1.Roof Top

1287 Words
"Ayo pacaran." Dua kata yang diucapkan seorang gadis berambut pendek sontak membuat laki-laki dihadapannya menatap dengan mata terbelalak kaget. Bagaimana tidak? Gadis itu—Dhemayra merupakan orang yang terkenal dingin dan paling anti kepada spesies jantan di sekolahnya. Dan sekarang kenapa tiba-tiba malah mengajak berpacaran? Sungguh mengejutkan! Ardaffin terus mengamati Dhemayra yang memegang lipatan siku kirinya yang tertutup sweater biru muda. Hari ini cuacanya bagus, cukup untuk membuat Ardaffin kegerahan jika mengenakan sweater seperti gadis didepannya. Mengapa Dhemayra memakai sweater di cuaca cerah begini? Aneh. Pandangan Ardaffin tertuju pada wajah Dhemayra, dahi gadis itu berkeringat, bibirnya lebih pucat dari biasanya. Pucat? Ardaffin mengerjap, apakah Dhemayra memakai sweater karena sedang sakit? Astangtang!! Dhemayra berdecak kesal karena tak kunjung mendapat jawaban dari laki-laki yang bengong didepannya. Laki-laki itu Ardaffinka Pradipta namanya. Setelah mendengar suara decakan Dhemayra, Ardaffin segera sadar dari pikirannya. Sepertinya Ardaffin harus memastikan apakah telinganya mempunyai masalah pendengaran atau tidak. "Hah?" Karena tidak tahu harus berkata apa jadinya hanya kalimat itu yang keluar dari mulutnya. "Lo budeg?!" Nah kan… Ardaffin berdehem pelan untuk menutupi rasa gugupnya. Berada didekat Dhemayra membuat jantungnya berdetak dua kali lebih cepat. Ardaffin menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "ini prank kan?" Tidak salah kan kalau Ardaffin merasa jika Dhemayra sedang mengerjainya? Ya walaupun kemungkinannya memang sangat kecil. Tapi bisa saja kan? Sungguh Dhemayra sangat kesal saat Ardaffin menuduhnya seperti itu. Kenapa juga dirinya ingin mengerjai Ardaffin, membuang-buang waktu dan tenaga saja. Lebih baik turu. Dhemayra bersedekap d**a seraya mendengus. "Mau atau nggak?!" Sudah dari tadi dirinya menunggu jawaban dari Ardaffin, tapi laki-laki itu malah diam. Dhemayra tidak menyukai sikapnya yang lelet itu. Padahal hanya tinggal dijawab saja, apa susahnya?! Ardaffin menelan air liurnya, sedikit ragu untuk mengatakan bahwa dirinya menolak ajakan Dhemayra. "Sebelumya gue minta maaf. Gue nggak bisa nerima lo." Jika laki-laki lain mungkin akan menerima Dhemayra dengan senang hati, meskipun jika Dhemayra hanya ingin mengerjai melakukan itu tanpa perasaan. Dhemayra itu sangat cantik, laki-laki manapun tidak akan bisa menolaknya. Hanya saja karena sifatnya banyak laki-laki yang enggan untuk mendekatinya. "Lo punya cewek?" Dhemayra bertanya tanpa menatap wajah lawan bicaranya. Sejak awal pertemuan mereka di taman sekolah, Dhemayra tidak pernah menatap laki-laki itu, matanya selalu terarah pada pohon beringin berjarak sekitar tujuh meter dari tempat mereka berdiri. Entah ada makhluk di sana atau ada hal lain yang menarik seluruh atensi Dhemayra. Mata Ardaffin membulat, kepalanya menggeleng cepat, "nggak!" Laki-laki itu tanpa sadar meninggikan suaranya. Bagaimana Dhemayra bisa berpikir jika dirinya memiliki seorang kekasih, sedangkan alasan Ardaffin selama ini menjomblo adalah— "Alasannya?" Baru saja ingin memberitahu alasannya sudah dipotong saja. Ardaffin menatap dalam Dhemayra yang masih setia dengan wajah tanpa ekspresi. Tidak ada raut sedih di sana, mungkin gadis itu menyembunyikannya. "Gue pengen fokus buat ngejar impian gue." Dhemayra menganggukkan kepalanya. Saat merasa telah mendapatkan jawaban gadis itu berlalu pergi meninggalkan Ardaffin tanpa kata. Tentu saja hal itu membuat Ardaffin terkejut, matanya bergerak mengikuti setiap pergerakan Dhemayra yang berlari meninggalkannya. Setelah Dhemayra tidak terlihat lagi, Ardaffin menundukkan kepala. Sungguh Ardaffin merasa sedikit menyesal karena telah menolak ajakan gadis dingin itu. • • Eletha Kalavrina dan Vrisya Adelisha ada ditaman sekolah, tepatnya bersembunyi di balik pohon beringin besar yang tidak berpenghuni. Bersembunyi seperti pencuri dengan tujuan untuk menguping. Pandangan mereka tertuju pada seorang gadis berambut pendek yang berhadapan dengan seorang laki-laki. Gadis itu adalah Dhemayra, sahabat mereka yang sedang menjalankan perintah Eletha. Mengajak Ardaffin—teman sekelas Eletha—berpacaran. Sekitar 17 menit lebih mereka habiskan di sana. Mereka menyaksikan bagaimana Dhemayra mengajak Ardaffin berpacaran, namun sesuai dugaan Ardaffin menolaknya. "Alasannya?" Akhirnya Dhemayra bertanya tentang apa yang membuat Eletha penasaran selama ini. Ardaffin terdiam, tidak langsung menjawab pertanyaan Dhemayra. Eletha berharap alasannya bukan seperti apa dilihatnya. "Gue pengen fokus buat ngejar impian gue." Setelah mendengar perkataan Ardaffin, Eletha melihat Dhemayra yang pergi meninggalkan laki-laki itu. Vrisya menatap tajam Eletha yang berjongkok di depannya. "Udah puas kan?!" Eletha sontak mendongak, memandang Vrisya yang baru saja mengeluarkan suara setelah lama diam dengan alis berkerut. Eletha sedikit tidak suka raut datar dan nada suara Vrisya yang terdengar marah dan sedikit mengejek itu. Tapi, jika ditanya apakah dirinya puas, tentu saja Eletha akan menjawab iya. Eletha benar-benar puas setelah mengetahui status Ardaffin. Belum sempat Eletha membalas, Vrisya sudah lebih dulu pergi meninggalkannya. mengangkat kedua bahunya dan memilih memperhatikan Ardaffin yang masih berdiri di sana. Eletha tersenyum tipis, dia masih memiliki kesempatan untuk mendapatkan Ardaffin. Beberapa hari sebelumnya~ Eletha berjalan melewati koridor dengan langkah gembira seraya menyenandungkan sebuah lagu, dia baru pergi dari toilet. Eletha tadi ada di taman bersama kedua sahabatnya untuk makan di sana. Tapi tiba-tiba saja panggilan alam membuatnya meninggalkan bekal yang baru beberapa suap dia makan. "Terima aja Ardaffin." Eletha mendadak berhenti kala mendengar suara perempuan yang mengucapkan nama orang yang disukainya. Eletha menatap koridor menuju gudang di samping kanannya. Dengan rasa penasaran Eletha melangkah memasuki koridor itu. Eletha bersembunyi di balik dinding, perlahan kepalanya menyembul untuk melihat apakah gadis itu bersama Ardaffin yang dia kenal atau tidak. Kedua bola mata Eletha membulat sempurna, ada Ardaffin yang duduk di tangga menuju roof top dan seorang gadis berdiri di hadapan laki-laki itu sambil menyodorkan kotak bekal warna hitam. "Gue gak laper, Nadira." "Tinggal terima aja apa susahnya sih?!" "Gak." "Mama kamu yang nyuruh aku bikin bekal ini buat kamu. Ambil atau aku aduin ke Tante." Ardaffin berdecak kemudian mengambil kotak bekal tersebut. "Nah gitu dong!" Tanpa diduga gadis itu mengacak-acak rambut Ardaffin. Eletha yang melihatnya sontak menutup mulutnya, matanya berkaca-kaca. Eletha lalu pergi dari sana, hatinya begitu sakit menyaksikan pemandangan itu. Saat gadis itu mengacak-acak rambut Ardaffin, Ardaffin tidak menolak dan hanya diam membiarkannya. Sebenarnya siapa gadis itu? Kenapa dia dekat dengan Ardaffin dan ibunya? Itulah alasan mengapa Eletha menyuruh Dhemayra melakukan hal tadi. Akhirnya rasa penasarannya terpecahkan. Awalnya semua itu tidak mudah, Vrisya menolak mentah-mentah idenya. Terlalu ekstrim untuk Dhemayra kata Vrisya. Tapi Dhemayra mau melakukannya dan Vrisya tidak bisa berkata-kata lagi. • • Bunyi hentakan kaki beralas sepatu hitam putih itu terus terdengar mengiringi setiap langkah Vrisya. Gadis itu terus berlari, tidak peduli dengan jam pelajaran yang sudah dimulai. Biarlah nanti jika hukuman menantinya, karna yang ada di pikirannya saat ini hanyalah keadaan sahabatnya. Raut khawatir terpasang di wajahnya, Vrisya takut kejadian tadi membuat Dhemayra kembali mengingat hal buruk itu. Setelah melihat Dhemayra pergi meninggalkan taman, Vrisya juga langsung pergi untuk segera menemuinya. Karena Vrisya mengetahui apa yang akan terjadi kepada Dhemayra. Tujuannya sekarang adalah roof top, tempat mereka berdua untuk menceritakan semua keluh kesah yang dihadapi. Vrisya menaiki tangga menuju pintu roof top dengan gerakan cepat, sampai di anak tangga teratas gadis itu langsung membuka pintu dan tidak lupa untuk menutupnya. Matanya bergerilya ke seluruh penjuru roof top, mencari keberadaan Dhemayra. Vrisya berjalan cepat menuju sudut roof top. Dan Dhemayra ada di sana, terduduk dengan tangan kanan yang mencengkram pergelangan tangan kiri yang ada dipangkuannya. Dari jarak ini Vrisya melihat pandangan Dhemayra yang kosong, jiwanya pergi entah kemana. Vrisya melangkah mendekat, setelah sampai di hadapan Dhemayra Vrisya berjongkok dan menyentuh tangan Dhemayra. "Mikirin apa?" Dhemayra beralih memandang Vrisya dengan pandangan yang sama, kosong namun Vrisya bisa melihat ada ketakutan dan kesedihan di sana. Vrisya mengalihkan perhatiannya pada kedua tangan Dhemayra yang saling bertautan. Tatapan Vrisya tertuju ke arah lengan sweater Dhemayra yang tergulung di bagian tangan kiri, sedikit memperlihatkan sebuah bekas luka ikatan yang melingkari tangannya. Vrisya melepaskan tangan kanan Dhemayra yang memegang tangan kirinya lalu Vrisya beralih menarik gulungan lengan sweater hingga kembali menutupi pergelangan tangan kiri Dhemayra. Vrisya menangkup wajah Dhemayra, menatapnya dengan wajah setenang mungkin. "Dhe… jangan mikirin yang lain. Pikirin tante Demira atau gue aja ya?" Beberapa saat Dhemayra mengerjap terkejut namun perlahan lengkungan indah terbit di bibirnya. "Semuanya baik-baik aja 'kan?" Dhemayra menganggukkan kepalanya menatap Vrisya dengan senyum sebagai jawaban atas pertanyaan sang sahabat. • • •
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD