Part 12

1382 Words
 Jaden melepaskan tangan pria dengan kasar hingga adu tatap mata kini terjadi antara Jaden dan pria yang bernama Samuel itu, Jaden kemudian menggapai tangan Jennie dan berusaha meninggalkan tempat itu, Namun sebelum itu Samuel menahan tangan Jaden akan tetapi Jadeb menangkisnya dan memberikan tatapan mata yang mengerikan sehingga membuat Samuel tak dapat berkutik lagi. Akhirnya mereka berdua pergi begitu Jennie telah selesai mengambil tote bag miliknya.   Begitu Jennie dan Jaden keluar dari tempat itu seseorang tiba-tiba muncul dari belakang dan memanggil Jaden dengan nada tinggi yang membuat langkah Jaden kembali terhenti, Jennie melirik Jaden yang berbalik ke arah pria yang mengejar mereka barusan.   " Mau kemana kau.!!! " Sentak pria yang tak lain adalah manajer di Bar tersebut.   " Tentu saja pergi. " Jawab Jaden ringan.   " Apa yang kau lakukan pada tamu VIP kita? Kau tahu kan dia pelanggan yang paling penting di sini.!! " Sahut pria itu lagi.   " Aku keluar. " Lanjut Jaden sambil melepas topi serta name tag pada kemejanya, Ia melempar benda itu di hadapan Pria yang saat ini membeku keheranan.   " Aku minta gaji ku bulan ini di transfer segera atau aku akan melaporkanmu pada polisi karena pekerjaan gelap yang kau lakukan tiap malam, kau mengerti apa maksudku kan.? " Ucap Jaden tegas sehingga membuat pria itu lagi-lagi membisu.   Jaden meraih tangan Jennie dan berlari meninggalkan tempat itu menuju suatu tempat yang masih belum mereka ketahui. Jennie dapat melihat punggung Jaden saat mereka berlari menelusuri jalanan yang nampak kosong saat itu, Entah apa yang membuat Jennie sampai terbawa suasana sehingga senyuman manis di bibirnya terlihat dengan jelas.   Setelah berlari cukup jauh dari tempat barusan, Jaden menghentikan langkahnya diikuti oleh Jennie, keduanya nampak kelelahan dengan nafas yang tersengal-sengal, Jaden menyuruh Jennie untuk duduk selagi dirinya pergi ke suatu tempat dan tak lama kemudian ia kembali dengan dua kaleng minuman dingin yang di berikan kepada Jennie satu.   " Terima kasih." Ucap Jennie setelah menerima minuman kaleng tersebut.   Bunyi suara kaleng soda yang terbuka terdengar sangat jelas, Malam sudah semakin dingin karena mereka habis lari-larian maka Jaden sengaja membeli minuman dingin itu. Jennie bingung harus memulai pembicaraan seperti apa, Ia takut kalau Jaden tidak mengenalnya jika harus sok akrab dengannya dan dia juga tidak mungkin langsung mengatakan kalau dirinya sudah kenal Jaden.   " Tadi itu siapa.? " Tanya Jaden yang memecah keheningan.   " Yang mana? " balas Jennie kembali bertanya.   " Mereka, Gadis yang bersamamu datang dan pria yang hampir memukulmu itu.? " Lanjutnya seketika membuat Jennie paham.   " Gadis itu pacarnya saudaraku, Aku kaget setelah mengetahui kalau ternyata dia masih mengkhianatinya, tapi aku merasa lega karena akhirnya aku tahu kalau dia memang bukanlah gadis terbaik untuknya dengan begitu aku bisa meyakinkannya untuk segera mengakhiri hubungan bodoh itu. " Jawab Jennie terdengar senang.   Jaden hanya diam tak memberikan respons selanjutnya sehingga membuat suasana pada malam itu kembali canggung, diam-diam Jennie melirik Jaden yang menunduk dengan tatapan yang sulit di artikan.   " Ngomong-ngomong kenalin, Aku Jennie." Ucapnya sambil menyodorkan tangan.   " Aku sudah tahu. " lontar Jaden membuat Jennie terkejut, kedua bola matanya membulat sempurna serta memancarkan emosi yang tak dapat di gambarkan lagi.   Jaden bangkit dari kursinya dan menghentikan sebuah taksi yang lewat, Ia berbalik ke arah Jennie yang masih melongo dengan jawaban Jaden barusan.   " Kau harus pulang, Ini sudah malam, Maaf kalau aku hanya bisa mengantarmu sampai di sini." Lontar Jaden menghentikan lamunan Jennie.   Jennie bangkit dari tempatnya dengan terpaksa kemudian menghampiri Jaden yang sudah membukakan pintu taksi untuknya, Jennie pun segera masuk ke dalam taksi itu dan sedikit membuka jendela sembari mengucapkan terima kasihnya lagi pada Jaden, Pria itu hanya mengangguk pelan dan taksi pun berjalan meninggalkannya. Ketika Jaden hendak pulang ia tak sengaja mendapati tote bag milik Jennie yang tertinggal, dan saat ia berniat memanggilnya tapi sayang taksi itu sudah menghilang.                                                   ♛     Sepanjang jalan Jennie terlihat kebingungan merasakan emosinya saat ini antara sedih dan bahagia, seketika Jennie menyesal karena tidak bisa berbicara dengan Jaden lebih lama. Saat taksi yang di tumpangi nya sudah tiba di apartemen, Jennie pun segera turun dan berjalan memasuki pelataran dengan wajah tertekuk lesu. Tiba-tiba saja seseorang datang menghampirinya dan memeluknya dengan erat membuat Jennie kaget seketika.   " Syukurlah kau pulang dengan selamat, Kau tidak kenapa-napa kan.? " Tanya Joshua setelah melepas pelukannya dan menatap Jennie lekat-lekat.   " Aku baik-baik saja jangan lebay. " Jawab Jennie dingin.   " Apa yang di katakan Sena padamu.? " Lanjutnya.   " Dia bilang padaku kalau kau pulang secara tiba-tiba saat kalian hendak makan malam bersama, aku sudah menghubungimu tapi kau tidak mengangkatnya." Jelas Joshua sukses membuat Jennie jengkel.   " Kau sudah membuat sebuah rencana yang sangat buruk, aku tidak habis pikir kau akan melakukan hal ini padaku. " Lontar Jennie membuat Joshua heran mendengarnya.   " Apa maksud mu, kenapa mood mu semakin buruk setelah pergi bersama Sena.? "   " Lupakan soal itu, Aku ingin kamu dan Sena segera putus.! " Lanjut Jennie menegaskan tiap kata yang keluar dari bibirnya.   " Kenapa? Bukannya dia sudah baik mengajak mu jalan-jalan, Apa itu tidak cukup untuk mu dekat dengannya.? "   " Dekat katamu? Yang ada aku tahu kalau ternyata dia tidak serius balikan denganmu, Aku lihat sendiri dia bersama pria lain dan terlihat sangat dekat, Pria itu bahkan bukan mantan pacarnya yang dulu, Sena itu."   " Cukup.!!!! " Sentak Joshua membuat ucapan Jennie terputus.   " Kau membentak ku demi gadis itu, Oke.., kalau kau tetap ingin bersamanya Mulai detik ini aku tidak peduli lagi dengan hubunganmu atau apapun yang menyangkut tentang dirimu." Jennie berlalu meninggalkan Joshua yang tampak kebingungan harus bersikap seperti apa.   Setibanya di kamar, Jennie membanting pintu dengan keras kemudian merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, berdebat dengan Joshua barusan seakan menguras tenaga dan pikirannya membuat Jennie seperti terbakar oleh emosi. Pikirannya melayang pada kejadian di bar tadi semakin di ingat rasanya membuat Jennie muak dan ingin melenyapkan Sena dari hidup Joshua, Melihat Joshua yang bersikap seperti itu semakin membuat Jennie emosi.   Bayangan Jaden berhasil membuat emosi Jennie kembali stabil, Jika di pikir-pikir Jennie punya hutang bersalah pada Jaden karena telah membantunya keluar dari pertikaian hingga pekerjaannya di tinggal dan itu semua demi dirinya, Jennie bangkit dan memegangi wajahnya yang terasa hangat.   " Sebaiknya aku menghubunginya untuk berterima kasih lagi, ku rasa tidak ada salahnya melakukan hal itu. " Jennie mencoba mencari ponselnya di dalam tas namun tak ketemu, sejenak ia mengingat-ingat dimana ia terakhir kali memainkan ponselnya.   " Ah.., aku baru ingat kalau ponselku ada di dalam tote bag, tapi di mana tote bag ku.?" Jennie mencari tote bag nya di sekitar kamar namun tak berhasil menemukannya.   " Apa jangan-jangan…, ya ampun Jennie bagaimana bisa kau melupakannya. " Ucapnya sambil menepuk jidat.   " Ku harap tote bag ku ada di Jaden dengan begitu aku masih memiliki kesempatan untuk bertemu dengannya. "                                                       ♛       Keesokan paginya, Jennie bangun lebih awal agar tidak bertemu dengan Joshua namun siapa sangka ketika ia keluar kamar Joshua sudah ada di depan pintu kamarnya, Jennie tidak menyangka kalau Joshua akan menunggunya seperti itu dan jika di pikir-pikir akhir-akhir ini Joshua sering bangun pagi. Gadis itu mencoba untuk menghindari Joshua namun ditahan olehnya, Jennie mendengus sebal sambil menepuk keningnya.   "Kenapa kau terus seperti ini sih? Selama 23 tahun kita tidak pernah sampai bertengkar seperti ini, Kenapa sekarang kau seperti membenciku hanya karena pacaran dengan gadis yang tidak kau suka? " Lontar Joshua sambil menahan tangan Jennie agar tidak pergi.   Jennie membalikkan badannya dan melepas tangan Joshua kemudian menatapnya dengan serius, Joshua terlihat menunggu respon dari Jennie.   " Aku sudah tidak peduli dengan hubunganmu dan Sena, Kalau kau ingin kita akrab seperti dulu boleh saja, Tapi aku sebagai saudara kembar mu tidak akan pernah peduli lagi dengan urusan pribadimu.!" Ucap Jennie yang menekankan segala kalimat yang keluar dari mulutnya.   " Baiklah, kau tidak boleh mengabaikan ku lagi dan sebagai gantinya kau tidak usah mengatur hidup ku lagi. "   " Cih..., dasar bodoh. " benak Jennie kesal.   " Kalau begitu buatkan aku sarapan, Kita berangkat ke kampus bersama." Lanjut Joshua segera kembali ke kamar untuk bersiap-siap.   Jennie yang sudah berada di dapur menatap pintu kamar Joshua dengan malas, Mungkin inilah cara terbaik untuk menghadapi Joshua dengan bersikap acuh meskipun dia masih terganggu dengan sikap Sena terhadap Joshua. Pagi ini dia hanya membuat roti panggang dengan telur mata sapi sebagai sarapan mereka, Jennie meletakkan dua piring di atas meja makan dan mulai menyantap rotinya lebih dulu.                                                              
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD