Waktu dan Masa yang Berbeda

786 Words
Xera melihat ke sekelilingnya. Saat ini ia berada di sebuah ruangan gelap yang sama sekali tidak menampakan ujungnya. Apakah saat ini ia sudah berada di alam baka? Xera tidak yakin dengan yang satu hal itu. Kembali gadis itu memandang ke sekelilingnya, dan ia kembali bernafas legah setelah melihat setitik cahaya. Tidak ingin membuang waktunya semakin lama, Xera berusaha lari untuk menggapai cahaya itu. Semakin ia mendekat ke titik itu, semakin beratlah nafasnya. Ia berjalan tertatih-tatih sambil meremas dadanya. Nafasnya semakin berat,kepalanya semakin tertekan seiring langkahnya yang semakin dekat dengan cahaya itu. Ada apa ini? Apakah ke alam bakapun harus seperti ini? Ucapnya tak habis pikir. Tidak ingin menyerah, Xera kembali melangkahkan kakinya mendekati cahaya itu, dan seiring langkahnya, semakin susah juga ia bernapas. Ia berlari semakin kencang, ia ingin mengakhiri penyiksaan ini secepat mungkin. Xera terjatuh kecahaya putih itu, napasnyapun semakin memberat serasa seperti ia tenggelam. Tubuh Xera tersentak, nafas gadis itupun terengah-engah, keringat dingin membanjiri seluruh tubuhnya. Ia terduduk dan berusaha mengambil nafas dengan rakus. Bahkan gadis itu tidak menyadari bahwa rambut pendeknya kini tergerai panjang di sisi kirinya. Tangan kirinya berusaha ngelap peluh keringat yang membanjiri keningnya. Xera terdiam setelah menyadari sesuatu. Tangan kirinya terulur ke depan. Ia memperhatikan jari-jari lentik yang berkulit putih itu. Bahkan penciumaannya kini menyadari bahwa ruangan tempat dia berada beraroma mawar. "Tuan Putri sudah siuman!! Tuan Putri sudah siuman!" teriakan itu membahana memenuhi seluruh ruangan. Xera melihat tersangka yang sudah berteriak itu dari arah sampingnya. Seorang gadis muda dengan pakaian aneh berdiri di sampingnya, memandangnya dengan penuh haru. Bahkan gadis muda itu terlihat meneteskan air mata sambil memandanginya. "Siapa kau?" Xera berguman pelan. Ia masih tidak menyadari semua keanehan yang terjadi pada tubuhnya. Mata gadis itu membola besar setelah mendengar perkataan Xera. Gadis aneh itu langsung terduduk sambil menundukan kepalanya. "Tuan Putri, ini Meng Mei, dayangmu Putri. Maafkan hamba yang bersalah ini Putri, tapi tolong jangan lupakan hamba, tuan Putri" sesegukan Meng Mei memenuhi ruangan itu, dan semakin membesar tanda tanya pada Xera. Pintu yang berada di hadapannya terbuka lebar, menampilkan beberapa pria muda dan paruhbaya yang juga berpakaian aneh. Semua orang yang berada di ruangan itu memandang Xera dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. Seorang pria tua datang mendekatinya, kemudian memegang pergelangan tangannya bermaksud untuk memeriksa detak jantungnya, beserta suhu tubuhnya. Tabib Boa membalikkan tubuhnya menghadap ke Raja Liu, mengbungkuk hormat sebelum melaporkan perihal kondisi Xera. "Lapor, Yang Mulia. Sepertinya keadaan Putri Jia sudah baik-baik saja. Masa-masa kritisnya sudah terlewati" terangnya. Raja Liu tidak langsung menanggapi, dirinya masih memandang Xera dengan tatapan dingin. Raja Liu memerintahkan seluruh dayang-dayang beserta para kasim untuk keluar. Dan hanya memperbolehkan anggota keluarga yang berada di ruangan itu. Raja Liu mendekati Xera, kemudian tangan besarnya mendarat dengan sempurna di pipi Xera, dan suara tamparan membahana di ruangan itu. Xera memandang nanar ke arah tersangka yang telah menamparnya, tatapan tajamnya saling bertubrukan dengan Raja Liu. "Siapa kau?" desis Xera dingin hingga membuat semua orang-orang yang berdiri di depannya terlihat terkejut. "Putri Jia!" teriakan Raja membuat suasana menjadi mencekam. "Berani sekali kau. Mana etikat baik yang diajarkan ibumu?" Xera menaikan satu alisnya. Jia? Siapa Jia? Tanyanya dalam hati. Namun ia tidak mengatakan apapun. Matanya kembali memandang sekelilingnya, memperhatikan lebih jelas keanehan yang terjadi. Ia merasa seperti sedang bermimpi, tapi tamparan keras itu terlalu menyakitkan jika disebut mimpi. Dengan gerakan pelan, dia mengubah posisi duduknya, setelah merasa lebih kuat menopang tubuhnya, Xera memutuskan untuk berdiri. Xera bahkan mengabaikan rasa sakit yang menyerang kepalanya tiba-tiba. "Siapa kalian?" kali ini Xera berucap pelan, dan lebih terlihat seperti berbisik, karena menahan rasa sakit. Raja Liu yang melihat keanehan pada Xera langsung memanggil kembali Tabib Boa untuk memeriksa keadaan Xera lebih terperinci. Raja Liu memerintahkan Pangeran Kaili serta Putra Mahkota Renshu untuk membatu Xera kembali duduk. Tabib Boa datang tergopoh-gopoh, kemudian menunduk hormat sebelum memeriksa Xera kembali. "Periksa kembali kondisi Putri Jia" kata Raja pada Tabib istana. "Laporkan kondisinya padaku malam ini juga!" ucapnya tegas dan pergi meninggalkan ruangan itu. ^^ Xera merasa gerah dan sedikit terganggu dengan perlakuan para orang-orang yang mengaku sebagai dayangnya. Saat sedang mandipun, bahkan mereka ikut campur untuk membatu membersihkan tubuhnya. Untuk kali pertamanya, Xera merasa terganggu dengan orang-orang yang berada disekelilingnya. "Apa seperti ini pekerjaan kalian? Melayaniku bahkan sampai memandikanku?" Xera memutuskan keheningan yang tercipta disisinya. Saat ini Xera sedang berpakaian, dan dibantu oleh beberapa dayang. Ia melirik seorang dayang yang berada disampingnya, yang memperkenalkan namanya sebagai Meng Mei. Meng Mei menununduk, sebelum berucap pelan "Benar Putri, pekerjaan seorang dayang adalah melayani tuannya, sekalipun itu saat mandi" jawabnya sopan. Xera menghembuskan nafasnya kasar, gerah dengan perlakuan semua orang, dan kesal melihat kondisinya yang saat ini. Xera yakin, ini bukan mimpi. Dirinya sedang berada di kehidupan yang berbeda, hidup disalah satu tubuh Putri Raja.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD