Katanya kecelakaan ...

1794 Words
Pagi cerah dengan di hiasi sinar mentari pagi menyinari bumi membuat dua orang insan itu sedikit terganggu dari tidur mereka. Keduanya menggeliat pelan dan mencari posisi nyaman bersiap untuk kembali terlelap dari lelah aktivitas mereka semalam hingga salah satu dari mereka tersadar bahwa ada suatu hal yang mengganjal atas keadaan saat ini. "Enghhh... Hoammm." Gadis atau mungkin sekarang disebut wanita itu berusaha duduk melihat sekitar yang nampak asing dimatanya. "Ehhh, ini masih di hotel ya? Gue gak pulang dong ya semalam?" Melihat kearah sebelahnya terdapat seseorang pria ia mengerjapkan matanya beberapa kali untuk memastikan kembali keadaan saat ini. 'Gue t*******g, dia telanjang... Ehh, apa gue udah gak perawan?' Wanita itu mengintip sesuatu dibalik selimut yang ia kenakan bersama orang disebelahnya. "Ehhh, anjir... Gue beneran udah gak perawan. Apa gegara mabuk kemarin ya? Yah, gak tahu rasa nikmatnya pas pecah perawan dong. Habis nikah gak bisa malam pertama ya, jadi malam kedua atau kesekian." Wanita itu menoleh pada orang sebelahnya dan mengguncang pelan bahunya agar terbangun. "Apa sih mah, abang masih jalan-jalan di New york sama Luna nih. bentar lagi mau singgah juga ke Rusia.." "Hadeuh, Bang Igo nih. Masa jalan-jalan ke luar negri sama kucing, gak elite banget mending ma gue." Melihat usahanya tak membuahkan hasil dan tak sempat berfikir cara lain akhirnya gadis itu malah menggigit bahu pria itu hingga terbangun. "Ahhh sakit, vampir dari mana nih darah gue pahit lohh cari darah lain aja. Di rumah sakitkan banyak. Udah, udah woy,,, sakit nih." "Abang Igo, bangun napa ihhh... Rara lagi t*******g, baju semalam kayanya robek deh." "Kenapa sih dek Rara, Abang masih ngantuk." keluh sang pria. "Abang ihhh, dengerin Rara dulu bang..." Pria itu ikut duduk sambil bersandar pada kepala ranjang, niatnya mengumpulkan nyawanya yang masih ntah berantah di mana. "Dek Rara kenapa t*******g? dek Rara juga gak ngantuk? Abang aja masih ngantuk." "Gak ngantuk tapi capek. Gak tahu nih Bang, semalam kayanya kita habis ngelakuin maksiat deh Bang. s**********n Rara perih, ada noda darah juga." Jelasnya untuk menjawab pertanyaan tersebut. "Ets dah, gak perawan dong. Sama siapa ngelakuinnya?" -> ini kayanya cuma mereka yang bisa paling santuy bener setelah ngelakuin kek gini, herman sendiri gue.. "Sama lo deh kayanya bang, kan cuma ada kita disini." "Oh ya udah, kita bahas nanti. tidur lagi ya... Abang masih ngantuk." "Terus jam berape kita pulang bang?" " Sekarang jam berapa?" "Masih jam sembilan pagi." "Sore aja dah pulangnya, nanti bayar perpanjangannya biar gue aja." "Hehhe, okey.. Tapi laper bang. Pesen sama pihak hotel ya, jangan lupa Abang yang bayar tagihannya." "Iya, nanti gue bayar sekalian." " Siap bang..." ***** Malam hari... "Malam Mah, Pah!" "Kami di ruang teater Igo, jangan lupa bawa cemilan Mamah di dapur ya. Yang di sini udah abis!" "Okey Mah!" mengambil langkah sesuai dengan kehendak ibu ratu, dan menyusul keruangan tempat dimana mereka berada. "Lagi pada nonton apa deh?" "Liat aja sendiri," Jawab sang Mamah. "Kemarin kamu kemana gak pulang? tumben," Tanya sang papah. "Nginep di hotel." Jawab Virgo lempeng. "Oh iya, Nadin sama Farel kemana, Pah?" "Nadin di kamarnya lagi nonton drama Koreanya, kalau Farel nginep rumah temen katanya sekalian ngerjain tugas sekolah. Eh Mah, ngomong-ngomong temennya Nadin sekarang jarang keliatan main kerumah ya?" "Ihh, Papah. Mamahkan lagi fokus nonton jangan di ganggu. lagian temen mana sih orang cuma Libra doang yang pernah ke sini." "Nah itu dia, gak ada lagi dia mampir-mampir sini ya, udah lama.." Ketahuilah, kini keberadaan Virgo bagaikan kasat mata bagi kedua orang tuanya. Karena merasa tak dilibatkan dalam obrolan dia hanya bisa menatap layar film, walau tak fokus karena pendengarannya malah mendengarkan obrolan orang tuanya. Setelah selesai obrolan, kembali lagi sang Mamah fokus pada film yang di tayangkan. Virgo sempat sadar mungkin ini adalah waktu yang tepat untuk membicarakan kejadian tadi pagi kepada orang tuanya. Hening sesaat sebelum Virgo memulai pembicaraannya. "Mah, Pah, Igo mau ngomong." "Mau ngomong apa?" Tanya sang ayah pada anaknya tersebut. "Pah, kenapa filmnya di pouse sih. Kan Mamah lagi asik nonton, ja-" "Diem, anakmu mau ngomong itu." "Ahhh dia suka gak jelas apa yang di bahas, ayo lanjut lagi filmnya." rajuk sang Mamah. "Ehh, atau Papah jadi aja ke lomboknya kalau Mamah masih mau ngambek." Dengan masih perasaan gak rela ia harus mengalah, dari pada ia di tinggalkan lebih bahaya. Walau cuma dua hari itu akan sangat menyiksa bagi Ira, yang memang memiliki sifat manja walau anaknya telah beranjak usia matang. "Apa? Mau ngomong apa?" "Mah, Pah, Igo kemarin merawarin anak orang masa." Mulai mengalirlah kronologis cerita kemarin hingga tadi pagi. Tanpa melewatkan satupun kejadian, kecuali saar ia tak sadarkan diri karena dia aja gak tahu jadi gak di ceritain. Setelah selesai bercerita, suasana sempat hening sekejap sebelum sang ibu mulai bersuara memecah keheningan diantara tiga orang tersebut. "Pah, Mamah baru tahu ada orang kaya mereka. Dan parahnya lagi salah satunya anak kita,,," "Fiks Mah, Papah setuju dia gak waras. Igo, kamu beneran habis ngalamin kaya gitu? Tanggapan kamu terlalu santai buat orang yang habis kecelakaan," "Emang tanggapan seharusnya kaya apa, Pah?" "Astaga, ayo mah kita tidur aja. Dan kamu juga istirahat aja, besok kita kerumah mereka..." "Mau ngapain? Mereka siapa?" "Astaga Virgo, ya ke rumah cewe yang kamu perawaninlah... Kita lamar dia buat kamu nikahin sebagai bentuk tanggung jawab, kamu ini polosnya atau bodohnya yang ke bangetan!" teriak Ira pada anaknya, ia benar-benar gak percaya anaknya ini bisa baca situasi dan pandai dalam mengembangakan bisnis dalam banyak bentuk. Tapi lihatlah, masa situasi kaya gini malah gak paham harus bertindak seperti apa. "Ohh gitu Mah, berarti bentar lagi Igo nikah sama dek Rara yah? Nanti tidur ada yang nemenin, makan ada yang ngambilin, kaya Papah sama Mamah, iyakan? Asik..." "Astaga, tuker tambah anak bisa gak sih?" Ira mulai lelah, mengusap wajahnya untuk memendam emosinya yang siapa akan meledak seketika. Sedangkan sang suami sudah sangat berusaha menahan tawanya saat mendengar dialog antara istri juga anak mereka. "Iya Igo, ya udah sekarang kamu pergi ke kamar kamu." Mendengar titah Papahnya, Igo langsung pamit dan beranjak ke arah kamarnya menyisakan suami istri dalam ruang teater. "Aku serius,," "Apanya?" Tanya sang suami bingung dengan perkataan istrinya. "Bisa gak ya?" tanya Ira dengan wajah yang serius. "Bisa, besok kita coba lamarkan Libra untuk Virgo." jawab Steven dengan santai "Bukan itu," sanggah Ira pada suaminya "Hah? Lalu?" "Masalah tuker tambah anak itu," 'Fiks, gue tahu dari mana sifat somplak anak gue berasal' Jelas sekali kalimat hanya bisa ia ucapkan dalam hati. Kalau sampai terucap akan ada nanya perang adu mulut dua, dan ia gak sanggup untuk mendapatkannya. Dilain tempat dengan waktu yang sama, seorang perempuan memasuki kawasan rumah dengan santai bagaikan tidak ada kejadian besar yang ia alami dalam hidupnya. "Permisi, go foodnya sudah datang. Bunda, Abang... Libra pulang, misi ada orang gak?!" Libra berjalan memasuki ruang tamu, disana terlihat muka terkejut dari Bunda dan Abangnya. "KAMU HABIS DARI MANA AJA BARU PULANG JAM SEGINI?" Teriak Bunda dan sang Abang secara bersamaan. "Cie,,, Abang sama Bunda kok kompak banget sih... ahhh jadi iri, kenapa Libra gak di ajak?" "Ck, yang benarlah Libra. Kamu kemana aja sih, Abang sama Bunda udah khawatir banget. Semalam kamu ilang gitu aja di acara, Abang kira kamu udah pulang atau main dengan teman. Baru aja Abang sama Bunda mau telepon polisi kalau aja kamu telat lagi pulang kerumah lagi." "Hehehe sorry bang, aku kemarin haus ngambil jus. Terus, gak sadar nginep di hotel-" "Ehhh sama siapa?" Tanya Bunda yang sudah panik duluan. "Tunggu dulu," sambil mengangkat tangannya sebelah. "hotel?" "He em bang, soalnya pagi-pagi tadi aku bangun udah di hotel, sarapan, terus karena ngantuk aku tidur lagi badan aku capek banget soalnya." "Ya ampun, capek? emang kamu habis ngapain capek? udah bangun kok malah tidur lagi sih..." "Mumpung gratis sih Bund, soalnya pas mau di bayar ternyata udah ada yang bayar selama 2 hari 2 malam." Jelas Libra, sang Bunda hanya Menggelengkan kepala merasa aneh dengan sikap anaknya yang satu ini. 'Ini nih efek aku nikah dulu sama mas Damar, yang orangnya gak jelas banget' bathin Firly. Abangnya Libra Alvin sedari tadi hanya diam dan menyimak, jelas karena dari cerita adiknya kini sangat mengganjal. Karena keadaan ini gak mungkin kebetulan semata tapi pasti ada yang merencanakannya. Ditambah lagi, kalau diperhatikan adiknya sekarang pulang bukanlah dengan pakaian yang sama. "Tunggu deh Ra, kamu minum jus bangun-bangun udah di hotel?" Tanya Alvin untuk kembali memastikan dan Libra menjawab hanya dengan anggukan. "Sudah di pesan dan bayarnya selama 2 malam, siapa yang pesan?" Kembali Libra menganggukan kepala seraya menjawab pertanyaan Abang semata wayangnya "Secret, kata receptionistnya orang yang pesan gak bolehin ngasih tahu namanya karena itu adalah hadiah darinya. Baik ya dia Bang?" "Kok ada ya orang aneh kaya gitu," tanggap Bundanya. "Astaga!! Jangan bilang kamu juga bangun dalam keadaan t*******g bersama seorang laki-laki di satu ranjang, iya?" "..." Libra diam. Sedangkan Bunda yang baru sadar maksud anak sulungnya kembali terkejut seraya menutup mulutnya dan terduduk di sofa. "Jawab Libra Anjani!" Sentak Alvin, ucapannya masih dalam batas menahan emosi namun penuh dengan tekanan di dalamnya. "Jawab aja sayang, Bunda dan Abang akan dengerin kamu dulu," Ucap lirih Bunda. Ia tahu anaknya telah melakukan kesalahan hanya saja logikanya masihlah berjalan, ia merasa pasti berat pada posisi Libra saat mengalami ini. "Kan kata abang 'Jangan bilang' Bunda, sedangkan kejadiannya emang kaya gitu makanya Rara diam." Jelas Libra dengan muka cemberut karena ngambek disalahkan. 'Iyakan, Rara gak salah? Tadikan abang Alvin sendiri yang ngomong jangan bilangnya' dumel Libra menahan kesal pada Abangnya. -> ya, gak gitu juga loh konsepnya sayang. -> udah diem aje lu athor gak guna. gue gak salah disalahin mulu huh... -> bodo amatlah Ra, lelah saya... oke back to story "Hah, serah lah Ra... Sampai pecah perawan gak kamu, gak kan?" Tanya Alvin kesekian kalinya untuk memastikan, sebab jika pecah perawan harusnya Libra gak mungkin masih seceria ini. Ya seharusnya namun melupakan satu hal, ia lupa jika tingkat kewarasan adiknya sangatlah minim. "Hhhuuaaaaa..." Tiba-tiba Libra menangis saat mendengar pertanyaan Alvin dan berhambur pada pelukan Bundanya. Alvin yang tadinya sempat emosi jadi meluap gitu aja, begitupun sang Bunda yang tadi masih ada rasa kecewa berganti keduanya menjadi iba atas perkara yang menimpa Libra. "Ssstt, udah gak usah nangis lagi ya.. Abang dan Bunda akan selalu ada buat kamu ya, udah gak perlu sedih lagi." Hibur Alvin mengusap pelan punggung adiknya. "Bund hiks, gimana nanti kalau Rara nikah?" "Ya pasti akan ada yang nerima kamu apa adanya," "Hiks bukan itu bund," Sangkal Libra. "Lalu apa?" "Nanti aku sama suami hiks bukannya malah malam pertama hiks jadi malah malam kedua, mana pas pecah perawan gak ngerasain lagi. Soalnya kemarin malam dalam keadaan gak sadar hiks Bund," Jelas Libra, Alvin dan Bunda menatap Libra datar tak menyangka kalau yang di permasalahkan adalah rasa dari malam pertama atau pecah perawan. 'Nyesel gue iba sama lo' bathin Alvin. 'Aku merasa sia-sia ngelahirin Libra.' bathin Firly.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD