SATU

2013 Words
Hari ini adalah hari merdekanya bagi siswa-siswi SMA Taruna. Pasalnya para pengajar yang ada di sana sedang melakukan rapat, jadilah mereka free class untuk sementara waktu. Dan saat ini sudah dapat dipastikan kantin jadi serbuan para siswa-siswi yang ada di sana. Beda lagi dengan Veyla cs. Kedua temannya yang sama-sama gila itu kini tengah mewarnai kuku mereka dengan warna kesukaan masing-masing. Sedangkan Veyla sibuk mendengarkan musik menggunakan headset miliknya sambil membenamkan wajahnya di lipatan tangan yang sudah tertata di atas meja. Karena kondisi kelas yang saat ini sangat senyap, Veyla berfikiran untuk menidurkan diri saja di free class kali ini. Merasa sudah selesai dan juga karena merasa perutnya sudah mulai keroncongan, Caca menyudahi acara mewarnai kukunya. Kemudian memalingkan tubuhnya ke arah belakang tepat di mana Veyla berada. "Kantin yuk, Vey?" ajaknya dengan mata yang masih setia ke arah kukunya yang sudah diwarnai. Karena tak ada jawaban apapun dari Veyla, Caca pun mengalihkan pandangannya ke arah Veyla. "Vey? Astaga jadi daritadi dia tidur? VEYLA BANGUNN!!" tanpa permisi dengan si empunya tubuh, Caca langsung menggoyangkan tubuh Veyla yang masih tertidur di lipatan tangannya. Melihat Caca yang berusaha membangunkan Veyla membuat Fika ingin ikut membangunkan temannya yang suka ngebo itu. "VEYLA BANGUNN!!" teriak Fika tepat di telinga cewek berambut coklat yang tengah terlelap dalam tidurnya itu. Karena merasa terganggu, dengan berat hati Veyla mendongakkan kepalanya dan perlahan-lahan membuka mata coklat hazelnya yang menangkap kedua orang cewek tengah duduk di hadapannya sambil terkekeh. Karena kesal sudah diganggu dengan dua makhluk gila itu, Veyla langsung menatap tak suka ke arah mereka. "Apaan, sih, lo berdua?! Kuker, hah?!" sungutnya. "Kantin yuk, laper, nih" Caca memasang puppy eyes-nya sembari memegang perutnya agar hati Veyla luluh. Veyla menatap Caca dengan tatapan tajam. Hanya karena ingin ke kantin, ia harus membangunkan Veyla dengan cara seperti yang tadi? Sungguh T E R L A L U! "Ck! Pergi ae sono lo berdua, gue lagi ngantuk!" Tukas Veyla seolah-olah mengusir Caca dan Fika dari hadapannya. Tetapi bukan 'Duo Gila' namanya kalau belum bisa meluluhkan hati sang Ratu Judes. "Ish! Ini masih pagi tau. Gak baik pagi-pagi itu tidur. Entar rejekinya dipatok ayam." Kali ini Fika yang angkat bicara membuat Caca yang duduk di sebelahnya mengangguk-anggukan kepalanya kecil bertanda setuju dengan ucapan Fika. Karena sudah tak tahan lagi dengan omong kosong yang diberikan Fika, Veyla pun bangkit dari kursi tersayangnya. Kemudian berjalan mendahului kedua teman yang gilanya sudah melewati batas. Sedangkan Caca dan Fika mereka malah ber-high five ria karena telah berhasil menjahili Veyla. Beberapa detik kemudian, barulah mereka melangkah keluar dari kelas karena takut kena amukan dari Veyla. Di lain tempat, Veyla kini tengah berjalan di koridor yang sedang ramai oleh siswa-siswi yang berlalu-lalang. Wajar saja mereka berada di luar kelas kali ini, ingat mereka hari ini free class, jadi mereka tak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini untuk bersenang-senang walaupun sesaat. Karena keadaannya saat ini masih setengah sadar, tanpa sengaja Veyla menabrak bahu seseorang yang entahlah itu siapa. Namun, ia merasa bodo amat sebelum suara seseorang dari yang ia tabrak itu membuat mata beratnya langsung terbuka lebar. "Punya mata?" tanya orang itu dengan wajah yang datar dan nada bicara yang dingin membuat Veyla kembali terlempar kembali ke kejadian kemarin yang membuat sikunya terluka. Veyla menunjuk orang tersebut tepat di depan wajahnya yang sontak membuatnya memundurkan wajah yang menurut orang-orang tampan itu sedikit agar terjaga jarak dengan telunjuk Veyla. "Lo?! Plis, deh. Kenapa, sih, gue ketemu lagi sama makhluk nyebelin kayak lo!" seru cewek berambut kecoklatan itu karena kekesalannya belum luntur untuk orang yang saat ini ada di hadapannya. Dengan wajah tanpa dosanya, orang yang diketahui bernama Jevan itu malah menaikkan alisnya sebelah sebagai respon dari ucapan Veyla yang cukup panjang. Veyla mendengus kesal, jika saja kesabaran ada batasnya, mungkin kesabarannya saat ini akan habis karena meladeni cowok yang menurutnya sok cool itu. Dengan kedua tangan yang sudah bersidekap, Veyla melempar tatapan tajam ke arah Jevan sambil menggelengkan kepalanya sedikit agar Jevan menjauh dari hadapannya. "Minggir!" perintah Veyla tapi tidak dihiraukan Jevan. Ia masih berdiri tepat di depan Veyla dengan wajah datarnya. Atas nama emosi yang sudah tak terkendali, Veyla menaikkan nada bicaranya satu oktaf. "Gue bilang minggir! Lo b***k, ya?!" Lagi, Jevan menghiraukannya. Cowok dingin itu malah mendekatkan dirinya kepada Veyla sampai tubuh Veyla berbenturan dengan tembok. Veyla menelan salivanya dengan susah payah karena saat ini jarak antara wajah mereka berdua hanya tinggal beberapa senti saja. Dengan keberanian yang masih ada, Veyla pun menatap Jevan dengan tatapan menantang. "Mau lo apa?!" Veyla menatap cowok itu tepat di bola mata hitam miliknya. "Jangan sok," jawab Jevan dengan tatapan yang dingin dan datar. Sangat-sangat datar. Mendengar jawaban Jevan yang menyebutnya 'sok' itu membuat Veyla geram. "Gue? Sok? Heh! Yang ada tuh lo yang sok banget jadi cowok!" sahut Veyla dengan nada tingginya. Jevan hanya memberikan tatapan datar sekaligus dinginnya itu, kemudian memasukkan kedua tangannya ke saku celana abu-abunya. "Jangan banyak bacot kalau lo gak tau yang sebenernya." Setelah mengatakan itu, Jevan melangkahkan kakinya pergi menjauh dari Veyla yang masih terdiam di sana dengan kedua tangan yang mengepal. "Arghhh!! Awas aja tu orang!" teriak Veyla tertahan. Setelah itu, melanjutkan perjalanannya kembali ke surga para pelajar, kantin. *** "Gue balik duluan, ya, gaes. Soalnya ada keluarga gue yang dari Jogja datang ke rumah," ucap Caca kepada kedua temannya yang saat ini tengah sibuk memasukkan buku-buku pelajaran ke dalam tas masing-masing. Saat ini jam sudah menunjukkan pukul setengah empat sore yang menandakan bahwa jam sekolah telah berakhir. Suasana kelas mereka pun sudah tak seramai beberapa menit yang lalu. Bahkan, di kelas itu mungkin hanya ada mereka bertiga saja karena bel pertanda pulang sudah berbunyi sejak sepuluh menit yang lalu. Fika yang masih sibuk membereskan buku tulisnya yang tersisa satu di mejanya, melirik sebentar ke arah Veyla yang memasang wajah tak bersahabat. "Gue juga! Soalnya ada--" "Udah sono! Banyak cincong lo berdua." potong Veyla judes karena merasa jengah dengan alasan yang diberikan dua cewek gila itu. Caca dan Fika pun terkekeh, mereka berdua sangat suka jika Veyla mengeluarkan kejudesannya. Entah apa alasannya. "Jangan marah-marah terus, Bu. Entar cepet tua loh. Mau?" goda Caca sambil mencolek dagu Veyla yang langsung ditepis si empunya dagu. "Tau, nih, Veyla. Cowok seganteng Jevan aja dijudesin juga." Fika membeo membuat mata Veyla membulat dengan sempurna. Dia tak salah dengar, 'kan? Fika menyebut cowok nyebelin itu ganteng? Yang benar saja. "Ganteng dari mananya coba, masih cakepan Pak satpam yang jaga rumah gue juga kali," sahut Veyla ngasal, membuat Caca memutar otaknya. "Berarti lo suka dong ya ama Pak Hakim?" tanya Caca sambil mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya ke dagu. "Serahlah, males gue ngeladenin!" Veyla pun menghentakkan kakinya keluar kelas dengan wajah yang memerah karena menahan kesal yang sudah sampai di ubun-ubun. Sedangkan Fika dan Caca hanya tertawa keras dengan tingkah laku temannya yang satu itu. Namun, saat Veyla sudah berada di depan gerbang sekolah SMA Taruna, tiba-tiba ada seorang cowok berbadan tinggi dengan penampilan yang acak-acakan berjalan mendekat ke arahnya. "VEYLA!" teriak cowok itu, tetapi dihiraukan oleh Veyla. Veyla pun mempercepat langkahnya, guna menghindari cowok yang ia anggap b******k itu. "VEYLANIA!" Cowok itu meneriakkan nama Veyla kembali sambil menarik lengan Veyla hingga ia menghadap ke arah cowok itu. "MAU LO APA, HAH?!" Veyla berteriak tepat di depan wajah cowok b******k itu sembari berusaha melepas cekalan dari cowok itu. "Vey, aku mau balik kayak dulu," pinta cowok itu dengan nada memelas membuat Veyla tersenyum smirk. "Heleh, basi lo! Banyak bacot!" sahut Veyla, kemudian ia melangkahkan kakinya berniat menjauh dari cowok itu, tetapi lengannya kembali dicekal. "Vey, aku serius. Beri aku kesempatan sekali lagi." Cowok itu memohon dengan sungguh-sungguh, tetapi Veyla hanya memberikan respon biasa saja. Bahkan ia memberikan respon tak suka saat cowok itu kembali meminta dirinya untuk kembali ke kehidupan cowok b******k bernama Daniel tersebut. "Maaf, gue gak bakal luluh sama omong kosong lo lagi." Veyla menarik paksa lengannya agar lepas dari cekalan Daniel, tetapi hasilnya nihil. "Vey, dengerin aku--" "Lepas!" Veyla kembali berusaha melepaskan cekalan dari tangan kekar Daniel yang bisa-bisa membuat lengannya memerah. "Dengerin gu--" "LEPAS!" Veyla kembali memotong perkataan Daniel sambil menatap tajam ke arah cowok itu. Berharap agar dia melepaskannya, tetapi ternyata tidak. "DENGERIN PENJELASAN GUE DULU, VEYLANIA!" bentak cowok itu yang membuat Veyla terkejut. Inilah yang ia takutkan selama ini, ia takut akan disakiti oleh cowok itu lagi. Baik secara hati maupun fisik. "GUE GAK BAKAL NGELEPASIN LO SEBELUM LO DENGERIN GUE!" lanjutnya sambil menaikkan nada bicaranya satu oktaf. Tangan kekarnya pun kini lebih kuat mencengkram lengan Veyla hingga lengannya memerah. "Daniel lepasin..." lirih Veyla karena takut Daniel bertindak macam-macam padanya. "Gu--" "Beraninya sama cewek aja?" Kalimat Daniel terpotong akibat Jevan yang berdiri tepat di belakang mereka berdua dengan memasang wajah datar dan kedua tangan yang masuk ke dalam saku celananya. "Apa urusan lo, hah?!" "Gak ada," jawab Jevan seperti biasanya, datar. "Terus ngapain lo di sini?! Pergi lo! Jangan sok jadi pahlawan kesiangan!" usir cowok berpenampilan urakan itu pada Jevan. Namun, dihiraukan oleh cowok bersifat dingin itu. "Kalo lo masih nyakitin cewek, berarti lo BANCI." Jevan menekankan kata banci di akhir kalimatnya. Setelah mengucapkan itu, Jevan melangkahkan kakinya berniat pergi dari sana. Namun, langkahnya itu terhenti akibat Daniel yang menarik kerah baju miliknya. "APA MAKSUD LO NGATAIN GUE BANCI, HAH?!" Daniel menatap Jevan dengan amarah yang menggebu-gebu. "Gak ada maksud," jawab Jevan santai, sedangkan Veyla sudah menangis sejadi-jadinya sambil menutup telinganya. Seketika, memori dalam ingatannya kembali memutar kejadian beberapa waktu yang lalu yang menurutnya sangat menyeramkan itu. "Banyak bacot lo!" Daniel pun ingin melayangkan pukulannya ke arah wajah mulus Jevan, tetapi dengan gerakan cepat Veyla menghalangi tubuh Jevan. "DANIEL!" teriak Veyla saat kepalan itu sudah berada dekat di wajah Veyla. Setelah itu.... BUGH! Tonjokan itu tepat mengenai pipi mulus Veyla. Sedangkan Veyla yang merasakan rasa nyeri di pipinya hanya bisa memegangi pipinya dengan tangannya dan terduduk lemas di tanah. Jevan yang melihat kondisi Veyla seperti itu langsung melayangkan pukulan yang bertubi-tubi terhadap Daniel. "WOI JEPAN UDAH!" teriak Evan yang berlari ke arah mereka dan menarik tubuh Jevan agar menghentikan aksinya memukuli Daniel. Jevan sempat berontak, tetapi Yadi langsung ambil langkah untuk mencoba menenangkannya. Setelah emosi Jevan terkendali, Tama langsung menyuruh Daniel untuk pergi dari sana sebelum Jevan kembali menggila. Dengan sisa tenaga yang masih ada, Daniel pun bangkit dan melempar tatapan tajamnya sebelum ia benar-benar menghilang dari pandangan Jevan. Tama kini menghampiri Veyla yang sedikit demi sedikit mulai mengeluarkan cairan bening dari kelopak matanya. "Vey, lo gak papa?" Veyla hanya diam seribu bahasa, Jevan yang melihat itu langsung mengulurkan tangannya untuk membantu Veyla berdiri. "Gue antar dia," ucap Jevan final kepada ketiga temannya dan diangguki oleh mereka. Jevan berlari untuk mengambil motor ninja miliknya yang tak jauh dari sana. Setelah itu, kembali ke tempat di mana Veyla dan ketiga temannya berada tentunya dengan motor ninja yang sudah ia tunggangi. "Naik," perintah Jevan kepada Veyla yang masih membisu setelah kejadian tadi. "Naik aja, Vey. Nggak papa, kok. Jevan gak gigit," celetuk Evan yang membuat Veyla menoleh ke arah Jevan. "Naik," perintah Jevan sekali lagi sambil menatap bola mata hazel milik Veyla. Setelah terdiam lama oleh tatapan itu, Veyla pun akhirnya memutuskan untuk naik ke motor ninja milik Jevan. Setelah dirasa siap, Jevan langsung melajukan ninja miliknya dengan kecepatan yang sedang dan meninggalkan ketiga temannya yang masih menatap kepergian mereka. Saat di perjalanan, tak ada yang membuka suara. Jevan sibuk dengan mengendarai motornya dan Veyla pun sibuk dengan pikirannya yang campur aduk tentang Jevan. Kenapa dia bisa baik sama gue? Batin Veyla
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD