[0.1] Keputusan

1165 Words
Apapun keputusannya mungkin ini  yang terbaik -Anatasya Buditama-     "Jadi ... Ceritakan apa yang sebenarnya terjadi!" Sepasang mata tajam itu bertanya pada dua orang remaja yang sudah beranjak dewasa yang duduk di hadapan keempat orang tua yang memasuki usia lima puluhan. Suasana di ruang keluarga tepatnya di kediaman  rumah pribadi Alvino sangat mencekam. Terlebih tatapan para orang tua yang seakan membunuh kedua tersangka. "Tanya aja sama dia!" Alvino melirik Ana.Wanita  yang merasa menjadi tersangka utama menggaruk belakang telinganya yang tak gatal. Ia bingung apa yang harus ia katakan. Untuk pertama kalinya semalama ia minum. Dan jika ia bilang pada ke dua orang tuanya bisa-bisa ia dikurung menjadi Rapunzell. "Em itu ... Aku ... Engh ... Oh,semalam aku ketiduran di kantor. Saking ngantuknya aku kira rumah yang aku masukin rumah Bunda sama Ayah ..." Oke Ana,persiapkan hati dan fisikmu. Nampaknya para peintrogasi sedang mencari kebenaran dari mata Ana dari ucapannya. Sedangkan Alvino sendiri mengangkat sebelah halisnya mendengar penjelaasan yang tak masuk akal keluar dari mulut Ana. "Lo--" Ia menegakkan tubuhnya mencoba menjelaskan yang sebenarnya. Namun ucapannya kalah cepat dengan Ana yang tiba-tiba memotong ucapannya. "Nah,aku aku kira kamar Alvino itu kamarnya Asa!" potong Ana. Adera Fasiska ibu Ana hanya menghela nafas. Ia tahu bahwa putrinya sedang membohonginya. "Ak... " "Tasya,sejak kapan kamu belajar berbohong?" tanya Andar Buditama-ayah Ana. Ana tergagap,ia bingung harus menjawab apa. Ia terlalu takut untuk mengatakan yang sebenarnya. "Bukannya kamu udah berhenti kerja di perusahaan Gio?"  Ana menundukan kepalanya. Memang ia hanyalah Anatasya Buditama gadis lugu tak pandai berbohong. Tapi, bagaimana ayahnya tahu bahwa dirinya telah berhenti bekerja di perusahaan Gio? Padahal saat pertama ia risign mati-matian ia menyembunyikannya dari sang ayah, karena dulu ana ngotot ingin melamar kerja di perusahaan sahabatnya itu dibanding dengan perusahaan ayahnya. "Jadi?" Andar mengangkat sebelah halisnya menunggu jawabansang putri tercinta. Lama menunggu Ana, Alvino sendiripun sudah mulai gereget dengan keadaan. "Bilang aja yang sebenernya,ribet amat sih elo!" Alvino mencebik.Ana bergerak gelisah, pasalnya ia takut untuk bilang pada kedua orang tuanya bahwa dirinya mabuk. Karena seumur hidupnya ia tak pernah mabuk. Terlebih Andar yang melarang keras pada putrinya untuk tidak menyentuh barang haram tersebut, begitupun dengan adik laki-lakinya. "Ta ... Tapi--" Jengah melihat Ana, akhirnya Alvino angkat bicara."Kalau lo gak mau cerita,yaudah biar gue kasih tahu mereka gimana kita melewati malas panas--"                Ana menyela,"iya-iya! Tadi malam Ana mabuk diajak temen. Tadinya Ana mau ngiep di rumah Rena,tapi Ana lupa malah nyetop taksi di depan rumah Alvi. Dan kebetulan gerbangnya gak di kunci,jadi Ana langsung masuk aja ke sananya Ana lupa!" Kini Rio yang beralih menatap putra semata wayangnya dengan tajam."Vino kenapa kamu gak kunci gerbang sama pintu ? Gimana kalau yang masuk itu maling? Untung yang masuk Ana,tapi parah juga ya sampai wartawan aja nerobos masuk." Rio menggelengkan kepalanya tak percaya dengan kelakuan Alvino. Usut punya usut, keluarga Rio dulunya tinggal di rumah yang di tempati Alvino.Namun mendiang ibu Aisyah meminta agar rumahnya di isi. Dan kebetulan jarak rumah ibu Aisya ke kantor dekat.Tetapi,Alvino memilih tinggal di rumah dulunya. Entah alasan apa yang membuatnya bertahan di rumah mini malis namun mewah seorang diri. "Terus,kenapa kamu tiba-tiba bilang Ana itu tunangan kamu?" Mampus kau Alvino. Ia sendiripun tak tahu mengapa mengatakan hal tersebut. "Kalau kamu gak nikah sama Ana,mungkin reputasimu sebagai Alvino Bagaskara akan menurun!" Tidak. Alvino tak akan membiarkan hal tersebut. Semenjak kejadian dahulu yang menimpanya,Alvino memimpikan menjadi seorang aktor. Ya aneh memang tapi nyata. Dan ia tak bisa dengan mudahnya menghancurkan usahanya selama ini. Ia belum membuktikan pada seseorang bahwa dirinya lebih hebat dari siapapun. "Hah? Maksud ayah aku harus nikah sama dia? Ih ogah!" Andar menghela nafas."Mau gimana lagi coba Sya,kamu mau nanti dikira cewek gak baik?" Ana menggeleng. Siapa yang mau coba? Ana itu orangnya baik hati dan tidak sombong. Ia itu gadis polos yang mencintai sahabatnya sendiri yang ke lewat b***t. "Yaudah,kamu nikah aja sama dia!" "Nggak ah,gak mau! Dia ... Penjahat kelamin!" cicit Ana. Aisyah,Adera dan Rio membulatkan matanya. Begitupun dengan Alvino. "Eh lo--" "Ana gak mau!" Ana memilin bajunya. "Gak,lo harus nikah sama gue oke gak ada penolakan!!!" tekan Alvino. "Vin,itu namanya pe--" "Pemaksaan? Iya Vino tau kok." Sela Alvino. "Vino,kamu bener mau nikah sama Ana?" Tanya Rio. Alvino menyenderkan bahunya di sofa,"Yaiya lah ... Aku gak mau nantinya gak bisa jadi model karena jadi cowok b***t yang cuma bisa nidurin tunangannya lalu tiba-tiba memutuskan pertunangannya!" Emang kamu itu cowok b***t Alvi!- batin Ana. "Ana gak mau titik gak pake koma,tanda tanya atau tanda seru." Semua orang menghela nafas. Bukan hanya polos,Ana juga terkesan keras kepala. "Baiklah,kamu pikir dulu Ana!" ucap Rio.Ana mendengus kesal menatap ibunya mencoba meminta pertolongan.Namun melihat respon ibunya yang hanya mengangguk menyetujui ucapan Rio membuat Ana menghela nafas. ••• "Ana!" Seseorang menarik bahu Ana memembuatnya berbalik ke belakang secara terpaksa. "Gi.. Gio?" Giodana Pratama. Sahabat kecil Ana, dari sekolah dasar hingga kuliah mereka selalu bersama. Hingga Ana yang terlalu berharap lebih pada Gio yang sama bejatnya dengan Alvino membuat hubungannya perlahan merenggang. "Ana,kamu--kamu beneran mau nikah sama model terkenal itu?" tanya Gio mengebu-ngebu. Selintas Ana dapat mengingat bagaimana bejatnya seorang Giodana si CEO terbaik sekaligus sahabat dari Anatasya Buditama menghianati sahabatnya. Ana mendongakan kepalanya menatap Gio dengan angkuh,"Iya emang! Kenapa?" Gio mengeraskan rahangnya. Sudah terbukti ia cemburu. Namun karena gengsi,ya gini jadinya keburu di embat orang. "Kamu bohong! Aku tahu itu Ana!" sentak Gio. Ana memutar bola matanya malas,"Gio,berisik. Ini cafe!" "Aku gak peduli,yang aku peduliin di sini kamu Ana! Kamu bener mau nikah sama Alvino?" "Maksa banget sih! Iya Gio iya!" "Kenapa? Aku tahu kamu gak cinta sama dia Ana,sebenarnya ak--" Sebelum melanjutkan kalimatnya, seseorang tiba-tiba datang menghampirinya. "Sayang,aku cariin kamu malah ada di sini!" Dengan santainya,pemuda yang baru saja tiba merangkul pinggang Ana posessive. Ana mendongakan kepalanya menatap Alvino."Loh,ngapain lo di sini? Pacar lo nunggu di mobil udah kayak orang gila aja noh!" Gio melirik arah pandang Alvino. Benar saja,kini pacaranya Gea sedang menatap dirinya di ambang pintu cafe. Sebenarnya tujuan Ana datang ke sini karena Alvino yang memintanya untuk bertemu. Dan pada akhirnya ia malah bertemu dengan Gio. "Sayang,kenapa lama hmm?" Ana harus berpura-pura bersikap manja pada Alvino. Meskipun ia merasa jijik pada dirinya sendiri. Gio mengeraskan rahangnya. Ia menatap tajam Alvino seolah ingin membunuh pria tersebut detik itu juga. Cup Tubuh Ana dan Gio seketika menegang. Gio yang tegang karena terkejut sedangkan Ana yang tegang karena tiba-tiba Alvino mencium keningnya. Padahal selama  Ana dan Gio berteman lelaki itu tak berani menyentuh Ana. Dan dengan mudahnya Alvino yang baru saja hadir dalam kehidupannya yang sudah beranjak dewasa sudah memperlakukannya bak seorang suami. "Tadi di jalan macet!" Gio mendengus. Ia sudah tak tahan melihat dua sejoli yang sok manis di hadapannya ini. Ia segera berjalan meninggalkan keduanya.Dari kejauhan terlihat Gea yang nampak marah pada Gio. Bukannya marah,laki-laki itu malah tersenyum hangat pada Gea membuat hati Ana merasa teriris. Apalagi tiba-tiba ia melihat Gio yang mencium Gea dengan begitu lembutnya.Si gila itu tak peduli dengan orang-orang di sekitarnya. Bahkan ia tak peduli dengan Ana yang kini memandangnya tanpa berkedip. "Alvi,aku udah putusin! Aku mau nikah sama kamu!" ucap Ana tanpa mengalihkan pandangannya. Senyuman Alvino mengembang seketika. Ia segera mencari nama seseorang di ponselnya. "Halo Pa!" "Iya apa Vin?" "Ana sudah buat keputusan! Katanya dia mau nikah sama Vino!" "Apa?! Baiklah,sekitar satu minggu lagi kamu akan menikah dengan Ana!” Rio terdengar nampak bahagia mendengar ucapan Alvino yang disampaikan. Tapi ... mengapa? Alvino mengangkat bahu acuh lalu memutuskan panggilannya.   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD