Chapter 2 - Mencoba Kencan Buta

1688 Words
Laura Danita tertegun kaget. Hanya dilihatnya batang kenikmatan milik laki-laki bermata hazel itu untuk sekilas, lalu membuang wajah cantiknya cepat-cepat. “Maaf, saya kira .. Saya kira Anda berbuat m***m di sini ..,” ucapnya sambil menghalangi wajahnya dengan kedua telapak tangannya. “Aku kena prank,” ucap laki-laki itu, sambil mengenakan kembali boxer dan celana jeans-nya yang tadi melorot sampai batas tengah paha. “Tadinya aku kira temanku mengirimi aku video lucu, ternyata ujung-ujungnya isinya malah potongan video mesum.” Laki-laki itu, Calvin Palmer namanya. Pewaris tunggal bisnis keluarga Palmer and Co. yang juga berprofesi sebagai seorang model. Tapi kalau disuruh memilih, Calvin lebih suka berjalan di atas catwalk dan berpose di depan kamera daripada harus duduk sambil ongkang-ongkang kaki di depan meja CEO. Segala sesuatu yang berhubungan dengan bisnis memang nyaris tak pernah berhasil mengambil hatinya. Tak terhitung sudah berapa kali Adelard Palmer, ayah Calvin, meminta Calvin untuk berhenti melakukan modelling dan beralih profesi sepenuhnya jadi seorang pebisnis. Usianya yang sudah semakin renta ditambah ketakutannya akan kematian membuat hampir setiap hari Adelard membujuk putra sematawayangnya itu agar mau mengikuti permintaannya. Sementara itu, Cindy Palmer, ibu Calvin, punya ketakutan lain. Dia takut putranya yang memang workaholic itu tidak punya waktu untuk mencari kekasih hati. Bahkan tak jarang Cindy menganggap putra kesayangannya itu penyuka sesama jenis lantaran hampir tak pernah Calvin membawa seorang wanita main ke rumah. Padahal di lokasi shooting pun, Calvin hampir selalu bertemu dengan wanita—dari yang tubuhnya paling langsing sampai yang bentuknya montok seperti gitar Spanyol pun semua ada. Memang belum ada saja perempuan yang berhasil merebut hati seorang Calvin Palmer. “Oh,” kata Laura acuh tak acuh. “Maaf kalau begitu. Aku sudah berprasangka buruk denganmu.” Dia terdiam sejenak sebelum lanjut bicara, “Aku permisi dulu deh.” “Tunggu,” cegat Calvin. “Siapa namamu?” ucapnya penasaran. Laura mencoba mengintip sedikit melalui celah jari tangannya. “Kamu sudah pakai celana?” tanyanya. “Sudah pakai daritadi,” jawab Calvin sambil menunjukkan senyum manisnya. “Oh, bagus deh,” kata Laura usai menghela napas panjang. “Calvin Palmer, just call me Calvin,” tutur Calvin sambil mengulurkan tangan kanannya pada Laura. “Namaku Laura,” ujar Laura sambil menjabat tangan kanan Calvin. “Perempuan berpakaian sexy itu .. Pacarmu?” “Bukan,” sanggah Calvin seraya menggeleng. “Ibuku yang mengenalkan dia padaku. Ini kencan pertama kami, sebelumnya kami cuma ngobrol lewat chat. Tapi entah kenapa aku merasa biasa saja dengan dia.” “Kamu .. Gay?” gumam Laura sambil menurunkan nada bicaranya dan menatap Calvin kaget. Calvin tersenyum lebar. Sikap Laura yang polos dan asal ceplas-ceplos itu rupanya berhasil menarik hatinya. “No, Laura, aku bukan gay. Aku masih suka p*yudara dan .. Hmm .. Bagaimana ya menyebutnya? Milik wanita. Ya, punya wanita di bawah sana.” “Oh.” Lagi-lagi Laura terdiam sejenak untuk berpikir. Dia baru sadar kalau sabun cuci tangan di kamar mandi laki-laki belum diisi ulang, dan dia baru saja berjabat tangan dengan Calvin tadi. “Kamu sudah cuci tangan belum?” tanyanya sambil sedikit membelalakkan matanya dengan kaget. Calvin menggeleng, “Belum, sabun cuci tangannya kan habis.” “Ewh! Menjijikan!” teriak Laura heboh sambil mengusap-usap telapak tangan kanannya ke tembok. “Kenapa kamu mengajakku berjabat tangan tadi?” Calvin memutar bola matanya, “Karena itu hal lumrah yang biasa dilakukan orang saat baru pertama kali berkenalan, Nona Laura.” “Aku mau cuci tangan dulu,” tutur Laura lalu pergi meninggalkan Calvin di kamar mandi pria. “Ada-ada saja cewek itu,” gumam Calvin sambil tersenyum. ***** Pinggul Andreas bergerak cepat menggenjot tubuh perempuan ramping yang sedang ditidurinya. Dimainkannya gundukan kembar milik perempuan itu dengan lembut sambil sesekali menyesapi puncaknya yang menegang. “Ahhh ..,” desah perempuan itu sambil meremas punggung mulus dan rambut Andreas yang warnanya hitam sedikit kecoklatan itu dengan liar. “Aku boleh ‘keluar’ di dalam milikmu?” tanya Andreas sambil terus menggoyangkan pinggulnya dengan napas terengah-engah. “Ahh .. Yes, baby .. ‘Keluarlah’ di dalamku,” desah perempuan itu sambil meremas satu gundukan kembarnya yang ikut naik turun dengan cepat. Ditatapnya wajah tampan Andreas dengan tatapan nakal. “Aku sudah minum pil antihamil, kamu tenang saja,” lanjutnya. Andreas Voulgaropoulos, atau biasa dipanggil Andreas, laki-laki berwajah nyaris tanpa celah itu kelahiran Seoul, Korea Selatan, dua puluh enam tahun yang lalu. Walau lahir di Korea, Andreas sama sekali tidak punya darah keturunan Korea. Ayah dan ibunya merupakan imigran keturunan Yunani-Swiss yang waktu itu sempat tinggal di Korea, hanya sampai usia Andreas tiga tahun. Sama seperti Calvin, teman sesama modelnya, Andreas memiliki alis tebal, garis rahang tajam yang bentuknya tirus, serta hidung mancung nan lurus yang terlihat semakin indah kalau dipandang dari samping. Berbeda dengan Calvin, Andreas punya bibir kemerahan alami yang bentuknya sedikit tebal—membuat wanita manapun tergoda untuk mencicipinya, dengan warna mata campuran biru dan hijau yang mampu menghipnotis siapapun yang terlalu lama menatapnya. Terhitung hampir dua tahun sudah Andreas menetap di Indonesia. Dan dalam kurun waktu tersebut, entah sudah berapa wanita ditiduri Andreas. Dia memang suka melakukan yang namanya ‘cinta satu malam’—karena bagi Andreas, cinta sejati itu hanya ada dalam buku dongeng anak-anak. Bagi Andreas, tidak sulit menemukan perempuan untuk diajak tidur. Apalagi dengan wajah rupawan, tubuh berotot minim lemak dan batang beruratnya yang ukurannya di atas rata-rata. Yang harus dia lakukan hanyalah bersikap manis dan menggoda, atau mencari lewat aplikasi dating online—seperti Fiona, perempuan yang ditemuinya lewat aplikasi dating online dan yang saat ini sedang ‘olahraga’ di atas ranjang dengan dirinya. “Ahh .. Kamu laki-laki terhebat di atas ranjang yang pernah mengajakku tidur, sayang,” desah Fiona yang saat ini sedang duduk mengangkang di atas tubuh Andreas sambil menggenjot batang kenikmatannya yang semakin berkedut-kedut. “Faster, babe,” erang Andreas sambil meremas kedua gundukan ranum milik Fiona yang kenyal. “Nghh .. Ahh .. Ahhh!” desah Fiona saat akhirnya berhasil mencapai puncak kenikmatannya untuk yang kedua kalinya hari ini. Dengan cekatan, Andreas langsung mengeluarkan miliknya dari dalam lipatan kenikmatan milik Fiona saat dirasa batang beruratnya akan ‘memuntahkan’ cairan kentalnya. “Oh God ..,” gumam Andreas sambil memegangi batang beruratnya yang ‘muntah’ begitu banyak di depan perut dan s**********n Fiona. “Kamu tidak jadi ‘mengeluarkannya’ di dalam?” tanya Fiona sambil membelai perlahan perut Andreas yang six pack. Andreas tersenyum sambil menyingkirkan tubuh ramping Fiona dari atas tubuhnya. “Tidak, aku berubah pikiran,” jawabnya santai. “Aku ada jadwal pemotretan setelah ini. Mau aku antar pulang sekarang?” tawarnya usai mengenakan kembali kaus putih polos, boxer serta celana jeans-nya. “Tidak, aku pulang sendiri saja,” jawab Fiona usai mengenakan kembali seluruh pakaiannya yang tadi berceceran di atas lantai. Diciumnya bibir Andreas selama dua detik. “Thanks untuk hari ini,” gumamnya sambil tersenyum. “Sama-sama,” tutur Andreas. Usai menemani Fiona sampai taksi yang dipesannya tiba, Andreas membaringkan tubuhnya dengan santai di atas sofa di dalam apartemen murahnya sambil meminum segelas hennessy. Dia lanjut menghubungi Calvin. “What’s up?” kata Calvin yang menjawab panggilannya lima menit kemudian. “Bagaimana kencan buta yang dibuat oleh ibumu? Lancar?” tanya Andreas ramah. “Oh, kencan itu seperti mimpi buruk. Dia benar-benar menyueki aku. Harus aku akui, tubuhnya memang sexy, tapi sebenarnya wajahnya biasa-biasa saja,” jawab Calvin semangat. “Dia yang menyueki kamu atau kamu yang menyueki dia?” kata Andreas sambil menaikkan satu alisnya dengan sorot curiga. “Jujur, awalnya memang aku yang menyueki dia. Aku rasa karena malas terus-terusan aku cueki akhirnya dia marah denganku. Entahlah, aku tak peduli. Paling-paling setelah ini dia akan mengadu pada ibuku. Membuat ibuku stress dan akhinya memilih mencarikanku wanita lain untuk aku kencani,” jawab Calvin sambil menaikkan bahunya. Dia lanjut bertanya, “Bagaimana one night stand-mu dengan perempuan bernama Fiona itu?” “Bagus. Dia baru saja pulang,” jawab Andreas dengan raut wajah datar. “Kamu tidak ada rencana mau memacari dia? Kalian sudah dua kali tidur bersama kan?” “Tidak,” sanggah Andreas sambil menggeleng. “Dia memang berhasil membuatku ‘keluar’ di atas ranjang, tapi dia belum berhasil mengambil hatiku.” “Okay .. Jangan lupa datang ke pemotretan sore ini. Aku dengar setelah ini kemungkinan besar kita akan dikontrak oleh brand ternama asal Paris,” ucap Calvin sambil tersenyum. “Yeah, siapa tahu juga ada perempuan sexy yang bisa aku ajak tidur lagi malam ini,” canda Andreas. Panggilanpun terputus. **Dua hari kemudian** Waktu menunjukkan pukul sebelas lewat tiga puluh siang saat Laura melihat Rey datang ke kantor firma hukum milik Kaivan. “Tumben,” ucapnya dalam hati. “Tidak biasa-biasanya dia datang ke sini.” “Laura!” panggil Rey dengan senyum sumringahnya. “Aku punya kejutan buatmu!” “Kejutan apa? Kamu mau menambah jumlah saldo di rekeningku?” “Bukan, bodoh,” canda Rey. “Lihat ini.” Mata Laura langsung terbuka lebar. “Kamu .. Kamu memakai foto dan namaku di aplikasi kencan online ini tanpa sepengetahuanku?!”  ucap Laura tak percaya. “Shh .. tenang dulu dong,” gumam Rey dengan raut wajah tanpa bersalahnya. “Coba tengok ini, siapa cowok yang mau berkencan denganmu.” Laura tambah tertegun. Dia masih ingat betul siapa wajah laki-laki tampan yang terpampang di layar digital ponsel Rey itu. “Sial, aku tahu cowok ini. Namanya Calvin Palmer,” ujarnya sambil menatapi layar ponsel itu dengan tatapan sedikit frustrasi. Laura lanjut menatap wajah temannya kembali, “Apa yang harus aku lakukan sekarang, Rey? Kan ini ponselmu?” “Ini memang ponselku, tapi kan nama, foto dan semua biodatanya pakai punyamu,” sanggah Rey sambil menunjukkan senyum nakalnya. “Ayolah, Laura, dicoba saja. Aku cuma mau membantumu kok.” Rey lanjut bicara sambil sedikit bisik-bisik, “Dan dia kelihatan sexy sekali.” Laura tak merespon lagi, raut wajahnya berubah jadi lebih cemberut. “Tidak ada pilihan lain, kamu harus tetap mengikuti kencan buta ini. Dia bahkan sudah memilih tempat dan memutuskan hari untuk bertemu denganmu loh,” imbuh Rey. “Serius?!” Rey hanya mengangguk. ♥♥TO BE CONTINUED♥♥
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD