibir merah Anindya bergetar karena masih ketakutan akibat ulah pria iseng di depannya. Hembusan nafas keduanya sejenak beradu saling menyapu wajah satu sama lain. "Cup!" Anindya melotot merasakan kecupan lembut sesaat hinggap pada bibirnya. Tubuhnya mengejang tegang, tidak bisa bergerak dari tempatnya. Dadanya berdebar kencang, walaupun itu bukan yang pertama kalinya sahabat sekaligus tetangganya itu mencium bibirnya. Raka Sandi dengan santainya kembali pada posisi duduknya di belakang kemudi, lalu menyalakan mesin mobilnya melaju menuju sekolahnya. "Apa itu tadi?" Tanya Anindya pada pria di sebelahnya. "Masih mau tahu alasannya?" Sahut Raka Sandi dengan santainya, lagi-lagi dia mendekatkan wajahnya. Membuat Anindya terpaksa menelan ludahnya sendiri yang terasa semakin pahit. Gadis itu menjauhkan wajahnya hingga menempel pada kaca jendela mobil di sebelah kirinya. "Nggak perlu! Jangan bicara apapun." Ujar Anindya sambil memegangi sabuk pengaman yang masih menahan d**a dan pinggangnya dengan kedua tangan gemetar. Gadis itu tidak mau dibodohi untuk kesekian kalinya oleh teman sekelasnya tersebut. "Takut amat sama gue? Kenapa? Apa muka gue terlalu jelek? Atau badan gue bau asem?" Tanyanya sambil tersenyum manis melirik Anindya di sebelahnya. Semuanya yang dikatakan oleh Raka bertolak belakang dengan kenyataan. Karena pada kenyataannya pria itu sangat tampan, aroma tubuhnya juga harum sekali, sampai parfum pria itu kini menempel pada baju seragam Anindya setelah memeluknya erat beberapa saat tadi. "Turunkan gue di depan sana." Tunjuk Anindya pada sebuah warung di tepi jalan, yang tak jauh dari sekolah SMA mereka berdua. "Kenapa? Lo takut keracunan berlama-lama sama gue masuk ke dalam sekolahan?" Tanya Raka padanya sambil tersenyum nakal menatap Anindya di sebelahnya, dia mengusap bibirnya sendiri dengan batang jari telunjuknya. Sikapnya itu membuat Anindya kembali ingat bibir mereka berdua telah bersinggungan beberapa menit sebelumnya. "Berhenti Raka!" Teriaknya karena Raka malah membawa mobilnya masuk ke dalam sekolahan, Anindya hanya tidak mau jadi bahan gosip yang lebih buruk dari sebelumnya. Karena mereka berdua selalu bertengkar ketika dimanapun berada, juga sangat mustahil baginya bisa berbaikan dengan musuh bebuyutannya itu. "Jahat banget sih!" Teriaknya sambil memukuli lengan Raka di sebelahnya. Anindya menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi mobil, dia tidak tahu bagaimana jika ada yang melihatnya keluar dari dalam mobil musuh bebuyutannya itu. "Kok malah mukul, harusnya kan terimakasih Raka. Gitu kek!" Ujar Raka sambil menggoda Anindya yang masih memasang wajah murka di sebelahnya. Anindya segera turun dari mobil Raka, gadis itu menutupi wajahnya dengan tasnya. Harapannya tidak ada yang mengenalinya ketika dia turun dari dalam mobil tetangganya itu. Raka tersenyum tiada henti melihat tingkah konyol Anindya. "Ngapain Lo Nin?" Tanya Dina sambil menepuk punggungnya dari belakang, mengejutkan gadis itu. "Astaga! Ngagetin aja lo! Hufftt!" Ujarnya sambil menghela nafas panjang mengusap dadanya sendiri, karena kaget sekali. "Lo ngapain dari dalam mobil Raka! Huppppp! Up!" Anindya segera membekap bibir Dina agar ucapannya tidak terdengar oleh murid yang sedang berlalu lalang di sekitar mereka. "Ssssttttt!" Anindya mengisyaratkan agar Dina tidak kencang-kencang mengatakan bahwa dia baru saja turun dari mobil Raka. Mereka berdua segera berlari menuju ke kelasnya karena bel masuk telah berbunyi. Mereka menuju bangkunya masing-masing. Anehnya tiba-tiba kursi sebelahnya kosong, Anindya menatap ke belakang. Ternyata teman sebangkunya sudah pindah ke belakang, sambil mengisyaratkan permintaan maaf dengan menyatukan kedua telapak tangannya menatap ke arah Anindya. "Gue gimana dong?" Tanyanya setengah berteriak, tapi tetap saja dijawab dengan gelengan kepala oleh teman sebangkunya tersebut. Dia kemudian melihat siapa yang akan duduk di sebelahnya. Setelah matanya menyapu seluruh kelasnya, dia tahu ternyata tinggal satu orang yang belum masuk ke dalam kelas tersebut. Yaitu musuh bebuyutannya! "Mampus!" Gumamnya ketika melihat Raka Sandi masuk ke dalam kelasnya, seperti biasanya pria itu memasang wajah senyum sumringah tapi terlihat menakutkan bagi Anindya. "Mati gue!" Gumamnya ketika Raka berdiri tepat di sebelahnya. "Geser dong!" Ujarnya pada Anindya, mau tidak mau gadis itu segera bergeser ke samping. "Huuuhuuuu!" Sorak riuh seluruh kelas meneriaki dua sejoli tersebut. Raka bersikap biasa saja, seperti biasanya pemuda itu hanya menopang kepalanya sambil menatap wajah manis di sebelahnya. Merasa dilihat sedemikian rupa Anindya menutupi sebagian wajahnya dengan bukunya. "Jengah sekali! Dasar Raka sialan!" Gerutunya tanpa tanggung-tanggung. Raka tersenyum mendengar umpatannya, pria itu menekan turun buku yang menjadi pembatas meja antara mereka berdua. "Kau!" Pekik Anindya sambil mendelik, mengepalkan tangannya bersiap memukul bahunya. "Ayo pukul? Kenapa gak jadi?" Tanyanya dengan santai malah merebahkan kepalanya di atas meja. Semakin leluasa menatap wajah kesal di sebelahnya. Anindya melihatnya sekilas, dia tidak memungkiri bulu mata Raka Sandi sangat lentik. Tatapan matanya juga jernih jenaka, pria itu tidak pernah memukulnya atau melukainya, hanya saja sikap usilnya tersebut selalu saja membuatnya kesal setengah mati. Raka tahu tatapan Anindya yang sesaat itu bukan tatapan kebencian atau rasa jengkel seperti sebelumnya. Dia tahu gadis itu tengah mengagumi keindahan parasnya. Ketika tatapan Anindya bertemu dengan tatapan Raka, buru-buru gadis itu menoleh ke arah lain. Dia tidak ingin menjadi salah tingkah karena tatapan mata yang sulit untuk dilukiskan tersebut. Beberapa menit kemudian guru matematika datang, pria bertubuh tambun tersebut masuk ke dalam kelas. Anindya tahu karena dia sudah mengerjakan tugas matematika, pasti dia akan ditunjuk pertama kali agar maju ke depan. Karena tidak seperti biasanya dia selalu gagal mengerjakan tugas matematika miliknya dan harus mau di depak keluar dari dalam kelasnya. "Anindya! Maju ke depan!" Perintah gurunya pada gadis itu. Anindya segera maju ke depan untuk mengerjakan soal nomor satu. "Bagus! Duduk!" Perintah gurunya tersebut padanya. Anindya merasa lega karena hari ini dia lolos dari hukuman guru matematikanya tersebut. Raka tersenyum puas melihat Anindya tersenyum bahagia. Saat gadis itu menoleh ke arahnya, dia buru-buru menoleh ke arah lain.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD