Chapter 2

779 Words
"Darren."  "Ok, Darren. Aku, Ilona. Panggil, Ilona saja. Di panggil sayang juga boleh."  Lelaki di depan Ilona ini, hanya tersenyum simpul. Namun, tidak menutupi lesung pipi yang dalamnya kebangatan.  "Jelaskan dirimu secara lengkap."  "Darren Novender. Usia 23 tahun, mahasiswa akhir."  Ilona, ingin nangis saat itu juga. Brondong, dari lubang got mana? Kenapa, harus dia kandidat pertama yang menghubunginya?  Ilona, hanya menelan salivanya dengan kasar. Dia bukan, calon pendonor s****a yang ideal. Walau, syarat yang di buatnya lelaki ini masuk kriteria. Ilona, merutuki kebodohannya lupa mencantumkan usia di syarat yang di ajukan.  "Ehem." Ilona, membersihkan tenggorokannya.  "Kamu masih kuliah?" Ilona, meyakinkan sekali lagi. Padahal, dalam bayangannya dia ingin lelaki yang matang.   "Iya."  "Kuliah dimana?"  "Universitas S."  "I think. Best, I call you pretty." Suaranya sangat dalam. Ilona tersipu, dan malu-malu membayangkan spermanya pasti kualitas terbaik. Terbukti dari suaranya. Miliknya di bawah, sudah berkedut. Ilona, merapatkan kakiknya.  "Jadi, kamu bersedia menjadi pendonor spermaku?" Ilona, menguatkan suaranya. Miliknya semakin berkedut dan becek. Ingat baru suaranya, belum isinya. "Semua lelaki di dunia ini bersedia. Jika menyangkut, hal yang menyenangkan itu." Lelaki di depannya. Lagi-lagi tersenyum simpul. Dan sengaja menampakan lesung pipinya, yang makin kurang ajar menggejek Ilona. "Aku hanya membutuhkan spermamu, setelah berhasil. Go to hell. I don't want to face you again."  "Don't worry pretty. I will give what you want." He smirks. That damn dimple, so f*****g cute.  His smile so dominate. And Ilona hope her baby will have that beautiful smile.  "I really, love your smile. I hope my babies will have too."  "Don't worry pretty. You will get it. If we failed, we can production again and again. I can f**k you, again and again."  "Be my husband then."  "I don't marry pretty. I don't like to commit."  Ilona sedikit merasa kecewa, dia juga memaklumi. Usianya masih muda. Masih, berpikir untuk bersenang-senang.  "You got the criteria. I will call you two days later." Dia masuk kriteria yang bagus. Tapi, Ilona ingin sesuatu yang matang.  Dia menyimpan dulu, setelah tidak ada kandidat yang sepadan. Ia akan memanggil si lesung pipi ini.  Lelaki itu, suka sekali tersenyum simpul.  "Bye pretty." Tanpa permisi, lelaki itu mengecup tangan Ilona. Ilona hanya, menikmati lembut dan kerasnya tangan calon pendonor spermanya. Tangan Ilona semakin dingin.  Ingatkan dia, agar tidak mencuci tangan selama seminggu.  Cup!  Darren, mencium pipi Ilona dengan kurang ajarnya. Dan wanita bar-bar itu, malah menikmati kecupan itu. Ilona menutup matanya, sambil meresapi bibir basah dan lembut itu mengenai pipi mulusnya.  Darren, keluar dari pintu cafe. Ilona, hanya memperhatikan lelaki itu menjauh. "Argh... rahimku udah bergetar." Kata Ilona gusar.  *** Dua hari, dan sesuai janjinya hanya si pemilik lesung pipi yang berhasil sejauh ini. Ilona menimbang, haruskah dia meneruskan? Satu sisi, dia ingin segera punya anak. Di sisi lain, dia tidak ingin terjebak bersama brondong. Tampangnya, setengah-setengah tersebut. Ilona mendesah lelah. Namun, membayangkan senyum dan suara itu. Lagi-lagi, miliknya di bawah sudah becek.  "Bodolah, bawah yang becek ini harus di isi dulu."  Dia mengambil handphone dan menghubungi pendonor spermanya. "Yes pretty?"  Ilona berdehem, dan sengaja batuk sebentar. Menetralkan, kegugupannya. "Kapan bisa ketemu lagi? Atau kamu ke rumahku saja. Kalau misalkan kamu ngekos, kamu tinggal sama aku aja. Aku nggak keberatan kita tinggal bareng."  "That's fine with you pretty?"  "Yeah."  "With my pleasure pretty. I'll come."  Secepatnya, bawahku makin berkedut. Jerit Ilona dalam hatinya.  "Kamu di mana sekarang?"  "On my way. To your home."  "I will wait."  "See you later pretty."  Ilona, segera mengirimkan lokasi rumahnya. Dengan cekatan, dia mengemas rumahya yang berantakan apalagi ruang tamunya yang berserakan bra dan sampah jajanan ringan. Ilona merapikan semuanya, menyedot debu. Bantal-bantal sofa di letakan semula. Ruang tamu beres. Dia masuk ke kamar, dan bajunya berserakan.  Dengan semangat, Ilona membersihkan seprai dan menyemprot parfum. Serta, membuka jendela kamarnya. Padahal, kamarnya selalu gelap dan lembap.  Bajunya yang berserakan, ia campurkan entah bersih, kotor, di masukan dalam mesin cuci. Ingatkan dia untuk menggilingbajunya ata laundry. Belum ada, tanda-tanda Darren tiba.  "Arg.... aku bau!" Pekik Ilona.  Hanya membutuhkan 3 menit, untuk mencuci badannya dan memakai sabun. Dia memakai bathrobe, ketika ingin mengambil baju. Dia teringat, miliknya juga akan di buka.  Senyum Ilona, makin merekah. Dengan menyemprotkan parfum sebanyak mungkin ke badannya. Dia memakai pelembap bibir, yang tidak ada warnanya. Namun, tetap terlihat menggoda. Dengan tidak sabar, Ilona duduk di ruang tamunya. Ia menunggu tamu specialnya. Dengan duduk yang di buat seanggun mungkin, Ilona duduk dan menonton TV. walau fokusnya, pada suara mesin dari luar.  Dan tidak ada tanda-tanda. Tamu special itu datang.  Ilona mengambil handphone-nya di kamar.  *Maaf mbak, ada sedikit musibah. Saya, akan kesana ketika sudah selesai urusannya.* Ilona langsung kecewa, membaca pesan tersebut. "Mbak-mbak kepalanya, kasian milikku di bawah." Ilona hampir menangis.  Poor you Ilona! 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD