Sinopsis
Alpha women dan workaholic, merupakan julukan yang melekat pada diri Berliana sejak lama. Bahkan orang-orang tahu jika putri tunggal keluarga Bramantyo tersebut sudah terjun ke dunia bisnis sejak masih menempuh pendidikan SMA.
Karena anak semata wayang, Berliana memiliki banyak sekali warisan keluarga yang nantinya semua harta tersebut akan berubah beratas nama dirinya. Mengingat hal itu, keluarga besar jelas khawatir memikirkan calon penerus selanjutnya, bila mana Berliana tidak kunjung menikah dan mempunyai anak.
Puluhan janji kencan buta dipersiapkan untuk sang anak, namun tak ada satupun yang cocok pada Berliana. Mulai dari anak kolega dalam negeri sampai luar negeri, tidak berhasil melanjutkan sampai kejenjang yang lebih serius. Entah apa yang membuat Berliana sulit sekali menjalin hubungan, apakah karena watak wanita itu yang terlalu keras?
Sebagai orang tua, Fathan dan Ariana jelas khawatir. Tidak baik juga bila wanita melajang terlalu lama, apalagi sudah memasuki usia 26 tahun. Bukan hanya itu saja, Fathan dan Ariana juga tidak mau putrinya digosipkan yang tidak-tidak oleh semua orang, termasuk para kolega bisnis mereka.
Mungkin Berliana pernah menolak salah satunya, yang mengakibatkan Berliana di isukan menyukai sesama jenis, makanya tidak memiliki pasangan dan tak kunjung menikah. Fathan dan Ariana membantah tegas, namun juga ikut khawatir apalagi putrinya juga tidak pernah terlihat kencan atau jalan layaknya pasangan dengan seorang pria.
Namun, tepat setahun setelah kematian kakek dan nenek Berliana, diumur yang menginjak 28, entah setan darimana yang merasuki wanita tersebut. Karena tiba-tiba datang dan memutuskan jika akan menikah dalam waktu dekat.
Fathan dan Ariana jelas terkejut, namun juga bahagia. Akan tetapi setelah mengetahui siapa calon suami anaknya, mereka berdua menentang dengan tegas, terutama Fathan.
Keduanya menentang karena perbedaan mereka yang selisih jauh. Calon suami yang Berliana kenalkan merupakan salah satu pegawai di perusahaan milik keluarga Bramantyo. Berlatarbelakang keluarga yang sederhana, bahkan bisa dibilang sangat pas-pasan membuat Fathan jelas khawatir dengan kehidupan putrinya nanti. Tidak hanya itu, bagi mereka, orang dengan ekonomi bawah cenderung tidak tahu terimakasih. Ibarat sudah dikasih hati malah minta jantung.
Lagipula ada yang mengganjal di hati Ariana, sebagai sesama wanita dia jelas dapat menyimpulkan jika calon ibu mertua dan ipar anaknya sedikit bermasalah.
Kembali ke awal, Ariana tidak bisa mendebat putrinya. Berliana keras kepala, sulit diatur dan setiap keinginannya dibantah dia akan memberontak tidak terima.
"Mau kalian itu apa sih? Heran deh. Terus maksa aku biar cepat nikah, tapi sekarang aku mau nikah malah kalian yang enggak setuju." ujar Berliana. Dia menatap kedua orang tuanya dengan sorot mata kekecewaan.
"Bukan gitu maksud kami, tapi kamu bisa cari pria lain selain dia sayang. Papa dan Mama akan setuju kok."
"Halah, kalian enggak kasih restu karena Abiyan dari keluarga miskin kan? Kalian menilai dari ekonomi keluarganya? Status sosial? Ya Tuhan. bahkan aku tak pernah menyangka jika orang tuaku akan seperti ini jalan pikirnya."
"Bukan begitu, tapi Papa—"
"Titik. Mau kalian setuju apa enggak, mau ngasih restu apa enggak, aku akan tetap menikah dengan Abiyan. Ini hidupku, jalan hidupku ya aku yang ngatur. Bahagia enggaknya itu urusanku nanti, jadi sekarang terserah kalian karena keputusanku akan tetap sama."
Fathan hanya bisa geleng-geleng kepala. Dia jengkel sendiri dengan putrinya, ingin marah karena Berliana yang begitu sulit diberi nasihat. Sebenarnya watak kaku seperti itu turunan dari siapa?
"Berliana! Bisa gak kamu ikuti saran dari kami sebagai orang tua kamu? Mama—" perkataan Ariana terputus saat Fathan menyela dan memberikan jawaban final.
"Oke, Papa izinkan kamu menikah dengan pria itu."
"Pa! Apa-apaan sih kamu ini." Ariana jelas terkejut dengan ucapan suaminya.
"Tapi kalau suatu saat kamu terluka baik fisik maupun hati karena pria itu, satu hal yang harus kamu ingat. Orang tua ingin yang terbaik untuk anaknya, tetap beritahu Papa, karena Papa akan memberi pelajaran buat siapa saja yang melukai putri kesayangan Papa."
Ariana tercengang dengan perkataan suaminya, bagaimana bisa Fathan berkata seperti itu.
"Pa—" Fathan mengangguk singkat dan memberi kode agar istrinya tidak membantah untuk sekarang ini.
Benar apa kata Berliana, jalan hidupnya yang berhak mengatur adalah dia sendiri. Fathan tersadar, kalau anaknya sudah bukan anak kecil lagi. Salah benar sudah tahu, dan Berliana harus siap dengan risiko apapun yang nanti akan dia dapatkan.
Hidup itu pilihan, jika pilihan Berliana tetap ingin menikah dengan Abiyan, maka Fathan tidak bisa berbuat apa-apa jika putrinya saja tidak mendengarkan omongannya. Biar itu menjadi urusan Berliana, yang penting Fathan dan Ariana sebagai orang tua sudah menasihati sebelumnya.
Tidak ada sepatah kata pun yang Berliana ucapkan. Dia seperti terbius sejenak dengan perkataan Fathan yang begitu terdengar dalam sekali.
"Ya. Terima kasih. Hidupku milikku, apapun yang nantinya aku dapatkan dari keputusanku, percayalah aku tak akan merengek pada kalian. Aku atasi masalahku sendiri."
Apa boleh buat, Berliana tetap ingin menikah dengan pria pilihannya sendiri. Mau tak mau Fathan dan Ariana merestui dengan berat hati dan meyakini diri bila mana keluarga calon menantunya tidak seperti yang mereka khawatirkan.