5. Di Pinggir Jalan

1156 Words
Hampir satu jam dr.Brian tertidur di atas brankar pasien. Peluh yang menetes dari dahinya tampak membuat siapapun yang melihat hal itu langsung bisa menyimpulkan bahwa tidur dokter muda itu tidak nyenyak sama sekali. Meskipun suhu dalam ruangan tersebut telah dipasang AC dengan suhu sedang, tapi hal itu tetap tidak membuat dr.Brian merasa nyaman dalam tidurnya. Tak lama kemudian kedua mata itu kembali terbuka, rasa pening di kepalanya masih juga belum mereda. Dr.Brian tampak memejamkan kedua matanya sejenak seraya memijat keningnya pelan. Setelah beberapa saat kemudian barulah Brian memaksakan dirinya untuk bangun dari tidurnya dan mengusap peluh yang membanjiri wajahnya. Setelah meminum segelas air putih hingga tandas, barulah Brian kembali pergi ke meja kerjanya untuk memeriksa beberapa berkas laporan milik pasien dan memeriksa beberapa pasien. Ketika langkah kakinya beranjak menaiki anak tangga di ujung lorong, ia merasa kepalanya seperti berkunang-kunang. Pandangannya seakan memburam hingga membuat dokter muda tersebut hampir kehilangan keseimbangannya pada anak tangga ke-5. "Anda tidak apa-apa dr.Brian?" "Tidak apa-apa, terimakasih." senyum singkat disunggingkan dr.Brian pada seorang perawat yang kebetulan lewat dan menahannya ketika hampir kehilangan keseimbangan. "Mau saya bantu ke ruangan Anda?" "Tidak perlu, terimakasih." setelah kembali menolak permintaan perawat tersebut Brian kembali berjalan menaiki anak tangga. Sesampainya di atas anak tangga, Brian kembali menoleh ke bawah dan tidak mendapati sosok perawat tadi yang telah membantunya. Dokter muda itu kembali memijat keningnya yang pusing, mencoba berpikir positif kalau mungkin perawat tadi telah pergi ke bawah. 'Tapi aku tidak mendengar suara langkah kaki sama sekali.' pemikiran Brian semakin dibuat kalut saat ia menyadari fakta tersebut. Dalam keadaan normal seseorang yang menaiki anak tangga seharusnya terdengar suara langkah kakinya, tapi setahu Brian tadi ia naik ke tangga sendirian dan memang tidak ada siapapun. Lantas darimana datangnya perawat tadi hingga secara tiba-tiba menolongnya yang hampir jatuh. Enggan memikirkan hal yang tidak rasional jika terus dipikirkan, Brian kembali ke ruang kerjanya. Dalam lorong rumah sakit yang ada di lantai atas tersebut, suhu yang dirasakannya kembali berbeda. Entah hanya perasaannya atau memang karena ia sedang tidak enak badan hingga perasaan meremang itu semakin membuatnya merasa tak nyaman. Apalagi ketika ia melewati ruangan tempat dimana Anggelia biasa datang membesuk. Bulu tengkuknya bahkan terasa begitu dingin, ketika ia merasakan sebuah embusan angin pelan yang membuat hormon adrenalinnya seolah dipacu. Brian mempercepat langkah kakinya ketika ia merasa diawasi, ia memang tidak merasa takut pada hal-hal semacam itu. Hanya saja ia untuk saat ini mencoba menghindari sesuatu yang bisa memecah konsentrasinya, ditambah keadaanya yang kurang sehat membuatnya enggan memikirkan atau berurusan dengan hal yang sulit dijangkau logika. Pria jakung tersebut menghela napas, ia memutuskan mampir ke kamar mandi sejenak untuk membasuh wajahnya yang berkeringat. Rasa lengket di wajah dan juga leher membuatnya merasa tak nyaman. Setidaknya Brian berpikir dengan membasuh muka maka akan membuatnya lebih segar sedikit dan bisa menghilangkan sedikit rasa pusingnya. Ketika membasuh wajahnya, samar-samar ia seperti mendapati bayangan hitam tengah berada di belakangnya. Spontan ia menolehkan wajahnya dan tak mendapati satu hal apapun. Dalam bilik kamar mandi, terdengar suara gemericik air keran yang menyala. Membuat Brian berpikir positif bahwa itu mungkin hanya seseorang yang sedang buang air kecil atau BAB. Kembali ia membasuh wajahnya dan bayangan hitam itu tak lagi ada dalam pantulan cermin di depannya. Kembali ia mendengar suara langkah kaki mendekat, setelah dengan sengaja ia menunggu hingga seseorang tersebut datang ke kamar mandi, namun ia tak mendapatinya. Dalam bilik-bilik kecil toilet yang tersedia, semua pintu terbuka yang artinya tidak ada seseorang di dalamnya. Pelan Brian berjalan menuju satu pintu bilik kamar mandi yang tertutup rapat. Tak ada suara apapun di dalamnya, namun dengan dokter muda tersebut begitu yakin bahwa asal suara air mengalir tadi berasal dari bilik paling ujung yang masih tertutup rapat itu. Langkah demi langkah kakinya kembali mendekat pada bilik kamar mandi itu, namun yang dirasakan Brian justru aura mencekam yang semakin kuat. Langkah kakinya bergema meskipun ia telah memelankan jalannya, hawa kehidupan seolah tak ada sama sekali seiring dengan langkah kakinya yang mendekat. Mencoba mendekatkan telinganya untuk mendengar suara seseorang di dalamnya, bukan bermaksud menguping. Hanya saja ingin memastikan. Satu menit, dua menit tak ada suara. Hingga dengan pelan ia mendorong pintu di depannya dengan pelan dan kosong. Tak ada siapapun di dalam. Brian menghela napasnya pelan, dengan cepat ia kembali berjalan menjauh dari bilik kamar mandi tersebut. Namun ketika ia hendak keluar dari toilet pria, suara gemericik air itu kembali terdengar. Bulu kuduknya perlahan meremang tanpa bisa ia kontrol, dengan berusaha keras mengabaikan hal tersebut Brian tetap berjalan kembali ke ruang kerjanya. ___ Akhirnya kini pekerjaanku selesai juga pada jam lima sore hari. Jadi kuputuskan untuk segera berkemas dan bergegas pulang sebelum pergi menjemput Anggelia untuk makan malam bersama. Meski pun aku menyadari bahwa keadaanku sedang tidak baik-baik saja. Tapi aku tetap memaksakan diriku, bahwa aku tidak boleh mengecewakan Anggelia dengan membatalkan dinner yang sudah kita buat hanya karena kondisi badanku sedang tidak sehat. Kuminum obat pereda sakit kepala untuk sedikit menghilangkan rasa pusing yang menderaku sebelum menaiki mobil. Setelahnya langsung saja ku kemudikan mobilku menuju rumah. Di tengah perjalanan dapat kurasakan kepalaku kembali berdenyut sakit hingga membuatku mau tak mau harus menghentikan laju mobilku. Karena jika tidak, dapat kupastikan aku tidak akan fokus menyetir yang akan berakibat buruk. Kuambil botol air mineral yang sengaja kutaruh di mobilku dan segera meminumnya hingga tersisa setengah botol, berharap bahwa rasa pusingku bisa sedikit hilang. Setelah cukup, kembali ku edarkan pandanganku pada sekeliling jalanan tempat mobilku menepi tadi. Dan ternyata aku baru menyadari bahwa aku berhenti tepat di depan areal pemakaman umum. Entah apa yang menuntunku, aku keluar dari dalam mobilku dan menatap areal pemakaman yang berada tepat di seberang jalan dari tempatku berdiri kini. Langit sore kekuningan tampak menghiasi langit saat matahari akan terbenam di ufuk timur. Membuatku sedikit menyipitkan mata menghalau cahaya kekuningannya. Tiba- tiba dapat kulihat sesosok pria berkemeja putih tampak menyebrang ke areal pemakaman di saat kendaraan sedang ramai- ramainya berlalu lalang. "Hey tunggu!" Pria tersebut terus berjalan tanpa menghiraukan teriakanku. Dengan mudahnya dia menyebrang ke sisi jalan tanpa takut pada kendaraan yang berlalu lalang dengan cepatnya di tengah jalan raya. Aku hendak berniat menyusulnya, tapi banyaknya kendaraan yang berlalu lalang sedikit menyulitkanku untuk hal itu. Kulihat pria tersebut berhasil menyebrang ke sisi jalan dengan selamat tanpa luka sedikit pun. Padahal tadi dengan jelas aku melihat ia melewati truk besar yang tengah melintas. Tapi mengapa ia baik- baik saja? Pria tersebut berbalik dan melihat ke arahku. Bagai tersihir, tanpa ragu kulangkahkan kakiku untuk menuju kearahnya tanpa menghiraukan ramainya kendaraan yang berlalu lalang di depanku. Set-- Sentakan seseorang dari belakang kembali mengembalikan kesadaranku yang semula hilang. Dapat ku rasakan sepasang lengan tengah mendekapku erat dari belakang. Rangkaian bunga tulip yang telah rusak di lindas truk yang baru saja melintas tepat di depanku kembali menyadarkanku akan apa yang baru saja terjadi. Kutegakkan kepalaku ke arah seberang jalan, dan aku tidak mendapati sesosok pria itu di sana. Sosoknya bagai hilang di telan bumi tanpa jejak. Kini pandanganku kuarahkan pada sesosok yang tengah mendekapku erat dari belakang. "Anggelia..."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD