3. Hari Pertunangan Itu Tiba

2212 Words
Jika aku bisa memilih antara menikah dengan Mas Abi atas kematian Alina atau Alina masih hidup dan harus merelakan Mas Abi untuknya, aku akan memilih apa? Tentu saja aku memilih Alina masih hidup. Membiarkan pria itu bersamanya karena rasa yang kupendam pada Mas Abi takkan bisa menggantikan posisi Alina di hatinya. -Aliska Fayza Ibrahim- Seminggu telah berlalu sejak Anwar dan Lidya mengungkap rencana pertunangan Abiyasa dengan Aliska. Kehidupan di keluarga Ibrahim sudah sangat sibuk ditambah sudah tak ada lagi almarhumah Risma yang sebelum ini menjadi seksi sibuk pada setiap acara keluarga itu. Aliska mendesah frustasi mengingat nanti malam merupakan acara pertunangannya dengan Abiyasa. Suasana hati yang terasa menyesakkan dan justru membuatnya bingung. Sebenarnya ia mengharapkan acara itu atau tidak. Di satu sisi hatinya bersorak ria karena akan menikah dengan pria itu. Dan di lain sisi tidakkah pernikahan ini hanya sebagai ambisi orang tua mereka semata. Tak ingin memikirkan itu lagi, Aliska menatap dirinya di depan cermin. Menyaksikan dirinya dengan balutan gaun malam berwarna merah maroon yang sangat cantik dan anggun. Riasan wajah dan rambut sudah selesai tertata rapi. Ia sekilas mengamati tubuh ramping dan membuat kesimpulan jika dirinya sangat mirip dengan Alina saat berdandan cantik seperti ini. Hal itu membuatnya muak karena akan mengingatkan Abiyasa pada saudara kembarnya. Seperti malam itu yang dipikirkan oleh pria itu adalah Alina bukan Aliska. Hatinya pasti akan sakit dan mungkin menjadi suatu pertanda jika penderitaan baru dimulai. “Sudah cantik kok, Non ... mari bergegas ke depan! Sudah ditunggu oleh Tuan Anwar,” kata Sani, asisten rumah tangga keluarga Ibrahim. “Iya, Bik… aku keluar dulu ya.” Aliska berkata sambil meraih clutch dan ponsel di atas nakas kamarnya. Ia pun melenggang keluar kamar menuju halaman rumah. Sesampainya di halaman depan rumah, Aliska mendapati seorang pria paruh baya yang telah ditugaskan Abiyasa untuk mengantarnya ke lokasi pertunangan mereka. Sopir pribadi keluarga Airlangga tentunya. “Sudah siap berangkat, Non?” tanya pria paruh baya tersebut. Aliska mengangguk. “Iya Pak, sudah bisa berangkat sekarang.” Mobil sedan Porsche Panamera berwarna putih yang membawa calon tunangan Abiyasa Airlangga pun melaju dengan cepat. Melintasi jalanan ibukota Jakarta yang padat merayap. Hingga mobil sedan mewah itu sampai pada sebuah bangunan bergaya klasik Eropa di bilangan Jakarta Selatan. Sofia at The Gunawarman merupakan restoran klasik yang melengkapi keberadaan hotel mewah The Gunawarman yang dibangun bergaya Eropa dan diperuntukkan bagi kaum sosialita kelas atas negeri ini. The Gunawarman diperumpamakan ‘sosok maskulin yang berselera tinggi dan penuh wibawa’ sedangkan Sofia seakan ‘wanita elegan’ yang melengkapinya. Perfect! Tampak sempurna untuk Aliska dan Abiyasa. “Welcome to Sofia at The Gunawarman!” sapa beberapa pelayan saat Aliska baru datang di restoran itu. Saat memasuki restoran itu, nampak terkesan grandeur di bagian ruang makan. Terdapat langit-langit tinggi, jendela klasik dan perabotan antik. Ambience ala restoran legendaris di Eropa. Restoran pun telah dihias dengan berbagai attribut pesta pertunangan Abiyasa dan Aliska. Terlihat sangat indah dan mewah. Sungguh tampak seperti pesta orang kaya raya. "Liska, ayo duduk di sini!" panggil Lidya ketika melihat Aliska telah datang beserta keluarganya. Gadis itu bergegas menuju kursi yang telah disiapkan dan seketika jantungnya berdegup kencang saat menyaksikan Abiyasa tengah menatapnya penuh arti. Pria itu terlihat sangat tampan dan memesona dengan setelan jas mewah. Bak pangeran dari negeri dongeng yang tengah berdiri menanti kedatangan seorang putri. "Aliska sayang, kau cantik sekali hari ini. Coba liat, Abi sampai tak berkedip melihat kamu,” bisik Lidya menggoda calon menantunya itu. Hal itu membuat Aliska tampak canggung. "Tante bisa saja. Liska malu,” sahut Aliska dengan wajah memerah. Lidya terkekeh saat mendengarnya. Aliska mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru restoran. Tampak beberapa kolega dari Abiyasa dan Anwar terutama Abi mengingat ia adalah salah satu orang yang berpengaruh di negeri ini. Bahkan gadis itu mendapati beberapa selebriti tanah air yang telah terjun di dunia politik. Hal itu mengingatkan pada pesta pertunangan Alina tempo lalu yang dipenuhi rekan selebritas. Dari undangan Aliska sendiri, ia hanya mengundang beberapa teman terdekatnya. Mereka semua hadir tak terkecuali Marsha yang selalu menjadi sahabat terbaik Aliska. Marsha melambaikan tangan ke arah sahabatnya itu diikuti dengan senyum mengembang dari keduanya. Aliska pun menghampiri wanita berambut pendek itu. “Sha, makasih ya sudah mau datang ke acaraku,” ucap Aliska sambil memeluk hangat Marsha. “Pacar kamu dimana? Daritadi aku tak melihatnya.” “Kami sudah putus!” Marsha menjawab sambil mendengkus. “Lho, kenapa? Kalian kan mau bertunangan?” tanya Aliska dengan mata terbelalak. “Panjang ceritanya. Nanti saja kalau kau sudah masuk kerja akan kuceritakan. Oh ya Liska, Kenapa teman-teman JEC yang kamu undang hanya sedikit? Mister Bona nggak kamu undang?” Aliska menggeleng sambil mengubah posisi duduknya sehingga terlihat kakinya yang jenjang. “Aku sengaja tak mengundang banyak orang di kantor karena pertunanganku ini, kan mendadak. Nanti saja saat acara pernikahanku, aku mengundang beberapa orang lagi.” “Hmmm.. Kamu tahu nggak, Mister Bona shock berat waktu tahu kalau kamu mau menikah,” cerita Marsha antusias. Aliska tertawa geli. “Ah, Marsha, kamu terlalu melebih-lebihkan. Mister Bona itu pimpinan kita, CEO kita. Nggak ada hubungannya harus shock gara-gara aku mau nikah.” “Sumpah, Liska! Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri. Raut mukanya kayak kaget banget. Aku jadi curiga—“ Belum sempat Marsha melanjutkan ucapannya, Abiyasa memberi aba-aba untuk menyuruh sang calon istri agar segera kembali karena acara pertunangan akan segera dimulai. “Ya sudah, aku balik dulu ya, nanti kita lanjutkan lagi obrolan kita!” sahut Aliska sambil mengedipkan mata pada Marsha. Ia pun kembali duduk di samping Abiyasa. . Dan acara pun dimulai, kedua pasangan yang bertunangan melirik ke arah master of ceremony (MC) yang memandu acara pertunangan mereka. Kali ini yang menjadi MC merupakan MC tetap pada setiap acara yang diselenggarakan oleh kantor Abiyasa. Serangkaian acara dimulai dengan pembukaan dan perkenalan kedua belah keluarga. Hingga menuju ke acara inti pertunangan. “Bapak, Ibu, dan tamu undangan yang berbahagia, izinkanlah kami memasuki acara selanjutnya yakni sambutan dari kedua belah keluarga. Waktu sepenuhnya kami persilahkan.” Menanggapi ucapan MC, pria paruh baya selaku pihak dari laki-laki meraih mikrofon di depannya. “Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh… saya selaku paman dari keponakan saya ananda Abiyasa Bisma Airlangga bermaksud hendak melamar adinda Aliska Fayza Ibrahim pada sebuah ikatan pernikahan sakral yang akan berlangsung pada hari Minggu, 14 Februari 2021,” cetus pria yang diketahui bernama Raden Airlangga itu. Mendengar pernyataan dari Raden, sontak membuat Aliska tercengang. Ia mulai mengatur napasnya perlahan. Mencoba memahami apa yang baru saja ia dengar. “Mohon maaf, ada yang mau saya tanyakan,” sela Aliska seraya menatap Raden bingung. “Perihal waktu pernikahan kami. Setahu saya pernikahan kami akan diselenggarakan pada bulan Maret, mengapa bisa disebutkan akan terjadi pada bulan Februari?” Lidya langsung menjawab pertanyaan calon menantunya itu. “Aliska sayang, memang waktu pernikahan kalian akan dimajukan mengingat jadwal Abi yang sangat padat tahun ini. Waktu longgarnya hanya bulan depan. Maaf jika baru memberitahumu sekarang.” Ucapan sang calon ibu mertua membuat Aliska takjub. Ia merapatkan bibir seraya mendesah. Waktu pernikahannya akan menjadi semakin dekat. Rencana yang serba mendadak merupakan kenyataan yang harus ia alami. Hingga acara pun berlangsung dengan lancar dan khidmat. Abiyasa meraih jemari tangan calon istrinya dan menyematkan cincin berlian Cartier yang sangat cantik bertabur permata di jari manis wanita itu. Begitu pula dengan Aliska yang kemudian menyematkan cincin pertunangan bermerk serupa yang plain dan simple untuk lelaki itu. Hal itu menunjukkan jika saat ini mereka berdua telah resmi bertunangan dan siap menuju sebuah ikatan pernikahan. *** Sehari setelah acara pertunangan merupakan hari pertama Aliska untuk kembali bekerja. Selama ini ia sudah menghabiskan sisa cuti tahunan selama dua minggu. Dan mungkin akan menjadi hari-hari terakhirnya bekerja sebelum menjadi istri seorang ketua umum partai. Tebakannya adalah Abiyasa akan melarangnya untuk bekerja dan akan disibukkan oleh kegiatan suaminya di dunia politik. Sama seperti Alina yang juga berniat meninggalkan pekerjaannya sebagai seorang artis. Merasa sudah siap berlalu, Aliska melangkahkan kaki menuju garasi mobil. Mengenakan high heels by Christian Louboutin berwarna hitam mengkilat setinggi sepuluh sentimeter. Ia melangkah anggun dengan aroma parfum Dior yang menguar. Memperlihatkan kaki jenjang dan mulus seperti marmer. Seketika langkahnya terhenti saat menyaksikan apa yang ada di depannya. Aliska terperanjat ketika melihat mobil mewah yang belum pernah ia lihat sebelumnya telah terparkir di halaman rumah. Mobil sedan keluaran terbaru dari Italia yakni Maserati Quattroporte seharga lima milyar dan berwarna hitam tengah menyambutnya. Menampakkan pria jangkung bertubuh kekar dan berjambang tipis seraya membuka pintu mobil. “Surprised! hari ini aku yang mengantar kamu kerja ya, Liska,” pinta Abiyasa Airlangga sambil mengulurkan tangan dan seketika membuat Aliska mengernyit. “Mas Abi … tak perlu repot-repot menjemputku. Aku pasti nanti menganggu kesibukan Mas Abi. Aku bisa berangkat sendiri.” Abiyasa menggeleng pelan. “I am free today. Tidak repot. Aku cuma mau mengantarmu sekalian mau memberikanmu ini,” tukas pria itu sembari menyodorkan setumpuk undangan pernikahan. Aliska menerima tumpukan undangan pernikahan mereka itu. Lantas membolak-balik undangan itu seakan bermimpi jika ia akan menjadi istri Abiyasa Airlangga dalam waktu dua bulan lagi. “Wow, semua undangannya sudah selesai dicetak semua ya, Mas?” tanyanya dengan mata membelalak. “Iya, Mama yang mengurus semuanya. Aku hanya terima jadi. Kau bisa ambil dan bagikan pada teman-temanmu di kantor.” Aliska mengangguk setuju. Sejenak ia tertegun dan ingin menyampaikan pertanyaan yang selalu mengganggu pikirannya akhir-akhir ini. “Mas, apa aku boleh bertanya?” “Of course … what is it?” tanya Abi dengan raut muka antusias. “Mengapa kau mau menikahiku secara mendadak seperti ini? Mengapa kau setuju?” Aliska bertanya dengan tatapan mata menuntut untuk diberi penjelasan. Pembuluh darah tampak tegang di sekitar lehernya dan menunjukkan ekspresi wajah yang mengeras. Rasa cemas terlukis di wajahnya. Ia menatap lekat sang calon suami. Abiyasa tersenyum tipis sambil meletakkan kedua tangan di bahu Aliska. “Aku ingin menjalankan amanah Papa dan Mama untuk bersatu dengan keluarga Ibrahim.” “T-tapi kita tidak saling mencintai, Mas!” Aliska berucap sambil mendengkus. Mendengar ucapan Aliska, pria itu terdiam sejenak kemudian melanjutkan pembicaraan mereka. “Aku sudah lama mengenalmu dan aku merasa nyaman bersamamu. Jika dengan kita menikah adalah keputusan yang terbaik, kenapa harus menolak,” pungkas Abiyasa mantap. Aliska mendesah kemudian mengangguk pelan. Mencermati wajah pria itu dengan seksama. Membayangkan seperti apa kehidupan mereka setelah menikah nanti. Hingga lamunan tentang itu harus berakhir ketika Abiyasa menarik tangannya agar segera masuk ke mobil. Abiyasa melanjukan mobil sedan mewah itu sambil sesekali mencuri pandang ke arah Aliska. Dan tak lama kemudian ia meletakkan tangan kirinya di atas tangan wanita itu selama perjalanan. Membuat Aliska tampak salah tingkah dan kemudian mengatur napas perlahan akibat sentuhan tangan pria tampan itu. “Mas—“ Belum sempat Aliska berucap, Abiyasa segera memotong ucapannya. “Liska, izikankan aku seperti ini ya,” pinta lelaki itu dengan mata berbinar. “Rencana pernikahan kita yang mendadak ingin membuatku semakin mengenalmu lebih dalam. Menggenggam tanganmu seperti ini membuatku merasa sangat nyaman … dan mungkin akan menjadi salah satu cara agar aku tak merasa kehilangan lagi.” Ucapan Abiyasa sontak membuat Aliska terkesiap. Ia tengah mencerna ucapan pria itu dan bertanya-tanya apakah pria itu sudah mulai menerima kehadirannya sebagai calon istri atau tidak. Ataukah hanya pelampiasan rasa rindu pria itu pada Alina. Aliska tak tahu. Selama di perjalanan, Abiyasa tetap menggenggam tangan calon istrinya dan sesekali meremas tangan wanita cantik itu. Yang lantas membuat hati Aliska bersorak dan tersipu. Mengakibatkan wajah wanita itu memerah atas perlakuan Abiyasa. Mereka berdua pun bergeming saat menyusuri jalanan kota Jakarta. Beberapa menit kemudian, mereka pun sampai di sebuah kantor bertuliskan Jakarta English Course (JEC) yang berlokasi di Menteng, Jakarta Pusat. Aliska pun turun dari mobil sambil meraih handbag Coach yang bertengger di atas dashboard mobil calon suaminya itu. “Mas, terima kasih sudah mengantarku hari ini. Aku kerja dulu ya, Mas,” sahut Aliska sambil tersenyum manis di depan Abiyasa. “Sama-sama, Liska. Mulai hari ini jika aku tidak sibuk, aku yang akan antar-jemput kamu saat bekerja. Undangan pernikahan kita ditaruh di sini dulu saja ya, nanti kamu ambil waktu aku sudah mengantarmu pulang,” ucap Abiyasa seraya melirik setumpuk undangan di jok mobilnya. Aliska menggangguk perlahan kemudian bergegas meninggalkan pria itu untuk bekerja. Wajahnya tampak berseri-seri saat melangkah masuk ke dalam kantor JEC. Jantungnya berdebar setiap kali berada di dekat Abi. Ia pun melenggang cantik memasuki kantornya. Saat Abiyasa siap mengemudikan mobil, tiba-tiba ada panggilan masuk dari ponselnya. Ia pun segera mengangkat ponsel. “Halo, Ma!” sapa Abiyasa. “Bagaimana, Abi?” tanya Lidya penasaran. “Abi sudah melakukan semua yang Mama suruh. Liska sudah masuk kantor dan nanti Abi akan mengantarnya pulang,” jawab Abiyasa santai. Mendengar ucapan sang anak, Lidya tersenyum lega. “Baguslah, Mama senang mendengarnya. Konsisten ya, Abi! Sering-seringlah bersama Aliska. Dia yang akan menjadi pendampingmu. Dia adalah takdirmu. Jangan lupa itu! Oh iya, jangan lupa mengajaknya makan siang!” “Iya, Mama. Nanti akan Abi ajak untuk lunch. Jangan khawatir!” seru Abiyasa sambil mengakhiri telepon. Abiyasa lantas melajukan mobilnya dengan kecepatan medium. Menghilang dari kantor calon istrinya itu. Sementara Aliska memasuki kantornya dengan hati berbunga-bunga. Tak mengetahui jika sikap Abiyasa hari ini hanya atas perintah Lidya. Bukan karena kemauannya sendiri. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD