bc

Mendadak Sah

book_age18+
3.1K
FOLLOW
15.1K
READ
billionaire
HE
arranged marriage
blue collar
sweet
bxg
bold
office/work place
selfish
like
intro-logo
Blurb

Hidup Fasya mendadak berubah hanya dalam waktu 24 jam. Semua terjadi karena kesehatan kakeknya yang menurun. Dengan berharap akan kesembuhan kakeknya, Fasya terpaksa harus menikah hari itu juga dengan pria yang baru ia temui. Harapan akan masa depan yang indah dan cerah langsung hancur saat status Fasya berubah menjadi istri dari seorang Adnan Atmadja. Semua yang ada di dalam pria itu sangat jauh dari ekspektasinya. Akankah kehidupan pernikahan mereka akan bahagia? Atau bahkan ada lika-liku yang membuat mereka sengsara?

chap-preview
Free preview
Mendadak Sah
Di depan ruang rawat inap rumah sakit, tampak seorang gadis tengah terduduk dengan lemas. Pandangan matanya tampak kosong dengan wajah yang begitu pucat. Sepinya lorong rumah sakit seolah mendukung suasana hatinya yang kelam. Gadis itu mencoba menarik napas dalam dan menghembuskannya pelan. Berusaha menenangkan dirinya dari rasa terkejut. Ingin rasanya dia menangis dan berteriak, tapi mulutnya seolah mendadak bisu. Lagi-lagi dia hanya bisa memendam perasaan sedihnya. Fasya, gadis itu masih terduduk sambil memainkan tangannya gelisah. Dia ingin lari sejauh mungkin, tapi dia tidak bisa meninggalkan orang yang ia sayangi di dalam ruang rawat inap itu. "Kakek," gumam Fasya mengusap wajahnya kasar. Saat kembali membuka mata, Fasya terkejut dengan keberadaan seorang pria yang berdiri di depannya. Dia mengangkat wajahnya dan menelan ludahnya gugup. Mendadak tenggorokannya terasa kering. Pria di hadapan Fasya mengulurkan sebuah botol air mineral. Dia bisa melihat ada raut kebingungan dari wajah gadis itu. "Ambil," ucapnya singkat. Fasya dengan pelan menerimanya. Dia memilih untuk kembali menunduk, "Terima kasih." Pria itu diam dan memilih untuk duduk di samping Fasya. Tidak ada percakapan di antara mereka. Semua masih terasa asing. Fasya tidak mengenal pria itu dan begitu juga sebaliknya. "Siapa nama kamu?" "Fasya," jawabnya pelan. "Saya Adnan." Fasya hanya bisa mengangguk. Dia bingung harus menjawab apa. Dia bukan tipe orang yang mudah akrab dengan orang baru. Apalagi dengan pria di sampingnya. Saat pertama kali bertatap muka, Fasya langsung tahu jika dia harus segera menghindar. "Fasya..," panggil Adnan lagi. Kali ini ada nada putus asa dari ucapannya. Matanya terpejam erat tampak lelah dengan apa yang ia lalui akhir-akhir ini. "I—iya?" Entah kenapa perasaan Fasya menjadi tidak enak. "Ayo, kita menikah." Ucapan itu membuat Fasya terkejut. Dia menjatuhkan botol di tangannya dan menatap Adnan tidak percaya. Demi Tuhan, bukan ini yang Fasya inginkan. Mereka baru bertemu hari ini dan ia tidak menyangka jika Adnan akan benar-benar melakukan ini. "Mas Adnan gila?!" Adnan menatap Fasya datar. Dia tidak berniat membantah ucapan Fasya. Toh benar jika dia memang sudah gila. Siapa yang berani mengajak seorang gadis menikah di saat pertama kali bertemu? "Demi kakek saya." "Saya nggak bisa." Fasya menggeleng tegas. "Demi kakek kamu juga." Kali ini Adnan memberikan ultimatum yang membuat Fasya terdiam. Fasya kembali menunduk hingga rambut panjang mulai menutupi wajahnya. Perlahan matanya memanas dengan tangan yang terkepal. Dia sangat ingin berteriak untuk mengungkapkan perasaannya, tapi ia tidak bisa. Fasya memilih untuk menggigit bibirnya hingga berdarah. Rasa sakit yang ia rasakan tidak sebanding dengan sakit hatinya. "Saya—" "Saya mohon." Fasya menatap Adnan terkejut. Apa dia baru saja mendengar pria itu memohon? Dia masih ingat bagaimana pria itu berteriak di dalam ruangan karena menolak perjodohan yang dibuat kakek mereka dan menatap rendah dirinya dengan penuh kebencian. "Kesehatan Kakek Faris bukan urusan saya." Fasya mengutuk dirinya sendiri setelah mengatakan itu. Dia merasa menjadi orang yang jahat. "Bagaimana dengan kesehatan Kakek Farhat, kakek kamu?" Fasya terdiam mendengar itu. Benar, bagaimana jika kesehatan kakeknya juga menurun? "Kakek saya sehat." "Bagus kalau sehat. Semoga kesehatan Kakek Farhat nggak menurun seperti Kakek saya." Fasya menatap Adnan tajam. Matanya masih buram karena air mata. "Maksud Mas Adnan apa?!" "Kamu paham maksud saya. Apa kamu tega liat Kakek Farhat sedih?" Fasya berdiri dan mengusap air matanya kasar, "Jawaban saya masih sama. Saya nggak mau nikah sama Mas Adnan!" "Fasya..." Suara parau itu mengejutkan mereka berdua. Tepat di pintu ruangan, terlihat Kakek Farhat menatap cucunya sedih. Dia kecewa dengan jawaban yang ia dengar dari cucunya. "Kek, aku masih muda, Kek." Fasya kembali menangis dan menggenggam tangan kakeknya erat. Mencoba untuk mengubah pikiran kakeknya mengenai perjodohan mendadak ini. "Kamu liat Kakek, Sya. Kakek sudah tua, sudah nggak bisa jaga kamu lagi kayak dulu." Fasya menggeleng cepat, "Kakek jangan ngomong gitu." "Untuk kali ini aja, Sya. Kabulin permintaan Kakek." Kakek Farhat mulai menangis. Saat melihat keadaan sahabatnya yang merupakan kakek Adnan kritis, akhirnya perjanjian yang dulu pernah terlupakan kembali teringat. Ini saatnya mereka menyatukan dua keluarga. Dengan menjodohkan cucu mereka masing-masing, Efasya dan Adnan. "Kek, aku nggak mau!" "Fasya...," pria tua itu mulai menyentuh dadanya yang terasa sesak. "Kek, Kakek kenapa?" Fasya mulai panik. "Nek! Nenek! Dokter!" teriaknya saat kakeknya mulai terjatuh lemas. Tak lama dokter datang dan mulai membawa Kakek Fasya untuk diperiksa. Ini yang Fasya takutkan. Dia takut jika penyakit kakeknya akan kambuh saat mendengar penolakannya. Fasya selalu berusaha menjadi cucu yang baik selama ini demi menjaga kesehatan kakenya, tapi dengan perjodohan? Fasya masih belum bisa menerimanya. Di kursi tunggu, Adnan menggelengkan kepalanya tidak percaya. Dia bisa melihat betapa keras kepalanya Fasya. Apa yang mereka takutkan benar terjadi. Kesehatan kakek mereka sama-sama kembali menurun. "Bahkan mereka punya penyakit yang sama," gumam Adnan tidak percaya. Dia menatap Fasya lekat. Jujur saja, jauh di dalam hatinya Adnan juga memiliki jawaban yang sama dengan Fasya. Dia juga ingin menolak perjodohan ini. Namun demi kakeknya dia rela mengorbankan perasaannya. Lalu sekarang, apa yang ia rasakan saat melihat kakeknya terbaring sakit juga telah dirasakan Fasya. "Jadi?" tanya Adnan. Air mata Fasya kembali tumpah. Kali ini dia menangis dengan diam. Perlahan kepalanya mulai mengangguk. "Ayo, kita menikah." "Demi Kakek," ucap Adnan. Fasya mengangguk pasrah, "Demi Kakek." *** Semua orang yang berada di dalam ruangan serba putih itu tampak tegang saat mendengar Adnan mulai mengucapkan ijab qabul. Fasya yang duduk di sampingnya hanya bisa menunduk dengan pasrah. Lagi-lagi air mata mengalir dari matanya. Sebuah elusan lembut di punggungnga membuatnya sedikit kuat. Fasya melirik dan tersenyum tipis pada neneknya. Setelah itu dia melihat kakeknya yang terbaring lemah di atas ranjang. Wajahnya begitu pucat tapi senyum lega tak pernah hilang dari wajahnya. Suara saksi terdengar lantang sebagai pertanda jika mulai saat ini dan detik ini, semuanya tidak akan lagi sama. Adnan telah menjadi seorang suami dan Fasya telah menjadi seorang istri. Tidak ada yang menyangka jika mereka akan menikah di kali pertama bertemu. Jika saya kesehatan kakek mereka tidak memburuk, mereka masih memiliki waktu dan bisa memutar otak untuk keluar dari perjodohan ini. Namun rasa sayang mereka ke pada kakek yang tengah berjuang untuk hidup membuat mereka menyerah dan pasrah. Lupakan dengan kebahagaiaan diri sendiri. Baik Adnan dan Fasya hanya ingin melihat kakek mereka bisa hidup dengan sehat dan tenang. "Selamat, Nduk." Tangis Fasya kembali pecah. Dia memeluk neneknya dengan napas yang tersengal. Dia masih tidak menyangka jika akan menikah di usia yang cukup muda, 20 tahun. Meskipun Fasya bukan tipe gadis yang hobi bermain, akan tetapi dia juga ingin menikmati masa mudanya dengan caranya sendiri. "Maafin, Nenek." Fasya menggeleng saat mendengar suara bergetar neneknya. Dia sudah rela mengorbankan kebahagiaannya sendiri. Oleh karena itu semua orang harus bahagia. Biarkan hanya dirinya yang menangis di sini, tidak dengan yang lain. "Cium tangan suamimu, Nduk." Perlahan Fasya melepaskan pelukannya dan mulai beralih pada Adnan. Pria itu juga enggan untuk melihatnya. Tentu saja, meskipun sudah setuju, dirinya dan Adnan sangat terpaksa melakukan pernikahan ini. Dengan ragu, Fasya meraih tangan Adnan dan menciumnya ragu. Hanya sebentar, karena setelah itu Adnan menarik tangannya cepat. Hal itu kembali mengusik Fasya. Saat ini dia sudah menjadi istri dari pria yang memandangnya sebelah mata saat pertama kali bertemu tadi pagi. "Ter—ima kasih, Cucuku." Tiba-tiba Kakek Faris berbicara dengan suara serak. Semua orang beralih pada pria tua itu. Wajah pucatnya terlihat bersinar dengan senyum bahagianya. Adnan dan Fasya hanya bisa mengangguk. Setidaknya di balik kesedihan mereka, ada senyum dari orang-orang yang mereka sayangi. *** TBC

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Siap, Mas Bos!

read
12.9K
bc

Tentang Cinta Kita

read
189.7K
bc

Single Man vs Single Mom

read
102.0K
bc

My Secret Little Wife

read
96.8K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
205.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.5K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook