Setelah menemani Flynn sarapan, Lin Lin terbang dan melihat ke arah samudera. Flynn membereskan bekas makan dan alat buatannya yang tadi digunakan untuk menangkap ikan. Alat-alat itu masih bisa digunakan untuk keesokan harinya.
"Hei, Lin Lin, sekarang bagaimana cara kita mencari Esther?" tanya Flynn. "Bukankah kita harus memiliki perahu agar bisa berlayar di lautan?"
Tampak Lin Lin kebingungan, peri itu menengok ke kanan dan ke kiri, seperti mencari sesuatu.
"Kurasa kita semua harus mulai bergotong-royong untuk membuat perahu sampan. Ukurannya tidak perlu besar, setidaknya muat untukku. Aku harap kita bisa selamat dari ombak besar … dan serangan hiu, haha." Flynn menggaruk kepalanya yang tak gatal.
Meski dia sudah tahu bahwa para peri dianugerahi kemampuan bermacam-macam, termasuk menjinakkan hewan, tetap saja Flynn khawatir jika benar-benar terjadi serangan hiu nantinya.
Perkenalan mereka kemarin membuat Flynn belajar banyak hal tentang para peri, seperti tempat mereka tinggal, kemampuan-kemampuan yang mereka miliki, bagaimana mereka mendapatkan makanan, apa saja yang mereka lakukan sepanjang hari, dan masih banyak lagi.
"Ah, kau tenang saja, teman-temanku bisa mengatasinya," ucap Lin Lin sambil mengibaskan telapak tangannya ke arah bawah, memberi tanda bahwa hal itu dapat diatasi.
Flynn melihat gestur tubuh Lin Lin yang tampak meremehkan. Dia berpikir, mungkin mudah bagi para peri sebab mereka bisa terbang dan memiliki kekuatan, sedangkan dirinya tidak.
"Hei, kau tidak boleh meremehkan, hiu putih besar adalah hiu ganas yang menyerang kapal dan menggigit manusia tanpa alasan," ucap Flynn seraya mengikuti Lin Lin yang terbang mencari pohon untuk dijadikan perahu sampan.
"Apa itu alasan kalian menangkap dan membunuh hiu putih besar secara besar-besaran?" tuding Lin Lin.
"Aku? Tentu saja tidak. Bertemu dengannya pun aku tak ingin."
"Aku tidak percaya. Tentu saja hanya spesies kalian yang tega melakukan hal seperti itu di bumi."
"Spesies? Kau menyebut kami spesies?" gantian Flynn yang menuding.
"Hei, kau bisa mendengar suaraku?" Lin Lin kembali memutar tubuhnya. Barusan dia berkata tanpa memberikan isyarat.
"Apa, aku? Hei, ternyata kau bisa berbicara!" Entah mengapa Flynn pun baru menyadarinya, dia sangat terkejut, tampak kedua matanya membesar.
"Hah! Kau sungguh mendengar suaraku?" tanya Lin Lin yang tertegun sekaligus terkesima.
"Ya, dan kenapa kau tidak berbicara sejak kemarin, jadi aku bisa lebih mudah menjawabnya," protes Flynn.
Lin Lin menghembuskan napas pendek. Tentu saja dia sudah berbicara bahkan saat Flynn baru tiba di Fairy Island, pria itu saja yang baru bisa mendengarnya.
"Sudah lupakan, sekarang kau bantu aku mencari kayu pohon yang cocok untuk dijadikan perahu sampan," kata Lin Lin.
"Hei, kita belum selesai dengan hiu putih besar."
"Flynn, hiu tidak menyukai daging manusia, kalian terlalu banyak lemak," kata Lin Lin.
"Lemak?" Flynn melihat ke arah perutnya, lalu mengangkat sedikit baju kaos yang dia kenakan, memastikan bahwa tubuhnya masih berbentuk. "Oho, kau bercanda," sambungnya setelah mendapati perutnya masih sixpack.
Sekali lagi Lin Lin menghela napas. "Lagipula kau seorang nelayan, bagaimana mungkin kau takut dengan hiu? Memangnya kau tidak pernah bertemu hiu?"
"Hmm." Flynn mulai berpikir. "Para nelayan terdahulu di wilayahku bercerita bahwa serangan hiu tidak pernah lagi datang ke kawasan kami dan tidak pernah menyerang kami sejak Ratu Hellura memimpin kerajaan," paparnya kemudian.
"Ratu Hellura?"
"Kau tidak akan mengenalnya, sebab kau terisolasi di pulau ini," cibir Flynn, sedikit bergurau.
Tiba-tiba saja Lin Lin termenung, pandangannya seketika jauh menembus samudra hingga sampai di sebuah daratan, yang tentunya sangat berbeda dengan Fairy Island. Daratan itu dipenuhi oleh manusia, dan dia melihat seorang bayi.
"Ugh." Lin Lin tersadar dari lamunannya.
"Hei," ulang Flynn memanggil Lin Lin.
"Kau tidak jadi mencari kayu untuk membuat perahu sampan?" ucap Flynn yang sudah berjalan lebih dulu.
"Flynn, tunggu aku." Lin Lin pun terbang menghampiri pria itu.
Mereka berdua mendapatkan pohon yang sesuai untuk dijadikan perahu sampan. Lin Lin menandai setiap pohon tersebut sebelum akhirnya dia memanggil semua peri untuk bersama-sama menebang pohon itu, dibantu oleh Flynn. Mereka bergotong-royong membuat perahu sampan agar bisa menyelamatkan Esther.
Dari situ lah Flynn tahu bahwa semua peri dapat berbicara. Dia bisa mendengar bermacam-macam nada suara mereka. Sedikit mengejutkan dan terasa seperti mimpi baginya, tetapi Flynn sadar bahwa dirinya tidak sedang tidur.
Para peri pun tertegun sebab menyadari Flynn mampu mendengar suara mereka, kecuali salah satu peri. Hal seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya di kalangan peri. Tentu saja, tidak ada manusia yang pernah menginap di perkemahan peri sebelum ini.
Lin Lin juga sempat terkejut untuk kedua kalinya. Hal itu sebab dia menyadari Flynn juga dapat mendengar suara peri lainnya. Awalnya Lin Lin mengira bahwa Flynn hanya akan dapat mendengar suaranya sebab ada sebuah ikatan di antara mereka, dan mungkin itu cinta. Entahlah, Lin Lin merasa hal itu mungkin terjadi di antara mereka.
Sebuah pohon berhasil ditumbangkan. Berkat bantuan peri tanaman, pekerjaan ini dapat dilakukan dengan sedikit lebih mudah. Pohon yang sudah hampir jatuh pun dapat diangkat oleh para peri angin dengan pusaran yang mereka miliki.
"Wah, kalian benar-benar hebat," puji Flynn. Rasanya dia tidak perlu melakukan apa-apa saat ini.
Para peri yang dipuji pun merasa tersanjung. Mereka menghargai pujian Flynn. Hingga akhirnya seluruh pohon yang tadi telah ditandai oleh Lin Lin berhasil di tebang.
Flynn menggunakan pisau di dalam tas kecilnya untuk membagi kayu pohon, tetapi tampaknya pisau itu terlalu kecil. Alhasil, peri tanaman kembali turun tangan untuk memisahkan kayu pohon dengan ranting dan dedaunannya.
Mereka semua sama-sama bekerja. Flynn yang telah menggambarkan desain perahu sampan sederhana di atas pasir membuat para peri mengerti potongan-potongan yang harus dibentuk. Dengan bermodalkan kekuatan peri dan tenaga dari Flynn, juga canda dan tawa selama proses pembuatan, akhirnya perahu sampan mereka selesai.
"Fyuhh." Flynn menjatuhkan tubuhnya di atas pasir, lelah. "Akhirnya pekerjaan ini selesai juga."
Matahari sudah berada pada garis tenggelam. Hampir seharian penuh mereka membuat perahu sampan itu, dan ya hanya sehari, hebat bukan.
Lin Lin tersenyum lebar menyaksikan perahu sampan yang berhasil mereka buat, begitupun peri lainnya. Bagi para peri, itu adalah perahu yang sangat besar, meski tidak bagi Flynn. Ini pertama kalinya para peri membuat perahu sampan sebesar itu.
Biasanya jika hujan, dan terdapat genangan air, para peri hanya menggunakan daun sebagai payung dan perahu mereka. Namun kali ini beberapa dari mereka akan mengarungi samudra dengan perahu sampan. Apakah itu mungkin? Mungkin saja jika ada mereka.
"Kita akan mulai berlayar besok, hari ini sudah mau gelap," kata Flynn sambil melihat matahari yang hendak tenggelam. Perlahan bayangan mereka pun terlihat sangat jelas ditimpa cahaya yang semakin memerah.
Lin Lin mengangguk setuju. Sejenak mereka beristirahat di pinggir pulau, menikmati cahaya senja di lautan. Pemandangan yang sangat indah, sayang sekali jika dilewatkan.
***
Keesokan harinya, mereka bersiap untuk mengarungi samudra. Lin Lin sudah menetapkan siapa saja yang akan ikut bersamanya, mereka adalah Flora sebagai peri tanaman, Fawna sebagai peri hewan, dan Liggy sebagai peri pelita. Liggy yang akan menjadi pelita dan menerangi malam mereka di lautan, tentu saja perjalanan ini akan panjang. Sementara Lin Lin sendiri adalah peri angin dan dia bisa terbang dengan sangat cepat
Mungkin mereka membutuhkan satu peri lagi, yaitu peri air. Namun di antara peri air tidak ada yang bisa ikut sebab mereka bertugas di perkemahan peri. Selain itu, peri air juga harus menyiram seluruh tanaman di Fairy Island setiap pagi saat musim gugur. Mereka akan kesulitan jika kehilangan satu personil lagi. Sebab kehilangan Esther saja sudah membuat mereka kesulitan.
"Apa kalian sudah siap?" Tampak Flynn yang sudah siap dan berpakaian rapi, membuat para peri menoleh ke arahnya. Namun, saat para peri menurunkan pandangannya, mereka terkekeh.
Flynn yang bisa mendengar suara mereka pun mengambil perhatian. Dia mengikuti pandangan itu, dan menyadari bahwa dirinya belum mengenakan celana, pinggang hingga lututnya masih terbalut daun pisang.
"Hmm, hehe … " Sebab malu, pria itu mundur beberapa langkah sebelum akhirnya berlari mencari keberadaan celananya.
Sementara para peri tertawa melihat tingkah lucu itu. Tawa itu seolah membuka awal pagi mereka. Bahkan beberapa dari mereka ada yang sampai terpingkal-pingkal.
Setelah semuanya selesai, para peri dan Flynn pun menuju ke pinggir pulau. Para peri yang lain ikut untuk mengantar keberangkatan mereka dengan harapan Esther dapat kembali dengan mereka semua saat pulang nanti. Pemandangan itu menjadi sedikit mengharukan.
"Tidak apa-apa, kita pasti bisa menemukan Esther," ucap Flynn, mencoba menenangkan semuanya dan membuat suasana tenang.