Menjadi Peran Pengganti

1006 Words
“Kita bertemu lagi,” sapa Narendra saat Nara masuk ke dalam set. Wajah tampan Narendra kini berada dekat dengannya, berdiri di sampingnya dengan tubuh sedikit duduk di bagian kitchen set keramik berwarna putih di dekat kompor. Nara menangguk singkat. Menahan dirinya untuk tidak terpesona dengan pria ini, bersikap profesional sebagai salah satu staf produksi dengan aktor yang sedang membintangi film yang dibuat. “Nara …” teguran Pak Teddy menyelamatkan Nara agar tidak terlalu bertegur sapa dengan Narendra. Dia sontak menoleh, dan melihat pak Teddy bergerak ke arahnya. “Kamu masak dengan biasa saja. Aku bakalan ngeshoot tangan kamu. Kamu sama Narendra bisa ngobrol macam-macam. Terserah. Bisa kan?” tanya Pak Teddy. Nara terdiam sejenak sebelum akhirnya mau tak mau mengangguk. “Tolong Nara ya, Ren...” pinta Pak Teddy menepuk bahu Narendra lalu kembali berjalan ke kursinya sebelum meneriakkan kata yang meminta kru untuk bersiap. Nara menarik napas dalam, melihat Narendra kini bersiap di posisinya yang semakin dekat dengan Nara. Aroma Parfum mahal yang menyapa penciuman Nara membuatnya menahan napas. “Relaks.... aku tak akan memarahimu.” Kata-kata itu mengalir begitu saja, Nara tahu bahwa dirinya terlalu tegang. Tangannya sedari tadi meremas bungkus Bakso Aci dengan begitu gugup. Ini bukan pertama kalinya dia memakan Bakso Aci instan seperti ini. Dia sering bahkan terlalu sering memakan bakso dengan kuah pedas itu sampai hapal instruksi cara membuatnya di luar kepala. Tapi tetap saja, dia tak pernah melakukan hal ini di depan banyak orang terutama di depan Narendra yang sedari tadi menatapnya dengan senyuman yang mematikan. “Ready...” aba-aba Pak Teddy membuatnya semakin tegang. Nara tersentak saat tangan Narendra menyentuh tangannya yang ternyata bergetar sejak tadi. “Tenanglah, anggap kamu memasak di depan temanmu. Jangan tegang....” Entah kenapa kata-kata yang diucapkan oleh Narendra bersamaan dengan kata Action yang diucapkan sutradara membuat rasa tegang itu begitu menguar. Dia menarik napas dalam, sebelum akhirnya memulai melakukan adegan mulai dari menghidupkan kompor dan menuang air untuk merebus bakso aci itu. Tangannya bergerak dengan santai dan membiarkan Narendra melakukan adegannya. Pak Teddy mengatakan bahwa dia tetap harus melakukan tugasnya sementara Narendra melakukan adegan close up atau adegan-adegan tanpa suara. Tangan Nara bergerak ke atas pan berisi air saat melihat gelembung-gelembung air mulai terlihat. “Wow!’ ucap kagum Narendra melihat Nara melakukan hal itu membuatnya terkejut. Dia melirik ke arah sutradara yang terlihat masih terpaku dengan akting Narenda. “Boleh melakukannya?” bisik Nara. “Apa?” tanya Narendra tak mengerti mendekatkan tubuhnya kepada Nara. “Pekikan kaget tadi. Itu kan tak ada diskrips?”. “Ah.... Kita syuting adegan tambahan tanpa dialog. Kamu lihat sendiri tak ada mikropon atas, sehingga tak ada yang mendengar pembicaraan kita.” Nara menangguk, melihat Narendra mengucapkan hal itu dengan begitu santai tetapi dengan raut wajah yang berbanding terbalik. Dia seolah masih larut dengan perannya sebagai CEO perusahaan besar yang tentu saja penuh dengan wibawa dan karisma. “Kirana dan Dewa pasti pernah membicarakanku di depanmu kan?” Nara tercekat saat melihat kepala Narendra sedikit mendongak melirik ke arahnya yang berusaha untuk tak mengindahkan ucapan pemeran utama film yang dia produksi. Dia ingin menyelesaikan adegannya secepat mungkin dan kembali ke balik layar. Sebisa mungkin, dia tak mengindahkan ucapan pria di sampingnya ini. Dia berusaha untuk tak memedulikan ucapan pria itu dan terus melakukan tugasnya, dia membuka bungkus bakso aci itu, membiarkannya hingga mengapung. Sementara dia mencari keberadaan mangkok dan mendesah saat tak menemukan mangkok di dekatnya. Dia kembali melirik saat melihat tangan Narendra menyodorkan mangkok ke dekatnya. “Terima kasih,” bisik Nara pelan. “Apa?” tanyanya mendekatkan wajah lalu mengerling. “Terima kasih,” ujar Nara lebih keras lalu menuangkan bakso aci itu ke mangkok. “Akh...” pekiknya saat kuah panas bakso aci itu mengenai tangannya. Rasa panas yang membakar mengenai punggung tangannya menyebar hingga ke bagian pergelangan tangan. “Are you okay?” Nara tercekat saat Narendra mengambil alih panci yang Nara gunakan, meletakkannya kembali ke kompor dengan cepat lalu menarik tangannya ke wastafel. “Adegannya sudah cukup kan?” Nada suara Narendra berubah menjadi dingin. Dia tidak memedulikan ucapan Pak Teddy yang entah membicarakan apa, Dia mulai menghidupkan air Membiarkan air dingin itu mengenai tangan Nara yang terkena kuah yang bukan hanya panas itu tapi juga pedas yang membuatnya semakin terasa terbakar. “Seharusnya kamu lebih hati-hati,” ujar Narendra terdengar begitu khawatir. Nara menatapnya sebentar sebelum kemudian menarik tangannya cepat. “Saya bisa sendiri,” ujarnya memberi batas kepada Narendra. sedikit meringis, rasanya dia ingin menangis. Rasa panas itu terasa terus membakar tangannya dan sedikit lebih baik saat aliran air dingin itu mengenainya. Narendra menyadari penolakan yang diperlihatkan oleh Nara dan hanya bisa menghela napas dalam dan mengangguk singkat. Dia ingin mengatakan sesuatu. “Bu Nara enggak apa-apa?” beberapa orang staf produksi mulai mengerubungi Nara terlihat begitu mengkhawatirkan atasan mereka itu. Melihat bagaimana sikap bawahannya itu kepadanya, membuat Narendra menyadari semua perkataan yang di dengar dari Dewa dan Kirana tentang gadis bernama Nara yang selalu mereka bangga-banggakan adalah benar. Gadis itu bukan hanya menyelesaikan pekerjaannya dengan baik tapi juga baik dengan para bawahannya sehingga mereka bisa bersikap seperti ini. Tatapan Narendra menatap ke tangan kiri Nara yang terkena kuah panas tadi. Kulit putih bersih itu terlihat begitu memerah, Keningnya berkerut dengan wajah yang sedikit meringis membayangkan jika hal itu meninggalkan bekas di tangan cantiknya. “Istirahat dulu, Kak...” sapa Idam, manajer yang selalu ada di sampingnya. Membawakan jas miliknya. Narendra menatap Idam, pria dengan tinggi badan sedikit di bawahnya itu memiliki tubuh tambun, tapi begitu cekatan dalam bekerja dan mengatur semua jadwal kerjanya. “Berapa lama?” tanya Narendra tanpa mengalihkan pandangan dari Nara. “Sekitar sejam lagi.” Narendra menangguk, menaruh tangannya ke dalam saku celana. “Ayo!” Dia berjalan meninggalkan Idam yang tak mengerti. “Kemana?” tanya Idam mengikuti langkah panjang Narendra yang berjalan meninggalkan lokasi syuting. "Kamu panaskan mobil aja dulu. ada yang ingin aku cari," ujar Narendra tegas melangkahkan kakinya cepat keluar dari lokasi syuting. "Cepat Dam!" pekik Narendra membuat Idam mempercepat langkahnya menghampiri artis yang dia tangani itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD