2. Pertunangan Ulang

2368 Words
“Liska ... Liska tunggu! Jangan pergi!” perintah Marsha yang tengah mengejar Aliska dengan napas terengah-engah. Aliska tetap tak memedulikan Marsha. Ia segera berlalu menuju lift. Bergerak cepat agar cepat sampai di parkiran mobil. “Marsha, aku pulang dulu. Aku tak sanggup di sini lebih lama. Bisa gila aku!” seru Aliska saat dirinya dan Marsha sudah berada dalam satu lift. Marsha mengernyit. Ia menepuk bahu sahabatnya itu. “Maafkan aku ya, sudah maksa kamu datang ke sini. Aku nggak bermaksud membuatmu jadi korban atas kejadian tadi.” Aliska mendesah kecewa. “Bukan salahmu. Aku tak menyangka bisa bertemu dengan Mas Abi di sini. Terus dia menciumku di depan banyak orang,” sahut Aliska sambil menutup wajah malu. Marsha sedikit terkekeh ketika melihat raut muka Aliska menjadi memerah seperti tomat. “Kau senang nggak udah dicium pria tampan itu?” tanya Marsha sedikit menggoda. Aliska menggeleng kemudian menatap kesal Marsha. “Tidak. Dia sedang mabuk dan pasti aku dikira Alina. Tak ada alasan bagiku untuk senang dengan ciuman itu. Ciuman itu bukan buat aku,” jawab Aliska mantap. “Ya sudah, aku balik dulu ya! Maaf nggak bisa lama-lama di acaramu.” Marsha pun mengangguk. “Iya, hati-hati di jalan ya, Liska! Kabari aku kalau sudah sampai rumah!” “Ok, bye!” seru Aliska berlalu meninggalkan Marsha. Mobil sedan silver yang dikendarai Aliska pun melaju di jalanan kota Jakarta. Menuju rumahnya di The Riverville Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Sepanjang jalan masih teringat oleh kejadian tadi. Jantungnya berdetak sangat cepat ketika Abiyasa mengecup bibir sang gadis. Ia kaget dan bingung saat pria itu meraih wajah kemudian mengecupnya di depan banyak orang. Membuat gadis itu tersipu malu dan mengingatkan pada perasaan dahulu saat Abiyasa belum menjadi kekasih Alina. Alina dan Abiyasa baru menjalin kasih saat Alina sudah kembali ke Jakarta setelah lulus kuliah di Melbourne. Kampus Abiyasa berbeda dengan kedua gadis kembar. Ia berkuliah di Columbia University, USA dan mengambil jurusan sosial & politik sesuai dengan pekerjaannya saat ini. Jalinan kasih mereka juga dikarenakan campur tangan kedua ayah mereka. Prabu Airlangga membuat kesepakatan dengan Anwar Ibrahim untuk menjodohkan Abiyasa dengan salah satu putri Anwar. Yang mana terserah sang pria muda. Saat itu ia melakukan pendekatan dengan keduanya dan memilih Alina sebagai sang kekasih. Terlintas bayangan pada saat itu. “Abi, kau suka siapa diantara Alina atau Aliska?” tanya Prabu seraya menatap lembut sang anak. “Tentu saja Alina, Papa! Alina sangat cantik dan membuat Abi jadi sering memikirkan dia,” jawab Abiyasa mantap. “Oke, siapa yang kau pilih itu terserah kamu. Papa mau kalian bisa lebih akrab karena Alina yang akan menjadi calon istrimu,” pungkas Prabu yang diikuti dengan anggukan dari Abiyasa. Bagi Abiyasa, Alina adalah tipe idealnya. Ia terkesan hangat dan ceria. Dapat menempatkan dirinya dengan baik dengan paras yang menawan. Membuat pria itu begitu mendambakannya. Mereka pun berpacaran selama dua tahun hingga rencana pernikahan mereka yang ada di depan mata. Sebelum Alina dan Abiyasa berpacaran, Aliska memang mengagumi sosok pria itu. Ia adalah pria tampan yang memang layak dicintai. Postur tubuh jangkung, badan kekar, dan d**a bidang membuat banyak wanita tergila-gila padanya. Aliska termasuk salah satu wanita itu. Ia menyukai sifat sang pria yang dewasa dan sangat baik pada keluarganya. Tetapi semenjak Abiyasa memilih Alina sebagai tambatan hati, gadis itu hanya bisa menyimpan perasaannya dalam hati. Aliska merelakan Abiyasa untuk sang saudara kembar. Membuang jauh-jauh cintanya pada pria itu. Hingga kecupan Abiyasa secara tiba-tiba tadi telah berhasil mengusik Aliska. Lantas memegang bibir yang jadi agak bengkak setelah dicium paksa oleh pria itu. Rasa yang menjadi campur aduk. Antara senang atau sedih atau biasa saja. Ia bergumam dalam hati. Aliska, jangan bodoh! Ingat, ciuman itu bukan untukmu! Ciuman itu untuk Alina.... “Aaaahhhhhh ...” umpat Aliska kesal hingga tak sadar akan bunyi klakson dari mobil di belakangnya. Lantas bergegas melajukan mobilnya dengan cepat. Hari ini terasa begitu melelahkan baginya. Ia ingin cepat-cepat sampai rumah dan melupakan apa yang terjadi malam ini. *** “Liskaaaa! Bangun!!” teriak Anwar sambil mengetuk pintu kamar Aliska. Aliska sontak terkejut dan segera beranjak dari ranjang. “Iya, Pa sebentar ...” jawab Aliska setengah berteriak. Aliska berjalan menuju pintu kamar. Ketika membukanya, ia mendapati dahi sang ayah berkerut sambil menyodorkan sebuah ponsel. “Lihat ini! Hot news antara kau dan Abiyasa Airlangga ...” ucap Anwar mendengkus kesal. Aliska meraih ponsel sang ayah dengan tangan bergetar. Ia mendesah perlahan. “Maaf Pa, Liska tak tahu tiba-tiba Mas Abi datang menarik tangan Liska terus mencium Liska. Liska kaget setengah ma—“ ucap Aliska tergesa-gesa yang langsung dipotong kalimatnya oleh Anwar. “Ok, Papa paham. Berarti rencana Papa dan Tante Lidya untuk menikahkanmu dengan Abi harus segera terlaksana!” Aliska terlonjak tak percaya saat mendengar ucapan ayahnya. Mencerna kata-kata yang barusan ia dengar dari sang ayah. Ia terdiam sejenak kemudian menghela napas sembari memandang ke arah Anwar. “Apa maksud Papa? Aku menggantikan posisi Lina untuk menikah dengan Mas Abi begitu?” tanya Aliska sambil mengernyit. Anwar mengangguk mantap diikuti dengan memandang anak gadisnya penuh harap. “Well, kamu tahu kan kesepakatan Papa dengan Om Prabu. Kami ingin anak-anak kami bersatu. Dulu memang Papa menjodohkan Lina dengan Abi. Mereka mau dan mereka sama-sama tertarik,” ujar Anwar dan kemudian melanjutkan kata-katanya lagi. “Dan kau tahu kan sekarang saudaramu sudah tidak ada. Papa hanya memintamu untuk menggantikan Lina sebagai calon istri Abi. Itu sebagai hutang budi Papa pada Om Prabu. Mereka sudah banyak membantu kita Liska. Ingatlah dulu siapa yang membantu Papa bangkit kalau bukan Om Prabu!” Ucapan Anwar membuat Aliska tertunduk lemas. Ia memang sempat memikirkan hal ini akan terjadi mengingat daridulu memang sang ayah dan ayah Abiyasa menginginkan perjodohan dengan anak-anak mereka. Ternyata apa yang dipikirkan benar-benar terjadi. Aliska akan menjadi pasangan pengganti untuk Abiyasa. “Hmmm ... Papa nggak memikirkan perasaanku. Perasaan Mas Abi juga. Dia hanya cinta sama Lina bukan aku!” tandas Aliska. “Tenanglah! Lambat laun kalian akan saling suka. Apalagi kau kembaran Alina. Wajah kalian sama. Abi akan menerimamu seperti Lina. Kau juga nyaman kan di dekat Abi? Kalian sudah dekat sejak kecil. Papa harus segera mengurus pertunangan lagi untukmu dan Abi,” tegas Anwar. Mendengar ucapan Anwar, Aliska tak kuasa menahan tangis. Ia cepat-cepat mengusapnya dan berlalu meninggalkan ayahnya. Perasaan campur aduk kembali melanda hatinya. Bahagia karena sebenarnya bisa bersanding dengan Abiyasa adalah impiannya sejak dulu. Tetapi kalau harus mengorbankan kematian Alina secara tiba-tiba untuk bisa bersama Abiyasa itu adalah sebuah kejahatan. Aliska tidak menginginkan itu terjadi tapi memang takdir sudah menentukan seperti itu untuknya. Rasa memang bisa dipendam tapi takdir tidak bisa ditolak. Seharian Aliska mengurung diri di kamar. Ia masih tak sanggup menampakkan diri keluar apalagi dengan beredarnya gosip di social media mengenai ciuman panas dengan Abiyasa. Tidak ingin melihat postingan foto maupun artikel tentang dirinya dan pria itu, ia membanting ponsel ke atas ranjang. Yang kemudian diikuti dengan menelentangkan tubuhnya juga. Hingga bunyi dering ponsel terdengar dan mengagetkan gadis itu. Ia melihat layar ponsel yang tertulis: ABIYASA AIRLANGGA. Sontak ia terkejut dan bertanya-tanya mengapa Abiyasa tiba-tiba menelepon. Aliska pun menjawab telepon pria itu. “Halo ....” “Hei Lis, aku mau minta maaf atas perbuatanku semalam. Sudah menciummu di depan banyak orang. Aku benar-benar minta maaf dan tidak bermaksud apa-apa padamu,” ucap Abiyasa dengan nada bersalah. Aliska menghela napasnya perlahan. Berusaha bersikap sedatar mungkin. “Iya, Mas tidak apa-apa. Aku tahu kau sedang mabuk. Kau tidak sadarkan diri hingga menganggap aku adalah Alina.” “Sekali lagi maafkan aku ya, Liska! Gara-gara aku, kamu jadi ikut terseret gosip itu. Maaf!” seru Abiyasa memelas seraya menggaruk dahi. “Iya Mas, tidak apa-apa kok. Lupakan saja! Kita anggap saja nggak ada yang terjadi,” tegas Aliska. Abiyasa menggigit bibir bawahnya. Kemudian menghembuskan napas berat. “Liska, aku mau bilang kalau tadi pagi Om Anwar menelepon Mama. Beliau mengundangku dan Mama untuk makan malam di rumah kalian,” kata Abiyasa lirih. Aliska mematung sejenak. Berusaha tidak takjub atas ucapan Abiyasa. Memang sudah sesuai prediksi. Anwar pasti akan segera membahas pernikahan mereka berdua. “Kapan Mas?” tanya Aliska sambil mendesis. “Nanti malam jam tujuh kami akan ke sana. Kau siap-siap ya, ini sudah sore,” jawab Abiyasa sambil melirik jam tangan yang menunjukkan pukul empat sore. “Oh ya Liska, apa Om Anwar belum memberitahumu?” “Belum, Mas. Mungkin sebentar lagi. Aku seharian di dalam kamar. Makan siang pun di kamar. Tadi pagi sudah ketemu sih, tapi Papa belum membahas itu.” “Ya sudah kalau begitu. Sekali lagi maaf ya, Liska atas kejadian kemarin.” Aliska mengangguk dan kemudian menyelesaikan percakapan dengan pria itu di telepon. Entah sudah berapa kali pria itu meminta maaf padanya. Mungkin beribu-ribu maaf yang bisa membuat jantungnya berdebar tidak beraturan seperti ini. Membayangkan jika Abiyasa tiba-tiba melamarnya nanti. Ah, Aliska ... jangan terlalu jauh mikirnya! Ketemu saja belum, boro-boro lamaran. Malam sudah merangkak naik. Jam sudah menunjukkan pukul 18.30 WIB. Setengah jam lagi keluarga Abiyasa akan datang. Aliska merasa sangat gugup akan itu. Berulang kali ia melirik jam tangan. Perasaan nervous yang mendera membuat keringat dingin membasahi sekujur tubuh. Hal itu membuat Arsen terkikik. Pemuda itu sedikit menggoda kakaknya. “Sudah, Kak. Jangan terlalu nervous begitu! Mas Abi memang tampan sih tapi nanti jangan sampai bersikap memalukan!” seru Arsen yang langsung membuat wajah Aliska memerah. Wanita itu berkacak pinggang dan mencubit lengan si adik. “Ih ... enggaklah adikku sayang! Siapa yang nervous? Aku cuma penasaran mengapa Papa tiba-tiba mengundang Mas Abi dan Tante Lidya ke sini,” bantah Aliska tegas. “Iya deh, percaya deh sama kakakku yang cantik jelita ini.” Arsen berkata sambil mengerling ke arahnya. Obrolan Aliska dan Arsen harus terhenti ketika mobil Range Rover milik Abiyasa terparkir di halaman rumah Anwar. Pria itu beranjak keluar dari mobil mewahnya. Land Rover Range Rover Sport warna hitam itu membawa Abiyasa beserta ibunya yang tampil rapi dan menawan. Tampak seperti keluarga bangsawan. Sebenarnya memang bangsawan mengingat keluarga Airlangga merupakan keturunan ningrat dari Jawa Timur. Abiyasa terlihat sangat tampan bak seorang pangeran beserta ibu suri yang tengah mengunjungi putri yang akan segera dipinang. Ia datang mengenakan setelan jas slimfit berwarna dark grey, kemeja putih, dan dasi garis-garis berwarna biru tua. Sangat memikat dan memesona. Sepatu pantofel kulit warna hitam sebagai alas kaki. Dengan model rambut undercut yang terkesan rapi dan selalu menjadi favorit kaum pria semakin menambah tingkat ketampanan seorang pria. Kulitnya kuning langsat dan agak berbulu. Menyaksikan penampilan Abiyasa yang memesona itu membuat gadis itu terbius dan sedikit salah tingkah. Sedangkan penampilan Aliska malam ini lebih natural dan santai. Tidak seperti semalam saat Abiyasa berhasrat untuk memberinya ciuman. Kini ia memakai terusan selutut berwarna salem yang simple dengan model turtle neck lengan panjang. Gadis itu tetap terlihat cantik. Anwar membuka obrolan pertemuan dua keluarga itu. "Mari duduk Lidya & Abi! Maaf jika aku mendadak mengundang kalian makan malam ke sini." Lidya tersenyum manis dan mengamati Aliska yang tampak kikuk di samping Anwar. "Memang harus bertemu hari ini kan, Anwar. Lihatlah si cantik Aliska sudah cocok nih jadi menantu kesayanganku,” goda Lidya sambil mengerling ke arah Aliska. Membuat gadis itu menjadi semakin salah tingkah. Pipinya mendadak bersemu merah akibat ucapan wanita paruh baya itu. Anwar tertawa terbahak-bahak dan kemudian menatap serius Abiyasa. "Haha ... tentu saja! Om juga sudah nggak sabar ini punya menantu seperti Abi. Pria muda, tampan, kaya, dan mapan. Pasti banyak wanita yang mengejarmu.” “Enggak juga kok, Om. Abiyasa setia sama Alina. Nggak pernah menanggapi wanita-wanita itu,” ucap Abiyasa mantap. Anwar mengernyit mendengar ucapan Abiyasa. “Alina? Alina sudah meninggal.” Anwar berkata sambil mendesah sedih saat mengingat kematian tragis anak perempuannya itu. “Sudah nak, jangan mengingat-ingat Alina lagi! Biarkan dia tenang di sana. Mengenai rencana pernikahan kalian tetap harus terjadi. Om dan mamamu sudah sepakat untuk menikahkan kau dengan Aliska dua bulan lagi. Sesuai dengan rencana awal kami. Hanya saja pasanganmu kali ini adalah Aliska.” Mendengar ucapan Anwar, Abiyasa terlonjak. Sedangkan Aliska pun tersedak saat hendak menenggak orange juice yang ada di depannya. Secepat itu pernikahan mereka dengan kenyataan bahwa ia adalah pengantin pengganti untuk pria itu. Menyedihkan bagi Aliska karena akan terpaksa menikah dengan pria yang mencintai wanita lain. “Papa, Mas Abi mencintai Lina, Pa! Bukan Liska. Memaksa Mas Abi untuk menikahi Lina bukan keputusan yang bagus. Mas Abi masih bersedih,” sanggah Aliska sambil menatap Abiyasa tak tega. Lidya segera menimpali ucapan Aliska. “Tenang, Liska! Kau itu saudara kembarnya Alina. Bukan wanita asing untuk Abi. Apalagi sekarang dia sudah menjabat sebagai ketua umum partai menggantikan papanya. Dia harus segera menikah dan memiliki pendamping untuk acara-acara penting. Iya, kan?” Sejenak Abiyasa tampak gelisah mendengar ucapan ibunya. Membayangkan ia akan bersanding dengan wanita yang tidak ia cintai. Menghabiskan seluruh hidupnya dengan wanita itu, membuatnya bergidik. Meski wanitu itu memang mirip dengan wanita yang ia cintai tetapi apakah bisa menerima dan mencintainya? “Mama, apa nggak terlalu cepat pernikahannya? Abi masih sedih dan masih trauma kehilangan Lina.” Lidya menggeleng tidak setuju atas ucapan Abiyasa. “Sampai kapan kau sedih terus? Sampai karirmu hancur? Coba lihat pekerjaanmu yang sudah amburadul itu. Kau butuh pendamping, Abi. Aliska kandidat terbaik untukmu. Dua bulan lagi kalian harus menikah.Wedding Organizer tetap seperti pertunanganmu dengan Alina. Nanti Mama yang atur. Mengenai pertunangan ulang kali ini aku serahkan pada Om Anwar.” “Tenang saja untuk acara pertunangan kalian sudah aku siapkan. Minggu depan di Sofia at The Gunawarman. Aku sudah reserved untuk lima puluh orang untuk keluarga dan teman dekat saja. Sengaja di situ karena pemiliknya adalah salah satu rekan kerjaku,” ujar Anwar mantap diikuti dengan anggukan Lidya. Wow, bahkan Papa sudah menyiapkannya tanpa memberitahuku! Minggu depan kami akan bertunangan. Oh my God! Aliska mengeluh dalam hati. Masih tidak percaya kalau ia akan segera bertunangan dan menikah dengan Abiyasa Airlangga. Apakah ini yang ia inginkan? Bersanding dengan pria itu setelah kematian sang saudara kembar secara mendadak? ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD