Part 1

1207 Words
Sejak tadi Siwan bergerak gelisah, ia berjalan mondar-mandir layaknya setrikaan. Di dalam ruang operasi, istrinya tengah berjuang melahirkan kedua putrinya. Ya, kedua putrinya, karena Yoora mengandung anak kembar. “Nak, duduklah.” titah tuan Kim yang pusing melihat putranya ke sana-kemari. “Tidak bisa Aboeji,” balas Siwan. Ya, tidak bisa. Ia tidak bisa berdiam diri saja di saat istrinya di dalam sana tengah berjuang melahirkan kedua putrinya. “Tapi Eomma pusing melihat kau berjalan mondar-mandir seperti itu,” imbuh nyonya Kim yang duduk di samping cucu pertamanya. Akhirnya Siwan pun menurut, ia duduk di samping Jun Yeon, putra pertamanya dengan sang istri. “Daddy,” panggil Jun Yeon. Siwan pun menoleh ke arah putra pertamanya. “Ada apa sayang?” tanyanya. "Apakah adik bayinya akan keluar?” tanya Jun Yeon polos. Siwan tersenyum, lalu mengelus puncak kepala Jun Yeon. “Iya sayang, adik bayinya akan segera keluar. Jadi, Jun berdoa ya, agar Eomma dan adik bayinya dalam keadaan baik-baik saja.” Jun Yeon mengangguk. “Iya Dad, Jun Yeon akan berdoa agar Eomma dan adik bayinya dalam keadaan baik-baik saja.” Siwan mengacak-acak gemas rambut putranya. “Anak pintar,” katanya. Siwan kembali melirik ke arah pintu ruang operasi. Lampunya masih menyala, menandakan operasi belum selesai. Seketika rasa gelisahnya kembali muncul mengingat istrinya sedang berjuang melahirkan kedua putrinya di dalam sana. Tuan Kim menepuk pelan bahu putranya. “Tenanglah, Aboeji yakin istri dan kedua anakmu baik-baik saja.” Tuan Kim mencoba menghibur putranya. Tak lama kemudian lampu di dalam ruang operasi padam, menandakan operasi telah selesai. “Operasinya sudah selesai,” ucap nyonya Kim pelan. Dokter yang menangani persalinan Yoora pun keluar dari ruang operasi yang langsung diserbu oleh keluarga Kim. “Selamat Tuan Kim, Anda kembali resmi menjadi Ayah,” kata Dokter Kang, dokter yang menangani persalinan Yoora. “Terima kasih Dokter Kang,” balas Siwan sambil tersenyum. “Bagaimana keadaan menantu saya?” tanya Nyonya Kim. “Semuanya dalam keadaan baik-baik saja, baik itu Nyonya Kim dan juga kedua bayinya.” Setelah mendengar penjelasan Dokter Kang, semua anggota keluarga Kim pun dapat bernapas lega. “Syukurlah,” ucap mereka. Dokter Kang tersenyum melihat rona kebahagiaan yang terpancar dari semua anggota keluarga Kim. Sebenarnya ini bukan kali pertama Dokter Kang menangani persalinan anggota keluarga Kim, sebelumnya ia pernah menangani Yoora di saat persalinan pertamanya dan juga persalinan Nara, adik Kim Siwan. Tetapi tetap saja Dokter Kang merasa gugup saat ditunjuk menjadi dokter yang menangani persalinan keluarga sultannya Korea Selatan. “Kalau begitu saya permisi,” pamit Dokter Kang. “Iya, Dokter Kim. Sekali lagi terima kasih.” “Sama-sama Tuan Kim,” balas Dokter Kang. Tuan Kim menepuk pelan punggung putranya. “Selamat, sekarang kau resmi menjadi ayah kembali.” Siwan tersenyum haru. “Terima kasih Aboeji,” balas Siwan. Tak lama kemudian dua orang perawat keluar dari ruang operasi bersama dengan bayi dalam inkubator. “Apakah mereka bayiku?” tanya Siwan kepada dua perawat itu. “Iya Tuan, mereka bayi Anda. Mereka perempuan, cantik seperti ibunya,” jawab salah seorang perawat. Senyum Siwan mengembang. “Anakku,” ucap Siwan lirih saat melihat wajah salah satu putrinya. Cantik sekali, seperti ibunya. “Grandma aku juga ingin melihatnya,” kata Jun Yeon yang kini melompat-lompat ingin melihat wajah adiknya. Nyonya Kim menggendong Jun Yeon agar anak itu bisa melihat wajah adiknya. “Bagaimana?” tanyanya kepada Jun Yeon. Jun Yeon takjub melihat wajah adiknya, sangat menggemaskan. “Wah,” serunya. Nyonya Kim terkekeh geli. “Dia cantik sekali,” kata nyonya Kim. “Iya Grandma, dia cantik, mirip sekali dengan Mommy,” imbuh Jun Yeon. “Aigoo, cucu Grandpa cantik sekali.” Itu tuan Kim yang bicara. “Maaf Tuan Kim, kedua bayi Anda akan kami bawa ke ruangan bayi untuk diukur tinggi badan, berat badan, dan suhu tubuhnya,” jelas salah satu perawat. Walaupun merasa sedikit tidak rela, Siwan dan nyonya Kim pun menganggukkan kepalanya. ***** “Hey, jangan lari-lari nanti kau jatuh!” teriak seorang wanita kepada putranya yang sangat aktif berlari ke sana-kemari. “Iya Eomma,” balas anak laki-laki itu. Bukannya berhenti berlari, anak laki-laki itu malah semakin menambah kecepatan larinya membuat ibunya kewalahan. Anak laki-laki itu mengabaikan teriakan ibunya. Bruk “Hunnie!” pekik ibu anak laki-laki itu saat melihat putranya jatuh menabrak seorang perawat. “Aduh!” ringis Hunnie. Sementara itu, perawat itu menoleh. “Astaga, Nak!” Ibu Hunnie langsung membantu putranya berdiri, setelah itu ia membungkukkan badannya 90° meminta maaf kepada perawat yang telah ditabrak oleh putranya. “Maafkan anak saya Nona,” ucap ibu Hunnie. Sementara itu, Hunnie asyik memperhatikan bayi kecil yang berada di dalam inkubator. “Gwaenchana Nyonya,” ucap perawat itu. “Eomma sudah katakan jangan lari-lari, cepat minta maaf kepada Eonni perawat itu,” omel ibu Hunnie. “Jeosonghamnida,” kata Hunnie sembari membungkukkan badannya 90°. “Tidak apa-apa adik manis,” balas perawat itu sedikit menunduk untuk mengelus puncak kepala Hunnie. Hunnie sedikit melihat wajah bayi itu. Cantik sekali, hidungnya mancung, bibirnya berwarna merah, dan kulitnya putih bersih. Hingga Hunnie ingin menguyel-uyel kedua pipinya. “Kalau begitu saya permisi, Nyonya,” kata perawat itu kepada ibu Hunnie. “Iya, Nona. Sekali lagi maafkan anak saya,” kata ibu Hunnie. Arah pandang Hunnie masih melihat ke mana perginya perawat itu bersama bayinya. “Ayo Hunnie,” ajak ibu Hunnie. Namun, Hunnie tidak merespon perkataan ibunya. “Hunnie,” panggil ibu Hunnie. Ibu Hunnie pun melihat ke mana arah pandangan putranya. “Kau lihat apa, Nak?” tanyanya kebingungan. “Tidak ada Eomma,” bantah Hunnie. Hunnie berjalan mendahului ibunya yang saat ini tengah kebingungan melihat sikap aneh putranya. Tanpa mereka ketahui, jika pertemuan itu menjadi benang merah antara Hunnie dan bayi itu. ***** Semua anggota keluarga Kim tengah sibuk mengerumuni box bayi Siwan dan Yoora. “Wah, cantik sekali mirip Yoora Eonni,” kata Nara adik Siwan. “Grandma, kenapa adik bayinya tidak bangun-bangun?” tanya Jun Yeon. Sementara itu, nyonya Kim sibuk memotret kedua cucu barunya. “Mungkin jika mereka haus, mereka akan bangun.” Jun Yeon cemberut. “Padahal aku ingin melihat matanya, apakah matanya sipit sepertiku atau tidak.” Henry yang tengah menggendong putranya, terkekeh geli mendengar perkataan keponakannya. “Emm ...” Semua anggota keluarga Kim menoleh saat mendengar suara lenguhan Yoora. Siwan langsung mendekat ke arah sang istri. “Yeobo,” ucapnya. “Oppa,” panggilnya lirih. “Iya sayang,” jawab Siwan. “Di mana mereka?” tanya Yoora. Siwan mengerutkan keningnya. Mereka? Tapi beberapa detik kemudian ia paham apa yang di maksud istrinya. “Di sana,” tunjuk Siwan. Yoora pun menoleh ke arah kanannya dan mendapati semua anggota keluarga Kim tengah mengerubungi sesuatu yang ia yakini box bayi. “Aku ingin melihat mereka ...” ucapnya lirih. “Baiklah.” Siwan pun mengambil kedua putrinya, satu ia serahkan kepada istrinya dan yang satunya ia gendong. “Mereka cantik sekali,” ucap Yoora lirih, karena tenaganya terkuras habis saat melahirkan. Siwan mengecup kening istrinya. “Terima kasih, terima kasih karena sudah berjuang untuk mereka,” bisiknya tepat di telinga sang istri. “Kau akan menamai mereka siapa?” tanya tuan Kim. “Kim Hyera dan Kim Hyena,” kata Siwan. Semua anggota keluarga Kim tampak bahagia menyambut hadirnya anggota baru di keluarga mereka.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD