1. Kehilangan

2411 Words
Jantung Aliska serasa berhenti berdetak. Tubuhnya lunglai tak berdaya setelah mengetahui kematian ibu dan saudara kembarnya, Alina Fayra Ibrahim pada sebuah kecelakaan tragis yang menimpa maskapai penerbangan dari kota Balikpapan menuju Jakarta. Sekilas teringat bayangan mereka berdua yang merintih kesakitan pada kecelakaan maut itu. Tak kuasa menahan bulir-bulir air mata yang jatuh ketika melihat bagian anggota tubuh mereka yang hancur saat evakuasi bangkai pesawat terjadi. Mama... Alina... Jangan pergi! Aliska menyayangi si kembar selayaknya mencintai diri sendiri. Merasa bahwa Alina adalah wanita sempurna. Gadis itu sangat cantik dengan sepasang mata yang indah dan berwarna cokelat. Berlesung pipi yang membuatnya tampil menawan. Memiliki tinggi badan semampai. Selalu tampak memesona dengan kulit putih bersih dan rambut panjang yang tergerai indah. Jika saudara kembarnya secantik itu, Aliska sedikit berbeda. Aliska dan Alina adalah saudara kembar identik. Namun jika dilihat lebih seksama, terdapat perbedaan di antara sepasang saudara kembar itu. Kedua bola mata Aliska berwarna gelap dan warna kulit setingkat lebih gelap dari Alina. Memiliki warna kulit kuning langsat dan bukan putih bersih seperti saudara kembarnya. Tidak berlesung pipi seperti dia. Terlihat sekilas bayangan di benak Aliska. “Lina, meski kita kembar tapi kita beda ya...” ucap Aliska yang langsung diikuti anggukan sang saudara kembar. “Iya. Kulit kita sedikit berbeda. Terus kamu tak memiliki lesung pipi sepertiku. By the way, lesung pipiku ini berasal dari siapa ya?” tanya Alina sembari menutup mata sambil membayangkan hal itu. Aliska sontak menjawab. “Mirip nenek dari Papa. Beliau punya lesung pipi sepertimu.” “Oh iya benar juga,” sahut Alina sembari tersenyum manis memperlihatkan lesung pipinya. Aliska pun sengaja memotong rambut agar lebih pendek dari rambut gadis itu agar tidak terlalu mirip. Terkadang ia merasa kurang nyaman disama-samakan dengan Alina. Apalagi jika ada yang membahas sifat dan kebiasaan mereka yang sangat berbeda. Jadi teringat dengan percakapan mereka saat itu. “Liska, kenapa kamu tidak memanjangkan rambut sepertiku? Aku ingin kita susah dibedakan karena terlalu mirip,” ucap Alina sambil terkekeh. “Hmmm... janganlah, terlalu mirip itu tidak baik. Nanti orang susah membedakan. Terus bisa dimanfaatkan orang lain,” jawab Aliska menolak ajakan sang saudara kembar. “Benar juga sih, okelah!” Selain menyayangi saudara kembar, Aliska juga sangat mencintai Risma, ibu yang telah melahirkan sepasang anak kembar ke dunia ini dua puluh lima tahun yang lalu. Begitu kehilangan mereka berdua yang selama ini menjadi keluarga dalam suka dan duka kehidupan. Meski terkadang yang dipikirkan Aliska bahwa sang ibu terlihat lebih sayang Alina dibandingkan dia. Ah, itu mungkin hanya perasaanku saja. Aku paham jika setiap orang tua tidak pernah membeda-bedakan anaknya. Mereka menyayangi semua anak mereka. “Sudah jangan menangis lagi! Ikhlaskan Mama dan Lina! Kau masih punya Papa dan Arsen di sini,” ucap Anwar Ibrahim, ayah si kembar seraya memberi Aliska selembar tisu saat pemakaman keduanya. Tampak raut muka kehilangan dari sang ayah. Terlihat bagaimana pria paruh baya itu berusaha untuk tegar dan menahan air mata agar tidak merebak. Aliska menerima tisu dari Anwar sembari mengangguk pelan. “Iya kak, ada Arsen dan Papa di sini. Biarkan Mama dan Kak Lina tenang di sana,” ucap adik laki-laki bernama Arsen sambil memeluknya dari samping dengan air mata menggenang di kelopak mata. Suasana haru pemakaman sontak dikagetkan dengan kedatangan seorang pria berparas tampan dan bertubuh tinggi kekar dari arah pintu masuk pemakaman. Pria itu berjalan tergesa-gesa menuju tempat Alina dimakamkan dengan berurai air mata. Tampak kesedihan mendalam dari balik iris mata yang indah. Ia adalah tunangan gadis yang telah meninggal itu, Abiyasa Bisma Airlangga. “Mas Abi …” sapa Arsen sambil mendekati tunangan Alina yang kemudian ditahan oleh Anwar. Anwar menatap Arsen datar. “Jangan ganggu Abi dulu! Biarkan dia di situ dulu. Dia masih sangat sedih,” ucap Anwar pada Arsen kemudian tiba-tiba beralih menatap Aliska dengan tatapan sedikit aneh. Yang membuat gadis itu agak terlonjak tanpa menghiraukan tatapannya. Ia paham jika sang ayah bersikap seperti itu pasti ada yang direncanakan. Entah apa itu. *** Ketika berada di pemakaman Alina dan Risma, Abiyasa berserta Lidya, ibunya terlihat sangat sedih atas kepergian mereka. Alina dan Abiyasa telah bertunangan tiga bulan yang lalu dan berencana tiga bulan lagi untuk melangsungkan pernikahan. Memang pria muda itu bagi keluarga Ibrahim sangat istimewa. Abiyasa Bisma Airlangga merupakan putra tunggal dari rekan kerja Anwar dan merupakan sahabat dari zaman masih berkuliah di Bandung. “Risma... Alina... jangan tinggalkan kami! Sebentar lagi kita akan menjadi satu keluarga,” celetuk Lidya dengan bulir-bulir air mata yang menetes. Anwar mencoba menghibur Lidya. “Sudah, jangan menangis lagi! Ikhlaskan mereka berdua ya, Lidya!” “Iya Mas, se-secepat itu kepergian mereka,” ucap Lidya bersamaan dengan sesenggukan yang keluar dari bibirnya. Kedua gadis kembar telah mengenal Abiyasa dari mereka masih kecil. Prabu Airlangga, ayah Abiyasa sering mengajak sang putra pergi ke rumah keluarga Ibrahim. Bahkan terlalu sering ke rumah mereka hingga sudah mengenal baik keluarga Anwar. Sejak Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas, mereka bertiga satu sekolah. Hanya pada saat SMP dan SMA tidak pernah bersama-sama di sekolah mengingat usia mereka yang terpaut cukup jauh yakni 4 tahun. Abiyasa mengganggap si kembar sudah seperti adik kandung sendiri. Hingga pada akhirnya ia bertunangan dengan Alina. -Tiga bulan yang lalu- “Mengapa harus menunggu tiga bulan untuk melangsungkan pernikahan kalian? Mengapa tidak bulan depan saja? Biar Mama dan Tante Lidya yang mengurus semuanya,” ucap Risma setelah bubarnya acara pertunangan Alina. Alina menatap ibunya lembut. “Ma, Alina masih punya kontrak yang belum selesai dengan salah satu PH. Kontraknya baru selesai bulan depan. Masih mau fokus menyelesaikan itu dulu. Kan Mama tahu setelah jadi istri Mas Abi, Lina mau pensiun dari kerjaan Lina.” Gadis itu menjawab mantap dengan mata berbinar. “Ya sudah kalau begitu, Mama hanya tak sabar jadi besan Om Prabu dan Tante Lidya. Tapi sayangnya Om Prabu tak bisa melihat pernikahan kalian nanti.” Risma mendesah sedih saat mengatakannya mengingat Prabu memang sudah meninggal tiga tahun yang lalu. Alina memegang bahu Risma sembari mengurai senyuman manis. “Iya Ma, ya sudah aku balik ke kamar dulu ya. Mama sama Liska dulu….” Gadis itu berlalu menyusup ke dalam kamar. Ia sangat lelah dengan acara pertunangan hari itu yang super padat. Apalagi profesinya sebagai seorang artis film tanah air. Sudah dua tahun ia menjalani profesi itu. Sangat cantik, memikat, dan memesona. Tak heran banyak orang yang tergila-gila terutama Abiyasa. Alina sangat sempurna untuk menjadi istri seorang pria yang juga terkenal sebagai orang penting di Jakarta. Pria itu baru berusia 29 tahun dan sudah menjadi Ketua Umum sebuah Partai Politik untuk menggantikan posisi sang ayah yang meninggal tiga tahun yang lalu. Teringat akan pesan Lidya saat itu. “Abi, kau harus menjaga amanat Papa saat menjabat sebagai ketua umum partai!” pesan Lidya pada sang anak. Abiyasa mengangguk sambil mengecup telapak tangan sang ibunda. “Iya Ma, pasti. Abi akan mewujudkan impian Papa untuk menjadi seorang pemimpin,” tegas Abiyasa. Sementara itu, kehidupan Alina sebagai seorang artis film terkenal berbanding terbalik dengan Aliska. Ia bukan artis film seperti saudara kembarnya. Selama dua tahun bekerja sebagai English Teacher di salah satu kursus Bahasa Inggris terkemuka di Jakarta. Pendidikan kedua gadis kembar di sekolah dan kampus yang sama. Mereka berkuliah di Melbourne University, Australia. Aliska jurusan sastra dan bahasa sedangkan Alina jurusan seni. Anwar tidak pernah melarang mereka untuk memilih jurusan perkuliahan. Minat Aliska di Bahasa Inggris sedangkan Alina di dunia seni peran. Alina memiliki kepercayaan diri yang tinggi sedangkan Aliska tidak seberani Alina untuk berbicara di depan umum maupun di depan kamera. Hanya mengajar di depan murid-murid yang usianya lebih muda yang membuatnya berani tampil. Ia termasuk pendiam. Alina itu cantik dan sempurna. Tampil memukau di depan banyak orang. Sedangkan aku? Hanyalah gadis biasa yang penakut. Kalimat-kalimat tersebut yang selalu terngiang-ngiang di benak Aliska. Menjelaskan perbedaan antara dirinya dan sang saudara kembar. Pada pesta pertunangan Abiyasa dan Alina terlihat raut muka bahagia pada wajah mereka. Pesta pertunangan yang mewah dan sempurna. Beberapa orang penting hadir dan rekan selebriti sang artis yang berbondong-bondong hadir pada pesta pertunangan yang diselenggarakan di salah satu hotel berbintang lima di Jakarta. Acaranya diadakan di rooftop Westin Hotel Jakarta dengan pemandangan spektakuler kota Jakarta dari ketinggian 308 meter yang merupakan hotel tertinggi di Indonesia. Funtastic! Alina tampak sangat cantik dengan balutan gaun malam yang simple namun elegan. Gaun malamnya berwarna silver dengan berhiaskan kristal-kristal Swarovski di bagian d**a dan bahu. Modern striped silhoutte mermaid gown with longsleeve full beads on the sheer tulle dress. Gaun yang sungguh cantik dan glamour. Apalagi ketika gadis itu mengenakannya benar-benar layaknya seorang princess. “Kau selalu tampak cantik. Aku beruntung punya bidadari secantik kamu,” bisik Abiyasa di telinga sang tunangan. Membuat wajah gadis itu memerah dan membalas pujian sang calon suami. “Thank you. Kau juga sangat tampan dengan setelan jasmu.” Pujian dari Abiyasa mengenai gadis itu memang benar adanya. Alina tampak memukau. Kulitnya yang putih bersih terlihat bersinar di antara sorot lampu pesta. Riasan yang terukir di wajah gadis itu terlihat cantik dan natural. Memilih berdandan soft make up dengan pewarna bibir warna soft pink dan ombre lips. Karena tidak menyukai gaya sanggul rambut, Alina memilih menggunakan gaya rambut half updo pada rambutnya. Dengan memakai gaya kepang tousled braid yang terkesan messy dan bervolume pada rambut panjang dan tipis. Sungguh cantik dan anggun. Sosok cantik dan berkelas dari seorang Alina membuat seluruh mata di pesta tertuju kepadanya. Tak terkecuali Abiyasa Bisma Airlangga yang begitu terpesona dan tergila-gila dengan calon istrinya, Alina Fayra Ibrahim. “Alina sayangg… aku sudah tidak sabar untuk menjadi suamimu,” bisik lembut Abiyasa pada sang tunangan ketika Abiyasa memakaikan cincin pertunangan mereka. Muka gadis itu bersemu merah kekika memandang calon suaminya itu. “Aku juga tidak sabar untuk menjadi istrimu,” balas Alina dengan mata berbinar. Abiyasa tampak sangat tampan dengan jas silver mewah yang dikenakan. Yang ia tahu tidak ada barang yang tidak bermerk di tubuh Abiyasa. Dari ujung kepala hingga kaki semuanya adalah barang mewah. Kedua pasangan ini lebih cocok disebut sebagai pasangan sultan masa kini. “Terima Kasih untuk malam ini, Mas… Aku sangat bahagia…” ucap Alina lagi pada Abiyasa yang kemudian dikecup keningnya lalu disusul dengan tangan Alina yang digenggam erat oleh pria itu. Mereka benar-benar jadi pasangan berbahagia malam itu. Yang mereka tidak sadari bahwa kebahagiaan itu hanya sesaat. Abiyasa tidak berjodoh dengan Alina. ****** Kabut duka pasca kematian Alina terlihat jelas dari raut muka Abiyasa Airlangga. Berhari-hari dilaluinya dengan kesedihan yang mendalam. Tidak fokus dalam bekerja dan lebih banyak merenung dan melamun. Benar-benar hancur hatinya dan pernikahan yang sudah tinggal di depan mata. Sering mengalami mimpi buruk dan membuatnya semakin terluka. Terluka sepeninggal wanita yang sangat berarti bagi pria tampan itu. Sabtu Malam yang kelabu. Kelabu untuk Abiyasa yang biasanya melewatkan Saturday Night bersama Alina dengan sebuah dinner romantis di sky restaurant di Jakarta. Sering kali mereka melewatkan bersama dan absen hanya ketika Alina ada syuting mendadak di hari itu. Bagaimana dengan sekarang? Abiyasa hanya mematung sendiri. Menghabiskan malam minggu yang sangat menyedihkan. Hanya ditemani dengan segelas wiskey di tangan kanannya. Malam ini memang dia ingin mabuk. Melupakan sejenak kesedihan mendalam yang membelenggu dirinya. Sayang ... andaikan saja kamu ada di sini... aku akan sangat bahagia dan takkan membiarkanmu lepas lagi.... Bayangan Abiyasa tentang kerinduan pada sosok Alina lantas terbuyarkan saat melihat seorang gadis cantik yang barusan datang dari pintu masuk restoran yang kemudian duduk di seberang ujung tempat Abiyasa berada. Ia datang dengan beberapa teman wanita dan sepertinya akan merayakan ulang tahun salah satu dari mereka. Gadis itu memang berwajah seperti Alina. Siapa lagi kalau bukan Aliska Fayza Ibrahim. Aliska bertemu dengan tiga orang teman wanita yang salah satunya sedang berulang tahun. Hari ini hari pertama gadis itu keluar dari rumah pasca kematian Alina dan Risma dua minggu yang lalu. Terpaksa untuk menghadiri acara ulang tahun. Khusus malam ini Aliska berdandan dengan cantik dan anggun sesuai dresscode ulang tahun sahabatnya. Ketika Aliska berdandan seperti ini malah menunjukkan ia semakin mirip sang saudara kembar, Alina Fayra Ibrahim. “Eh Marsha… Kenapa harus pake dresscode cantik seperti ini sih? Kenapa nggak casual saja? Bukan kayak aku,” ucap Aliska sambil menatap agak kurang nyaman atas penampilannya malam ini. Marsha terkekeh. Ia lantas tersenyum kecil sambil mengedipkan sebelah matanya pada Aliska. “Hei, kamu itu cantik, Liska! Selama ini selalu kamu tutupi kecantikanmu dengan berdandan biasa saja.” Marsha mendengkus agak kesal. Aliska menunduk sambil menelan ludah. “Kalau aku seperti ini bagaikan kloningan dari Alina sembilan puluh sembilan persen! Aku nggak suka itu!” Abiyasa berdecak kagum saat mengamati Aliska yang hanya berjarak dua meter dari tempatnya berada. Senyuman penuh kerinduan terukir di wajah sang pria tampan. Membayangkan gadis itu adalah Alina. Pria itu dalam keadaan mabuk dan tak dapat berpikir kalau gadis itu adalah Aliska bukan Alina. Lantas Abiyasa segera beranjak dari tempat duduk. Ia berdiri sambil meminum lagi gelas wiskey yang ada di sampingnya. Berlanjut menghampiri gadis cantik di seberang meja. Aliska masih belum mengetahui ada Abiyasa di sana hingga tangan kanan kokoh menarik tangannya secara tiba-tiba. Sontak membuat Aliska terkejut dan menatap pria itu penuh tanya. Aroma tubuh maskulin sang pria tampan sempat dirasakan Aliska. Parfum Abiyasa begitu kuat dan memikat. Membuat Aliska seakan melayang dan terbius oleh seorang pria di depannya itu. “Mas A—“ Belum sempat Aliska melanjutkan kata-katanya, Abiyasa mengangkat dagu gadis itu dan kemudian mengunci bibir merah merekah Aliska dengan sebuah ciuman. Pria tampan itu mendaratkan sebuah kecupan lembut yang segera berubah menjadi ciuman panas yang menuntut. Aliska terkejut bukan main melihat mantan calon suami sang saudara kembar tiba-tiba menciumnya di depan umum. Membuat seluruh mata tertuju pada mereka berdua. Tak terkecuali teman-teman Aliska yang melihat kejadian itu dengan bibir terbuka. Selama beberapa detik mereka berciuman. Sampai Aliska tersadar dan .. PLAKKK... Aliska menampar wajah Abiyasa. Ciuman mereka pun terhenti. Abiyasa menatap gadis itu bingung dengan tangan kanan yang memegangi pipinya. “Masss... kau mabuk! Aku bukan Alina!!” teriak Aliska sambil menitikkan air mata. Yang kemudian ia berlalu meninggalkan pria itu di sana. Aliska berlalu diikuti teman-temannya. Sementara Abiyasa masih di sana sambil memegang kepala untuk mencerna apa yang dikatakan Aliska tadi. Hingga tak menyadari akibat minumnya yang terlalu banyak tadi membuat badannya ambruk. Ia tergeletak tak berdaya di atas lantai restoran. Kejadian mengejutkan tadi tanpa disadari merupakan bahan sasaran yang telah dinanti-nanti oleh paparazi mengingat Abiyasa adalah salah satu orang penting di negeri ini. Ada yang mengabadikan momen-momen dramatis tadi melalui ponsel. Abiyasa dan Aliska harus siap menerima kenyataan untuk melihat wajah mereka menjadi konsumsi publik. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD