"Mike, bisakah kau lebih cepat?", pinta Alice.
Mike mengangguk, ia mempercepat langkahnya sambil mendorong Alice yang duduk diatas kursi roda.
Alice sangat senang mendengar kabar dari Mike bahwa Jasper sudah sadar.
Meski kecewa karena Jasper sudah sadar beberapa hari lalu tapi tidak ada yang memberitahunya.
Alice tetap bersyukur.
Sesampai di depan lorong kamar Jasper.
Alice dan Mike saling berpandangan karena melihat kedua orang tua Jasper tampak pasrah dan terduduk lemas di bangku.
Mike yakin pasti ada sesuatu.
Dengan langkah berat ia tetap mendorong kursi roda menuju ke sana.
"Hai nona Alice. Senang melihatmu", sapa sang dokter pada Alice ramah.
Tapi, alice yakin ada sesuatu yang disembunyikan dokter itu ketika ia dengan cepat merubah raut wajahnya.
Bahkan firasatnya menjadi buruk saat bayi di dalam perutnya menendang sangat keras. "Awhh!", pekiknya membuat lainnya panik.
"Alice! Kau baik-baik saja?", tanya Jasmine.
Alice mengangguk sambil menyengir menahan sakit. "Tak apa ma. Bayinya menendang",
Lalu ia menatap sang dokter. "Dok, bagaimana keadaan suami saya?",
Dokter melirik Mike meminta jawaban. Apakah boleh mengatakan yang sebenarnya pada Alice.
"Jika dokter takut terjadi sesuatu pada saya. Jawabannya tidak akan. Saya akan baik-baik saja. Jadi katakan apa yang sebenarnya terjadi",
Mike mengangguk memberi kode agar sang dokter lebih baik mengatakannya.
"Sebenarnya... ", Dokter menggantung kalimatnya. Ia menarik napas dalam.
"Saya sudah menjadwalkan untuk operasi Tuan Jasper tiga bulan kedepan. Saat saya melakukan pemeriksaan kondisinya tadi pagi.
Memang ada banyak perubahan.
Tapi, dia menolak untuk dioperasi",
Alice terdiam sejenak. Pikirannya sangat kacau sekarang.
Kenapa Jasper tidak ingin dioperasi?
Apa dia memilih meninggalkannya?
Tangannya mulai bergetar. Keringat dingin mulai menembus pori-porinya.
Mike yang melihat Alice seperti down. Ia menyuruh sang dokter untuk pergi dan membiarkannya yang mengatakan sebenarnya pada Alice.
Lalu ia berlutut dihadapan Alice dan merengkuh wanita itu.
Ia tahu Alice ingin menangis dan biarlah pundaknya menjadi sandarannya untuk saat ini.
Mike menghembuskan napasnya kasar. "Aku tahu ini cobaan tersulit dalam hidupmu.
Kau jangan patah semangat.
Jasper punya alasan kenapa ia memilih tidak dioperasi",
"Apa?! Katakan apa alasannya? Jelas ia sudah tidak cinta padaku kan? Dia mau meninggalkanku kan? Aku hanya bisa menunggu keajaiban dari Tuhan kalau Jasper bisa sembuh total.
Tapi, saat keajaiban itu datang. Ia memilih tidak mau dioperasi. Katakan padaku!", serunya emosi.
Air matanya mengalir lagi melewati kedua pipinya.
"Katakan padaku, Mike", ia terisak.
Mike mengusap punggung Alice lembut. Ia menumpukan dagunya pada puncak kepala Alice.
Begitupun dengan Jasmine. Ia mengusap kepala Alice.
"Jika Jasper memilih operasi. Ada dua kemungkinan. Berhasil atau tidak 30% dan 70%.
Jika berhasil. Ia juga akan kehilangan seluruh memorinya.
Ia akan lupa pada kita semua, termasuk dirimu",
Alice menangis sejadi-jadinya hingga tak ada suara isak terdengar dari bibirnya.
Sakit hati yang awalnya hanya setitik kini menjadi menjalar keseluruh tubuhnya.
Apa yang harus dia lakukan sekarang? Dua-duanya memiliki resiko yang sangat besar.
Dan apakah ia bisa hidup dalam kekosongan ingatan Jasper?
Tanpa ada kenangan atau ingatan di masa lalu.
Tapi, jika Jasper tidak dioperasi. Tak hanya ingatannya yang hilang. Tapi juga seluruh tubuhnya akan kembali ke tanah terkubur dalam.
"Jasper tidak mau dioperasi karena ia tidak mau melihatmu menderita karena ia tak bisa mengingatmu seumur hidup.
Ia memilih bertahan hidup selama yang dia bisa. Tapi, ia bisa ingat jelas siapa dirimu dan anak kalian nantinya",
Tangisan Alice semakin terdengar pilu di telinga Mike.
Bahkan Mike sendiri ikut menangis.
Sedangkan Jasmine terduduk dan didekap oleh Vanno.
"Mike", suara Alice terdengar sangat lemah.
"Ya?",
"Antar aku pulang. Aku tidak ingin menemuinya", isaknya sambil menangkup kedua wajahnya.
Mike merapikan rambut Alice.
"Katanya kau ingin melihatnya tersadar?", bisiknya.
Alice menggeleng kuat. Ia menatap Mike dengan linangan air mata.
"Aku tidak mau melihatnya Mike.
Semua terasa seperti pertemuan akhir bagiku.
Dia memilih tidak ingin dioperasi dan meninggalkanku sendiri di dunia ini.
Bagaimana bisa aku menemuinya?
Bilang padanya aku tidak akan menemuinya jika ia tidak mau di operasi",
Mike menghela napasnya, "Alice..",
"Antar aku pulang, Mike", tolaknya tegas.
Alice memutar kursi rodanya dan berbalik menuju jalan keluar membuat Mike menatap punggung Alice nanar.
...
Apa yang harus Mike jelaskan pada Jasper?
Posisinya sekarang menjadi sangat sulit. Apalagi Lucas memilih untuk pergi karena penyesalannya.
Dan demi Tuhan. Mike tidak pernah menyalahkan Lucas, begitupun dengan Alice dan Jasper. Semua ini sudah takdir Tuhan.
Dengan langkah pasti ia memasuki ruangan Jasper.
"Kau tampak lebih baik", sapa Mike.
Ia mengontrol napasnya.
Jasper mengalihkan pandangannya dari jendela ruangannya kearah Mike.
Dan ia tersenyum, "Ya, dan aku tak sabar menunggu Alice kemari.
Aku ingin melihatnnya.
Dan aku ingin mengusap perutnya dan merasakan bagaimana anakku bertumbuh di dalam sana", jawabnya bersemangat.
Mike menghela napasnya.
Entah berapa kali ia menghela napas hari ini. Semuanya terasa berat.
"Jasper...",
"Hmm?",
"Maaf..",
"Untuk?",
"Aku tidak bisa membawa Alice kemari. Dia menolak karena kau menolak untuk dioperasi",
Jasper terdiam sambil menatap Mike.
Lalu ia tersenyum. Tapi, senyumannya begitu tulus.
"Aku tahu ini akan terjadi. Dia pasti menolak",
Mike lagi-lagi menghela napasnya. Ia mendekat kearah ranjang dan menarik kursi di sampingnya.
"Kau tak apa?", tanyanya sambil duduk.
Jasper mengangguk, ia menepuk bahu Mike. "Aku tak apa. Mungkin ini yang terbaik. Jadi, suatu saat aku nanti harus pergi. Aku tak akan sedih melihatnya menangisiku",
"Jangan berkata seperti itu!", seru Mike tak terima, "Kau tak akan kemana-mana. Kau tetap disini menjaga Alice dan anak kalian", tambahnya dengan nada setingkat lebih tinggi.
Jasper tersenyum lagi, "Aku tak akan kemana-mana. Aku akan tetap disini, Mike", ujarnya sambil menunjuk d**a Mike. "Aku akan tetap di hati kalian meski ragaku nanti terkubur jauh dindalam tanah",
Mike menundukkan kepalanya. Ia menangis. "Jangan mengatakan itu lagi, Jas. Kau akan tetap disini. Di sisi kami semua. Baik jiwa dan ragamu",
Jasper berdehem. Ia menatap kearah langit-langit ruangannya.
"Ceritakan padaku... Apa Alice makan teratur? Apa dia rajin meminum susunya dan kontrol?",
Mike tahu Jasper mengalihkan perhatiannya. Tapi, ia mengikuti apa mau Jasper. Ia mendongak dan mengusap air matanya, "Dia sehat, Jas. Begitupun dengan anakmu. Dia perempuan",
Jasper mengangguk dan tersenyum lebar. Bahkan Mike bisa melihat jelas pucatnya dan keringnya bibir itu.
"Aku tahu. Saat aku tak sadarkan diri. Aku seperti bermimpi Alice datang kemari dan menceritakan tentang anak kami. Tapi, itu semua terasa nyata bagiku",
Mike mengangguk. "Aku rasa itu bukan mimpi. Saat kau koma, Alice selalu disini menjagamu. Memijat kakimu dan tanganmu. Mengajakmu mengobrol",
"Lalu, bagaimana dengan Lucas? Aku belum melihatnya sampai saat ini",
Mike terdiam.
Kenapa posisinya berada di tengah-tengah jurang mematikan yang dalam?
"Lucas sudah tidak tinggal di Manhattan sejak kau tersadar. Dia memilih pergi karena penyesalan yang terjadi padamu. Dia berpikir ini semua salahnya. Dan lebih memilih pergi",
Jasper menarik napasnya dalam. Ia menoleh kearah Mike.
"Kau bisa membantuku?",
"Apa?",
"Seret Lucas kemari",