5. Lamunan Liu An

1274 Words
Liu An tengah melamun di taman istana, ia memandang indahnya bunga-bunga yang bermekaran di sana. Tidak hanya itu, beberapa burung datang dan hinggap di ranting yang ada di atas kepala Liu An. Beberapa pelayan berjalan melewati dirinya, membungkuk-kan badan berharap mendapat balasan sebuah senyuman, sayangnya tidak ada. Dalam pikiran Liu An, kini ia sedang kembali ke dunia di mana dirinya sebagai Suzy. Namun, perlahan di saat Liu An mencoba mengingat kembali apa saja hal yang pernah dilakukannya, ingatan itu mulai memudar. Aneh … malaikat maut mengatakan jika ia hanya akan menggantikan masa hidup seseorang di sana, dan bisa kembali setelah waktu yang ditentukan habis. Tapi, pada kenyataannya … Liu An semakin terbawa dalam kehidupannya saat ini. “Hah … di sini memang sangat sempurna, akan tetapi … aku juga merindukan hidup di dunia dulu,” gumamnya. “Tuan Putri, apa yang sedang kau pikirkan?” tanya Yan Jie yang muncul tanpa permisi di hadapan Liu An. “Yan Jie, kenapa kau selalu muncul di saat yang tidak tepat?” cercah Liu An kesal. “Maafkan hamba, Tuan Putri.” “Kau sungguh mengacaukan lamunanku,” ujar Liu An yang akhirnya beranjak dari sana menuju ke tempat lain. “Tuan Putri, kau akan pergi kemana?” tanya Yan Jie sembari mengekor pada Liu An. “Neraka!” jawab Liu An. “Apa? Tapi kau tidak boleh ke sana!” sahut Yan Jie. Liu An menepuk dahinya dengan keras, ia merutuki kepolosan pengawal setia itu. Pura-pura tidak peduli dengan ucapan Yan Jie, Liu An terus melangkah hingga berhenti karena seseorang berdiri dengan tegap di depannya. “Bisakah kau menyingkir? Aku ingin lewat!” ucap pria itu. “Maaf, sepertinya … kau yang menghalangi jalanku,” jawab Liu An. Yan Jie masih berada cukup jauh dari posisinya, dan perseteruan kecil di sana mulai membuat suasana semakin panas. “Putri Liu An, beraninya kau berkata begitu padaku?” ujar pria yang tidak lain adalah pangeran Fang Lin. “Hmm, tunggu sebentar, sepertinya ada yang salah dengan ucapanmu itu. Seharusnya kau yang bersikap manis padaku! Pangeran Fang Lin.” Liu An kembali membantah, dan ia tidak peduli dengan sikap arogan Fang Lin. Sampai akhirnya tangan Fang Lin mendorong tubuh Liu An dan hampir saja terjatuh jika Yan Jie tidak segera menangkapnya. “Tuan Putri, kau tidak apa?” tanya Yan Jie. “Tidak. Aku tidak apa-apa,” jawab Liu An. Tatapan tajam kini mengarah pada Fang Lin, dan Liu An ingin sekali membalas pria itu. Namun, ia menahan emosi dan memilih pergi dari sana bersama Yan Jie. “Cih! Dasar pengecut!” gumam Fang Lin. Saat itu juga sebuah alas kaki milik Liu An melayang dan mengenai kepala Fang Lin. “Rasakan!” ucap Liu An. “Kau!” seru Fang Lin. Liu An tidak peduli dengan alas kakinya, ia kembali berjalan dengan hanya menggunakan satu alas kaki saja. Sampai di jalanan yang penuh bebatuan, Liu An meringis menahan sakit pada kakinya yang tidak menggunakan pelindung. Yan Jie yang tidak tega melihat hal itu, mulai mendekat dan tiba-tiba meraih tubuh Liu An. “Ah … apa yang kau lakukan?” tanya Liu An. “Maafkan hamba, setidaknya biarkan hamba melakukannya hingga Tuan Putri sampai di tempat tujuan,” ujar Yan Jie dengan sangat sopan. “Aku ingin kembali ke kamar, sejujurnya … aku tidak tahu jalan kembali ke kamarku sendiri,” ujar Liu An, malu. “Baik, Tuan Putri.” Langkah kaki Yan Jie mengantarkan Liu An hingga sampai di depan kamar. Yan Jie bisa melihat ada luka pada telapak kaki Liu An, dan ia merendahkan tubuhnya untuk melihat luka itu. “Eh … apa yang kau lakukan, Yan Jie?” tanya Liu An. “Tuan Putri, kaki-mu terluka. Biarkan hamba mengobatinya,” ujar Yan Jie. “Sebaiknya kita masuk ke dalam, ada banyak pelayan yang melihatmu. Apa kau tidak takut jika Sang Raja atau Ratu tahu?” tanya Liu An. “Baik.” Akhirnya mereka masuk ke dalam kamar. Yan Jie menyiapkan air hangat untuk menyeka kaki Liu An, lalu ia juga mengambil handuk untuk mengeringkannya. Pria itu melakukannya dengan sangat sabar. Sedangkan Liu An hanya bisa menatap wajah Yan Jie, tatapan itu begitu teduh … hingga tanpa sadar, jantung Liu An berdetak terlalu kencang. “Yan Jie, cukup! A-aku … aku ingin beristirahat,” ujar Liu An. “Baik, Tuan Putri.” “Ehm … Yan Jie, kapan Kakak-ku akan pulang?” tanya Liu An sebelum  pengawal itu pergi. “Entahlah, Putra Mahkota  biasa kembali jika Sang Ratu mencarinya.” “Begitu rupanya.” Setelah itu, Yan Jie berjalan keluar dari kamar Liu An. Dan membiarkan Tuan Putri terlelap di dalam mimpinya. *** Pagi ini, Liu An melihat ada keributan di depan kamarnya. Ia tidak tahu apa yang terjadi di sana. Sampai akhrinya ada seorang pelayan masuk tanpa izin,dan mengatakan jika Sang Ratu ingin bertemu dengannya. “I-ibu ingin bertemu denganku?” tanya Liu An yang masih di atas ranjang. “Iya, Tuan Putri.” “Baiklah, aku akan membersihkan diri terlebih dahulu. Kau bisa keluar,” ujar Liu An. Setelah menundukkan kepala sebagai tanda mengerti, pelayan itu berjalan keluar dari kamar Liu An. Kesal … kenapa pelayan yang diutus sang ratu harus bersikap tidak sopan. Dan hal itu akan ia adukan pada ibunya saat sudah bertemu nanti. Selesai dengan kegiatan pagi, Liu An kini telah siap menghadap sang ratu. Ia berjalan menuju ke istana ,tempat sang ratu berada. Bersama Yan Jie, Liu An berjalan mengekor. Ia benar-benar masih belum mengingat tata letak istana. Sampai di mana Yan Jie berhenti secara tiba-tiba, dan Liu An menabraknya. “Kenapa kau berhenti?” tanya Liu An. “Karena kita sudah sampai, Tuan Putri,” jawab Yan Jie. “Baiklah, aku akan masuk.” Liu An melangkah masuk ke dalam ruangan itu. Di sana ia melihat sang ratu duduk dengan tersenyum menatap Liu An. “Ibunda,” sapa Liu An. “Kemarilah, Liu An.” Liu An melangkah mendekat, dan duduk tepat di hadapan Ratu Mo Ai. “Ibunda, ada apa memanggil aku?” tanya Liu An. “An, bagaimana keadaanmu?” tanya Sang Ratu. “Baik, Ibu. Tidak ada yang perlu kau khawatirkan lagi dengan kondisi kesehatanku,” ujar Liu An. “Senang mendengarnya.” “Ibu, apa ada tugas untukku?” “Kau selalu tahu apa yang Ibu inginkan, kau benar … aku ingin sekali mencari keberadaan Yue. Namun, kau tahu sendiri bagaimana Baginda Raja.” “Ibu, kau ingin aku keluar istana untuk mencari keberadaan Kakak?” “Ya, aku yakin … kau pasti tahu di mana Yue berada,” ujar Mo Ai. “Baiklah … aku akan mencoba untuk keluar dari istana. Tapi … aku tidak bisa berjanji, Ibu.” “Tenang saja, Yan Jie akan menjagamu selama mencari Yue di luar sana.” “Ibu, bagaimana jika Ayahanda tahu?” “Tidak, aku akan melindungimu.” Liu An tersenyum, ia merasa sangat senang saat bertemu dengan Ratu Mo Ai. Tidak hanya itu, Liu An juga  merasa jika ia begitu dekat dengan ibunya itu. Setelah perbincangan singkat itu, Liu An berjalan bersama Yan Jie untuk kembali ke kamar dan bersiap. Liu An memang tidak sekuat Yue, tapi … setidaknya ia pernah belajar untuk menggunakan panah dan pedang. “Yan Jie … kau akan melindungi aku, bukan?” tanya Liu An. “Tentu saja.” “Sejujurnya … aku tidak tahu mengapa tiba-tiba saja aku merasa sangat tidak asing dengan perintah Sang Ratu.” “Tuan Putri, kau sudah sangat sering melakukannya.” “Begitu rupanya.” Yan Jie tersenyum. Senyum manis pengawal setia Liu An itu, membuat hati sang putri seperti melayang ke atas langit. “Tuan Putri, apa kau baik-baik saja?” “I-iya.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD