2. Loker

1385 Words
Semua murid menganggap pak Yono sebagai guru yang paling menyebalkan. Laki-laki berusia setengah abad dengan kepala botak dan perut buncit itu selalu menunda untuk mengakhiri pembelajaran. Pak Yono yang seharusnya mengajar selama dua jam pelajaran malah mengajar selama tiga jam pelajaran. Saking rajinnya! Padahal pelajaran sejarah yang diajarkannya sangat membosankan. Untuk mengusir rasa bosannya, Eletha mencoret-coret buku miliknya. Matanya melirik Haira yang tertidur dengan kedua tangan sebagai bantalan. Eletha mengalihkan perhatiannya kepada pak Yono yang sedang menerangkan materi pelajaran, mungkin tidak lagi, sepertinya pembahasan pak Yono mulai melenceng dari materi yang diajarkan. Sekarang gurunya itu malah bercerita tentang masa lalunya yang sudah diceritakan berkali-kali. Inilah alasan mengapa murid-murid yang diajar pak Yono selalu menjadi yang paling terakhir keluar kelas. Eletha menaruh pulpen di atas meja dan memperhatikan pak Yono dengan wajah cemberut. Apa pak Yono tidak berpikir jika dia dan teman-teman sekelasnya sudah bosan dan ingin segera pulang? Dan apakah pak Yono tidak menyadari kalau ini sudah waktunya pulang? Eletha memangku wajahnya dengan tangan kanan yang bertumpu di atas meja. Eletha meniup poni tipis miliknya, menolehkan kepala ke samping kanan dan mendapati Basraka yang tertidur dengan posisi sama seperti Haira. Eletha menggelengkan kepala pelan. Eletha menatap Ardaffin yang berada di sebelah Basraka. Headset putih terpasang ditelinganya, pandangan Ardaffin tertuju ke luar kelas. Tempat duduk laki-laki itu terletak di barisan paling kanan dekat jendela kaca. Ardaffin suka mendengarkan musik. Kira-kira apa lagu favorit dari laki-laki yang disukainya itu. Eletha jadi ingin mengetahuinya. Eletha masih setia memandangi wajah tenang Ardaffin yang tengah menikmati lagu. Karena tempat duduk mereka yang berada paling belakang, tidak ada melihat aktivitas Eletha saat ini. Jari telunjuk yang mengetuk meja dan kaki Ardaffin yang ikut bergerak mengikuti irama lagu, laki-laki itu terus menatap ke arah pintu kelas yang terbuka lebar, entah apa yang dilihatnya. Eletha tersenyum. Hanya dengan memandang Ardaffin seperti ini membuat Eletha bahagia. • • Para murid SMA Trisatya berbondong-bondong keluar dari kelas mereka masing-masing. Kegiatan belajar mengajar telah selesai, ditandai dengan bel pulang yang berbunyi. Dhemayra duduk di bangku didepan kelasnya, menunggu Eletha yang belum keluar dari kelasnya. Hanya kelas XI Bahasa 3 yang masih belum selesai dalam kegiatan belajar mengajar. Vrisya tadi meminta izin untuk pulang lebih dulu karena pacarnya—Rendra yang sudah menunggu di parkiran. Hari ini Vrisya berangkat bersama Rendra. Suara tawa dari sekumpulan siswa membuat Dhemayra menolehkan kepala ke samping untuk melihatnya. Mereka adalah siswa kelas dua belas yang dikenal sebagai bad boy di SMA Trisatya. Setelah melihatnya, Dhemayra langsung menolehkan kepalanya ke depan. Dhemayra menggigit kuat bibir bawahnya, matanya kembali melirik kearah siswa yang berjumlah lima orang itu. Mereka sering mengganggu para murid di sekolahnya. Lebih parahnya sampai memalak uang saku milik orang lain. Selain itu mereka juga sering menggoda para siswi yang mempunyai paras cantik. Bahkan sering taruhan yang melibatkan para siswi. Dulu Dhemayra hampir diganggu oleh mereka. Jika saja saat itu Eletha dan Vrisya tidak datang, entah bagaimana nasib Dhemayra. Semoga saja mereka menghiraukan keberadaan Dhemayra dan terus berjalan melewatinya. Perlahan jarak lima laki-laki itu dengan Dhemayra semakin dekat. Membuat suara tawa mereka juga kian terdengar. Dhemayra menundukkan kepalanya ke bawah hingga rambut pendeknya menutupi sebagian wajahnya. Dhemayra memejamkan matanya dengan alis yang berkerut. Dengan perasaan cemas Dhemayra mencengkeram pergelangan tangan kirinya. Jantung gadis itu berdegup sangat kencang. Dhemayra spontan menahan napasnya ketika kumpulan laki-laki itu berjalan didepannya. Sekarang Dhemayra hanya sendiri. Dhemayra takut jika mereka mengganggunya. Suara mereka semakin menjauh. Mereka berlima tidak berhenti dan berjalan melewati Dhemayra. Perlahan Dhemayra membuka matanya, memastikan jika para bad boy itu benar-benar melewatinya. Dhemayra bernapas dengan terengah-engah. Dhemayra memejamkan matanya, tangannya bergerak memegang d**a bagian kiri, merasakan getaran jantungnya yang masih berdegup kencang. "Ada apa?" Suara dari pak Yono membuat Dhemayra membuka matanya yang terpejam. Dhemayra mengerutkan keningnya, apa pak Yono bertanya kepadanya? Dan apakah guru sejarah itu melihat semuanya? Dhemayra menolehkan kepalanya ke arah suara itu berasal. Dhemayra mendapati Ardaffin yang berdiam diri didepan pintu kelas XI Bahasa 3. Laki-laki itu menatap Dhemayra dengan raut penasaran. Ardaffin mengalihkan pandangannya kepada pak Yono yang ada dibelakangnya. "Nggak papa kok Pak," Ardaffin kembali mengalihkan pandangan kepada Dhemayra yang juga masih menatapnya. • • Basraka menelponnya jam empat pagi dan mengatakan kalau mereka harus berangkat sekolah lebih awal karena ada hal yang darurat. Ardaffin yang mendengarnya tentu saja langsung bangun dan tidak melanjutkan tidurnya lagi. Setelah mereka berdua tiba di sekolah, Ardaffin pikir benar-benar ada hal darurat yang dialami oleh Basraka. Tapi ternyata temannya itu malah merengek meminta agar Ardaffin segera membuka loker miliknya. Ardaffin memutar bola matanya, merasa jengkel karena tertipu oleh Basraka. Hal darurat yang Basraka maksud tidak sedarurat sebagai yang dipikirkan Ardaffin. Ardaffin melupakan bahwa sahabatnya itu memiliki sikap yang berlebihan atau bisa dibilang lebay. "Cepetan Daf!" desak Basraka yang menyandarkan tubuhnya di deretan loker. Ardaffin berdecak sebal, "sabar dong!" Tangan Ardaffin bergerak membuka pintu loker miliknya. Selama satu minggu ini Ardaffin tidak pernah membukanya. Jika saja Basraka tidak merengek meminta Ardaffin untuk memeriksa isi lokernya, Ardaffin tidak akan pernah membukanya. Ardaffin terdiam ketika melihat sesuatu di dalam lokernya. Basraka yang bersandar pun mendekat untuk melihat isi loker dari temannya. "Dari cewek itu lagi ya Daf?" Ardaffin menghela napasnya, "iya deh kayaknya." Beberapa bulan terakhir loker milik Ardaffin selalu terisi dengan cokelat dan surat cinta. Jika dilihat dari tulisan tangan yang ada di surat itu adalah tulisan dari orang yang sama. Selama Ardaffin kelas sepuluh tidak ada satupun gadis yang menaruh surat dan cokelat di lokernya. Ardaffin dan Basraka tidak tahu siapa gadis yang melakukan hal ini, tidak ada nama ataupun inisial dari pengirimnya. Di dalam surat itu sang pengirim menulis bahwa dirinya memiliki perasaan terhadap Ardaffin dan juga menulis sesuatu seperti yang dilakukan oleh secret admirer pada umumnya. sang pengirim merupakan siswi di SMA Trisatya. Hanya itu satu-satunya petunjuk yang mereka ketahui. Sang pengirim menyebutkan kalau dia sering memperhatikan Ardaffin dari jarak jauh dan juga selalu menonton setiap pertandingan futsal yang diikuti oleh Ardaffin. Basraka sudah menduga kalau loker Ardaffin akan terisi dengan cokelat dan surat cinta. Oleh karenanya Basraka meminta Ardaffin untuk memeriksa lokernya, dengan mengandalkan sifat alay bin lebay miliknya tentunya. Basraka sangat penasaran akan sebanyak apa isinya jika dibiarkan selama satu minggu. Basraka bahkan sudah memegang kantong plastik hitam yang dibawanya dari rumah. Dan isinya ternyata lebih banyak dari yang Basraka bayangkan, bahkan ada beberapa surat yang terjatuh. Ardaffin mengambil kantong plastik yang dipegang Basraka, mengambil semua cokelat dan surat yang ada di dalam loker dan menaruhnya di dalam sana. Basraka kembali menyandarkan tubuhnya ke deretan loker, diam memperhatikan Ardaffin yang sibuk dengan kegiatannya. "Daf," panggilnya. Ardaffin berdehem. "Lo beneran nggak ada niatan buat pacaran gitu?" tanya Basraka. "Nggak," ucap Ardaffin seraya menaruh kantong plastik berisi cokelat dan surat yang hampir penuh itu ke atas lokernya. Ardaffin membungkukkan badannya, meraih beberapa surat yang terjatuh ke lantai. "Seriusan lo?" Ardaffin menegakkan tubuhnya, menghadap ke arah Basraka. "Gue juga udah berkali-kali bilang kan sama lo. Gue gak akan pacaran sebelum impian gue tercapai" Ardaffin kembali menghadap ke arah lokernya, mengambil kantong plastik yang ada diatas loker. Memasukkan surat yang telah dipungutnya dari lantai. Tanpa menghentikan kegiatannya Ardaffin kembali berucap, "lagian nih ya, orang tua gue gak bakal izinin gue buat yang namanya pacaran. Apalagi bokap gue, lo tau sendiri kan gimana bokap gue itu." Basraka memutar bola matanya malas. Jawaban yang selalu Basraka dengar dari Ardaffin jika Basraka menyinggung tentang seorang pacar. Ardaffin itu berbohong, Basraka pernah bertanya kepada tante Ardisa dan wanita itu mengatakan kalau Danu mengizinkan Ardaffin untuk menjalin hubungan. "Kan bisa pacaran diem-diem. Kasian tau cewek yang udah lama suka sama lo," Basraka menatap Ardaffin dengan raut wajah yang serius. Ardaffin terkekeh, "kenapa nggak lo aja yang pacarin dia sih, Bas." Basraka mengerjap, 'dia'? Basraka menggeleng-gelengkan kepala lalu beralih menatap Ardaffin tanpa ekspresi, "mereka kan sukanya sama lo." "Lo tenang aja, Bas. Setelah tujuan gue selesai…," Ardaffin menatap penuh arti surat yang ada di tangannya, "…gue pasti ngelakuin apa yang harus gue lakuin." Basraka memasukkan kedua tangannya ke dalam kantong celana, masih dengan posisi bersandar pada loker. Basraka mengacak rambutnya lalu kembali memandang Arsaffin dengan serius, kali ini cowok itu akan menanyakan sesuatu yang membuatnya bingung. "Kenapa lo nolak Dhemayra?" Perkataan Basraka sukses membuat Ardaffin memusatkan perhatiannya kepada sahabatnya. Basraka memalingkan wajahnya ke depan, menatap lapangan sekolah. Di sana ada gadis berambut pendek yang menjadi topik pembicaraan mereka. "Padahal lo sendiri punya perasaan sama dia." • • •
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD