"Hei, Dax, sepertinya kau harus ikut dengan mereka." Tangan lembut Flagi mendarat di bahu Dax yang berada bersama mereka di antara suasana itu.
"Aku?" kata Dax menunjuk dirinya sendiri.
"Ya, mereka akan mengarungi samudra. Tentu saja mereka sangat membutuhkan peri air. Siapa yang akan membantu mereka jika ombak besar datang menghantam sampan?" papar Flagi.
"Emm …." Tampak Dax yang masih berpikir.
Empat peri yang akan berangkat pun menunggu keputusannya, begitu pun dengan Flynn.
"Ayolah, Dax. Samudra tidak akan tenang tanpamu," ucap Lin Lin, berusaha meyakinkannya untuk ikut bersama mereka.
Dax, satu-satunya peri berjenis kelamin pria yang memiliki kemampuan mengendalikan air di Fairy Island. Rata-rata dari peri laki-laki adalah peri hutan, atau peri angin, dan sebagian ada yang merupakan peri hewan. Mereka memang tidak tersebar merata, di Fairy Island pun jumlah peri berjenis wanita lebih banyak dibandingkan pria.
"Kenapa kau masih berpikir? Bukankah ini kesempatanmu? Kau bilang kau menyukainya," bisik Nemal, peri hewan yang berteman cukup dekat dengan Dax.
Mendengar bisikan temannya itu, membuat Dax mengingat apa yang dia lihat semalam.
Malam itu, Dax memang sengaja berdiri tak jauh di antara ranting-ranting pohon untuk melihat Lin Lin dari jendela rumah pohonnya. Hampir setiap malam Dax terbang menjauhi rumahnya hanya untuk menunggu dan memastikan Lin Lin sudah tidur.
Terkadang dia tidak menemukan Lin Lin berada di rumah sebab Lin Lin terbang ke pinggir pulau. Dax tidak mengerti mengapa Lin Lin suka melakukan hal itu, yang Dax tahu dia tidak akan pulang ke rumahnya sebelum memastikan Lin Lin sudah tidur.
Jika biasanya Dax diam-diam mengikuti Lin Lin yang terbang ke pinggir pulau, malam itu berbeda. Dax mendapati Lin Lin yang terbang menghampiri tenda tidur milik Flynn. Rasa penasaran pun menghantui Dax, dia terus terbang mengendap-endap dan menyadari bahwa Lin Lin pun tampak mengendap-endap setelah sampai di depan tenda tidur milik Flynn.
Lin Lin mengintip melalui celah* tenda tidur Flynn, memastikan bahwa pria itu sudah pulas tertidur. Setelah yakin bahwa Flynn sudah berkelana di dunia mimpi, Lin Lin pun masuk lalu terbang ke arah langit-langit tenda dan duduk di antara kayu yang menopang tenda. Dia tersenyum hangat, rupanya dia hanya ingin menatap wajah Flynn lebih lama.
Sementara Dax masih memantau keadaan. Dia hanya khawatir jika ada peri lain yang melihatnya mengendap-endap. Dax menyusul Lin Lin dengan hati-hati, dia pun terbang ke arah tenda milik Flynn. Kemudian Dax melihat ke dalam, tampak Lin Lin yang sudah berpindah ke atas d**a* Flynn yang tengah terlelap.
Dax melihat Lin Lin tengkurap sambil bertopang dagu di sana, sayapnya yang indah mengeluarkan cahaya. Dax tahu bahwa itu pertanda Lin Lin sedang bahagia, dia juga menyadari bahwa senyum hangat terukir di wajah Lin Lin.
"Huh?" Dax terkejut dan segera bersembunyi di depan tenda. "Lin Lin menyukai Flynn?" pikirnya.
Detik berikutnya Dax menggelengkan kepala, tidak mungkin, tetapi Lin Lin terlihat sangat bahagia. Dax mulai bingung. Tanpa memastikan Lin Lin sudah kembali dan tidur di rumahnya sendiri, Dax sudah terbang menjauhi tenda milik Flynn untuk kembali ke rumahnya.
Ada hati yang patah malam itu, langit yang tiba-tiba mendung di Fairy Island pun menjadi saksi bahwa Dax sangat sedih kala itu.
Ctarr!!
Suara petir membangunkan para peri yang sudah tertidur. Mereka terkejut, langit malam yang semula cerah dan penuh bintang tiba-tiba saja menjadi sangat gelap. Bulan pun tak tampak di langit Fairy Island.
Flynn yang juga mendengar suara petir pun terbangun dari lelapnya, membuat Lin Lin cepat-cepat bersembunyi.
"Hujan? Hoaam." Flynn menguap di sela-sela kantuknya. "Aku tidak akan bisa tidur jika hujan." Flynn keluar dari tendanya untuk melihat keadaan di luar.
Sementara itu di pinggir pulau. Para peri hutan yang menjaga perahu sampan terlihat sedang mengencangkan ikatan agar perahu tidak terbawa arus air sebab hujan akan turun.
"Ayo cepat, hujan akan turun."
"Seharusnya malam ini tidak turun hujan."
"Apa kau tidak lihat langit sudah mendung dan kilat menyambar-nyambar?"
"Hei, aku hanya bilang seharusnya malam ini tidak turun hujan. Bukan tidak akan turun hujan!"
"Itu tidak ada bedanya!"
"Ingat, kita semua tidak akan bisa terbang jika hujan turun. Cepat lah, bukan waktunya untuk berdebat."
Di balik kesibukan para peri hutan yang sedang menambah tali untuk mengencangkan ikatan pada kapal, para peri di perkemahan pun sibuk menyelamatkan persediaan yang berada di luar pohon may.
"Apa yang sedang terjadi? Bukankah seharusnya malam ini tidak turun hujan?" Seorang peri bertanya pada peri lainnya yang sudah lebih dulu berkumpul di dalam pohon may.
"Aku juga tidak mengerti."
"Ratu Allura!" Tiba-tiba Liggy yang baru tiba di pohon may berteriak, membuat semua peri seketika terpaku.
Seharusnya dia tahu bahwa Ratu Allura sudah pergi meninggalkan mereka. Dalam keadaan panik seperti itu tampaknya Liggy reflek terhadap kebiasannya dahulu. Flagi mencoba menenangkannya.
"Oh, maaf! Otakku sulit mengendalikan ingatan saat panik. Ginger memintaku memanggil para peri untuk memindahkan perahu sampan ke daratan. Hujan mendadak akan menghanyutkan harta yang telah kita buat!"
"Hah?"
"Ayo cepat, kita harus ke pinggir pulau sebelum hujan turun."
Sementara itu, Flagi tidak ikut bersama mereka ke pinggir pulau. Dia menghampiri Dax.
"Hei, Dax, kau sudah tidur?"
Saat itu lah Dax yang sebenarnya belum tidur harus pura-pura tertidur. Flagi masuk ke rumah Dax.
"Kau tidak ikut membantu para peri?" tanya Flagi.
Namun Dax tetap pura-pura tertidur. Kabar baiknya, Flagi tau apa yang sebenarnya terjadi pada Dax, juga apa yang membuat langit mendung secara tiba-tiba malam ini. Hanya saja Dax berpikir Flagi tidak akan tahu jika dia lah penyebab hujan malam ini. Sejak awal, hanya Ratu Allura saja yang dapat mengetahui segala penyebab kerusakan di Fairy Island, dan sekarang Ratu Allura tidak akan pernah kembali.
"Hmm, seandainya Ratu Allura tidak pergi sebelum melantik pemimpin yang baru," kata Flagi dengan nada turun. Perlahan dia meninggalkan rumah Dax.
***
"Ayolah. Kami membutuhkan setidaknya dua pria untuk mengarungi samudera," ucap Liggy yang tidak ingin menunggu lebih lama lagi.
"Haha, sepertinya itu benar," tambah Flynn.
Para peri pun sudah mulai memindahkan perahu sampan dari daratan ke pinggir pantai. Akibat hujan semalaman, mereka harus bekerja cepat memindahkan perahu itu agar tidak rusak terhantam ombak, atau hanyut terbawa arus pasang.
"Cepat." Lin Lin menuntun tangan Dax untuk terbang ke arah perahu.
Mereka sudah siap berlayar dengan perahu. Sementara yang lain sibuk melambaikan tangan dan berkata, "Sampai jumpa."
Flora justru sibuk memeriksa barang-barang bawaan mereka. "Oke, persediaan makanan sudah, tempat tidur, baju hangat, selimut, astaga aku lupa membawa baju ganti. Tunggu, aku harus mengambilnya sebentar."
"Baju ganti? Aku bahkan tidak pernah melihatnya berganti pakaian," ucap Fawna, menandakan bahwa model pakaian yang dipakai para peri hanya satu jenis.
Peri lain yang ada di perahu pun tertawa, Fawna terlalu 'peritis'. Sementara itu, Flora sudah terbang menuju perkemahan peri untuk mengambil baju gantinya. Sampai akhirnya Flora kembali dan perahu sampan mereka yang dilengkapi dengan layar pun perlahan mengarungi samudera.
"Coba jelaskan padaku di mana kau akan mandi dan berganti baju?" tanya Fawna.
"Di mana pun saat kalian tertidur, hahaha," jawab Flora.
Ketika dua peri itu sedang berdebat masalah baju ganti. Lin Lin bertanya pada Flynn, "Hei, memangnya kau punya peta untuk menyusul kapal bajak laut itu?"
"Aku memang tidak memiliki peta sungguhan, tapi aku sudah menggambar peta ku sendiri," ucap Flynn seraya mengeluarkan peta dari dalam tas kecilnya.
"Wah, biar aku lihat."
Peta yang terbuka itu membuat mereka semua berkumpul untuk melihatnya, termasuk Flora dan Fawna.
"Hmm, apa ini tempat tinggal putri duyung?" Flora menunjuk gambar putri duyung kecil di dalam peta milik Flynn.
"Oh, tidak, bukan, aku hanya iseng menggambarnya, hehe," ucap Flynn lalu menutup petanya. "Oke, sekarang kita harus berlayar ke arah barat daya."
"Hm, putri duyung?" Sementara itu, Lin Lin masih terngiang-ngiang dibuatnya.
"Flynn menyukai putri duyung? Ah, tidak, tidak, itu tidak mungkin," pikir Lin Lin. "Tapi apa yang tidak mungkin? Bukankah aku juga menyukainya."
Lin Lin memperhatikan Flynn yang sedang berbicara dengan Dax. "Tidak. Walaupun Flynn menyukainya, tetap saja mereka tidak bisa bersama," tambahnya.
"Tapi, ukuran tubuh mereka sama. Bahkan ada fiksi yang menceritakan bahwa putri duyung akan menjadi manusia saat ke daratan. Hah! Tidak. Itu tidak boleh terjadi."
Lin Lin menghampiri mereka setelah berdebat dengan pikirannya sendiri. Dia ikut masuk ke dalam obrolan.
"Tenang saja, mereka tidak akan melukai Esther selagi mereka membutuhkannya untuk mengaktifkan Rhob."
"Bukankah kau bilang Rhob sudah aktif."
"Yah, tapi dia robot, bisa saja kehabisan energi."
"Yeah! Skor tertinggi untukmu," puji Flynn pada Lin Lin.