“Lo ngehindarin gue,” katanya yang membuat Ara tidak lagi mengatkan apapun. “Ini bukan pertanyaan, tapi pernyataan.” Ara mengernyit. “Maksudnya?” “Lo ngehindarin gue, Ra.” “Gue enggak ngehindarin lo,” sangkal Ara. “Tapi yang lo lakukan menunjukkan seperti itu.” Ara menatap Gama beberapa saat sebelum akhirnya menghela napas pelan. “Kenapa lo peduli?” Kini Gama lah yang bungkam. Ia tidak tahu apa yang ada di pikiran Ara. Meskipun ekspresi Ara terlihat seperti biasa, tapi caranya bicara menunjukkan bahwa gadis itu bersikap dingin padanya. “Gue enggak ngehindarin lo, Gam. Kalo iya, gue enggak mungkin berdiri di depan lo saat ini. Lo mungkin salah pemahaman. Tapi gue hanya mencoba bersikap seharusnya.” Ara menggeser tubuh Gama agar tidak menghalangi pintu, kemudian masuk ke dalam kelas.

