BAB 2

1415 Words
Vanya sudah siap berangkat kuliah. Hari ini dia memakai kemeja berwarna putih dan memakai kacamata sebagai aksesorisnya. Vanya langsung menuju ruang makan karena di keluarga ini wajib sarapan dahulu sebelum keluar rumah pagi-pagi, tahu sendiri Ibu Negara bakal ngambek kalau masakannya tak dimakan. Kalian tahu? Mamanya Vanya kalau ngambek serem sekali. Sukanya mogok ngomong, mogok masak, mogok bersih-bersih, mogok nyuci. Parah banget! Mana mereka tak punya mbak yang bersih-bersih. Mama bakalan tak ngambek lagi kalau sudah disogok dengan tas keluaran baru yang harganya naudzubillah itu, bikin kantong jebol. "Mama, Abang udah bangun, ‘kan?" tanya Vanya. "Belum, coba tengok kalau belum bangun siram aja pakai air got di depan," canda mamanya yang masih sibuk memasak nasi goreng untuk sarapan. "Oke, Ma, siap dong," ucap Vanya. Vanya langsung pergi ke kamar kakak laki-lakinya. Saat ingin masuk ke kamar, pintu itu sudah terbuka lebih dulu. "Abang udah bangun, kali ah," protes Zade, "Ayo, turun!" "Vanya kira belum bangun, kata Mama disuruh siram air got kalau belum bangun," celoteh Vanya. Mereka langsung duduk di kursi ruang makan, menunggu papanya yang masih belum siap. "Papa mana sih, Ma? Adek udah lapar," rajuk Vanya, dia itu orangnya tak bisa diam. Kadang mamanya sampai heran kenapa anaknya bisa heboh seperti ini. "Bentar, Mama lihat dulu," jawab mamanya langsung menuju kamarnya. "Pa, anaknya udah lapar. Kamu ngapain aja sih, kok lama banget di dalam?!" tegur Jihan. Suaranya yang terlalu keras sampai terdengar dari dapur. "Lagi cari berkas, Ma, sebentar. Ini akhirnya ketemu!" seru suaminya. Mereka sarapan bersama-sama. Seperti biasanya diwarnai dengan obrolan Vanya dan Zade yang suka adu otot kalau lagi ngomong. "Udah, Adek berangkat dulu, Ma, Pa," pamit Vanya dan diikuti Zade. Zade menyetir mobilnya dengan tenang karena masih pagi dan jalan juga masih sepi. Vanya belum diizinkan naik mobil sama papanya makanya ke mana-mana kalau tak diantar, ya, pakai motornya sendiri. "Bang, nanti temani dong ke butik. Masa mau kondangan nggak ada baju baru?! Tau sendiri Mama ngomongnya mendadak," bujuk Vanya. "Oke, tapi traktir makan, ya?" tawar Zade. "Ihh, Abang sukanya gitu. Nggak ikhlas banget bantuin Adiknya!" Vanya mendadak kesal. "Mau nggak?" lanjut Zade. "Oke!" putus Vanya akhirnya. Sampai di kampus, Vanya langsung menemui temannya yang sudah menunggu di depan perpustakaan. Mereka langsung berjalan bersama-sama menuju ke kelas mereka. Vanya enjoy banget belajar bisnis karena memang dia ada darah keturunan bisnis dari papanya, kali ya? Jadi, dia juga suka mendalami tentang bisnis. Makanya dia tak menolak saat diminta papanya untuk sekolah di jurusan ini. "Eh, Nya," panggil Bunga. "Kenapa, Nga?" tanya Vanya. "Lo cantik gini, masih jomblo aja?" ledek Bunga. "Sial lo, ah! Gue kira apaan," gerutu Vanya, dia sedang membereskan bukunya karena kelas sudah selesai sepuluh menit yang lalu. "Lo buru-buru amat, mau kemana, Neng?" selidik Bunga. "Mau ke butik. Mama sih, ngajak kondangan mendadak banget," gerundel Vanya, "Ya udah bye, Abang jelekku udah nunggu," imbuhnya lagi. "Abang lo cakep gitu dibilang jelek!" tegur Bunga saat Vanya sudah jauh darinya. ✧✧✧ Vanya menemui Abangnya yang sedang nongkrong di kantin. Ijinya sih bimbingan, tapi kerjaannya nongkrong aja. Kadang Vanya bertanya-tanya apa Abangnya niat nyelesaiin kuliahnya atau enggak? Kerjaannya aja santai begini! Bahkan dia tak pernah melihat Abangnya pegang buku sekali pun. "Bang, katanya bimbingan malah nongkrong!" kesal Vanya. "Yee, udah selesai kali ah, makanya ngopi-ngopi," tampik Zade menjawab tuduhan adiknya yang sedang memasang muka kesal. "Adik lo cantik banget. Buat gue ya, Zade?" sela Rian. Dia ganteng sih, tapi tengil amat. Mana genit lagi. "a***y!! Lo kira Adik gue apaan?!" bentak Zade, dia tak suka kalau adiknya digodain sama teman-temannya yang kadang tak waras itu. "Hahaha, bercanda kali ah, tapi kalau adik lo mau sama gue boleh lah ya, gue nggak jelek-jelek amat," seloroh Rian lagi. "Tapi sayangnya adik gue nggak mau, ya ‘kan, Dek?!" ancam Zade pada Vanya dan dijawab dengan anggukan kepalanya. "Hahahah, kasiannn deh, Lo," ejek teman-teman yang lain menyoraki Rian. "Gue duluan ya, bye" Zade pamit sama teman-temannya. "Bye, Abang semua," Vanya ikut pamitan. "Bye, Cantik," jawab Rian dan semuanya. Mereka langsung menuju parkiran tempat mobil Zade diparkir tadi pagi. Mereka akan menuju kafe untuk makan dahulu karena pasti Abangnya resek kalau sudah lapar! Apalagi kalau pas lagi milih baju kan enggak enak banget kalau di suruh cepat-cepat. Mereka akhirnya sampai di kafe langganan Vanya, seperti biasa Vanya langsung memesan makanan favoritnya sedangkan abangnya juga sudah pesan dan tinggal menunggu pesanan mereka datang. "Duit lo banyak amat dari mana, Dek?" tanya Zade penasaran, pasalnya tempat yang biasa digunakan adiknya untuk nongkrong ini bisa dikatakan harga menunya lumayan mahal juga. "Lho! Abang nggak tau? Vanya kan anaknya rajin menabung dan nggak pelit," kilah Vanya sombong. ✧✧✧ Di sisi lain ada seseorang yang memerhatikan mereka. Laki-laki itu sedang menikmati kopinya dengan masih memandang dua insan yang sedang asyik bercakap-cakap. Aland bukannya cemburu, dia sudah tahu kalau laki-laki itu adalah kakak kandung dari Vanya. Dia hanya iri, kapan dia bisa berbicara dengan Vanya secara langsung. Dia langsung berdiri dan membayar pesanannya sekaligus pesanan gadis yang dicintainya, seperti biasa. Baginya hanya melihat gadis itu dari jauh pun sudah cukup. Aland langsung pulang menuju ke rumahnya, lagian juga sudah tak ada rapat yang akan dia hadiri lagi hari ini. Sampai di rumah Aland langsung dihampiri oleh mamanya, "Land, nanti malam kamu yang datang di acara nikahan anak teman Papa, ya?" tawar Fiona. "Mama mau kemana?" tanya Aland, karena biasanya orang tuanya sendiri yang menghadiri pesta pernikahan kolega mereka. "Mama mau jenguk nenek kamu, katanya nggak enak badan," terang Fiona. "Ya udah, iya," putus Aland akhirnya, Fiona langsung memberikan undangan tak lupa berterima kasih kepada anak nomor duanya itu. "Makasih ya, Sayang. Mama mau siap-siap dulu, mungkin kami pulang besok, ya," jelas Fiona "Iya, hati-hati di jalan, Ma. Aland mau tidur dulu, lagi capek soalnya," tutur Aland, sebenarnya dia capek hati dan capek pikiran. Sampai kapan dia harus menyimpan rasa ini sendirian? Rasanya dia ingin segera mendapatkan gadis yang sangat dia cintai itu. Namun, apalah daya sepertinya belum waktunya untuk muncul lalu tiba-tiba mendekati gadisnya itu, pasti Vanya bakalan kaget dan malah takut dengannya. Semoga takdir menyatukannya dengan si gadis pujaan dan semoga Tuhan memberikan jalan untuknya agar bisa bersanding dengan gadisnya itu. ✧✧✧ Setelah selesai makan, Vanya dan abangnya menuju ke kasir untuk membayar tagihan makanan mereka dan seperti biasa, sudah ada yang membayar makanan yang mereka pesan tadi. "Bukan gue lho, Dek," tukas Zade saat adiknya melihat ke arahnya. "Ya udah, Mbak. Makasih," ujar Vanya lalu meninggalkan kasir dan menyusul kakaknya menuju tempat parkir. "Lo punya penggemar rahasia, ya?" selidik Zade. "Vanya juga bingung tau, Bang. Setiap makan di kafe ini pasti ada yang bayarin, dan sampai sekarang Vanya nggak tau dia siapa," curhat Vanya. "Aha! Abang tau, uang jajan kamu utuh karena ini, ‘kan? Ngaku, Lo!" cecar Zade pada Adiknya. Sok-sokan katanya menabunglah, dia juga tahu kalau adiknya lihat barang promo di Mall pasti tak bisa nahan hasrat untuk belanja. "Tau aja, Bang, hahaha. Ya seneng sih, uang jajanku ga berkurang gara-gara dibayarin terus, tapi lama-lama ngeri ih, siapa sih? Jadi kepo kan aku," celoteh Vanya. "Ya jangan gitu, bersyukur kek dia juga nggak nyelakain kamu, ‘kan? Aman kalau gitu. Nanti kalau ada apa-apa bilang aja sama gue," saran Zade. "Hilih kayak Abang berani aja," ejek Vanya suka banget kalau ngegoda Abangnya itu. Mereka mengobrol di sepanjang perjalanan menuju ke butik, memang mereka berdua kalau udah klop ya gini, bener-bener bikin iri semua pasangan Adik dan Kakak pas melihat kedekatan mereka. Sampai di butik, Vanya langsung menemui pemiliknya karena dia sudah kenal dengan pemilik butik ini. Memang dari dulu dia dan mamanya sudah langganan di sini. "Loh, Cantik? Kebeneran banget kamu udah di sini," ucap tante Maya. "Kenapa Tante? Vanya mau cari gaun buat kondangan nanti," Vanya menjelaskan apa tujuannya datang ke butik ini. "Lho, Mama kamu udah pesen kok, Sayang. Sekalian aja bawa barangnya, kan udah dibayar sama Mama kamu," terang tante Maya. "Lho, beneran Tante? Mama kok nggak bilang aku, sih?" tanya Vanya. "Nih cobain punyamu dulu, Sayang," anjur tante Maya pada Vanya. Vanya langsung mencobanya dan memang pas banget di badannya. "Duh, kamu cantik banget, sih. Kelihatan pas lagi di badan kamu," puji tante Maya. "Makasih, Tante. Berarti Vanya tinggal bawa beneran ini?" tanya Vanya memastikan. "Iya, Sayang, beneran kok. Masa Tante bohong," jawab tante Maya meyakinkan. Hahaha, Vanya senang setidaknya dia dapat gaun baru gratis dari mamanya yang ter-the best pokoknya. Setelah selesai mengganti bajunya, Vanya langsung pamit untuk pulang. Dia pulang dengan hati yang senang karena enggak jadi keluar uang lagi hari ini, hahahaha. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD