Reallity

2252 Words

“Kau memang tidak berbakat membaca peta. Kau buta arah akui saja itu.” Ulangku lagi setelah kami berdua keluar dari toko permen. Setelah perdebatan yang cukup hebat antara aku dengan Dhaffin. Akhirya peta itu berada ditangannya. Sebab dia bilang ingin sedikit berkontribusi atas perjalanan yang kami jalani saat ini. Namun setelah melewati jalanan dan kami berdua berputar-putar aku selalu mengatakan hal yang sama dan meminta dia untuk menyerah dan membiarkan aku yang bekerja. Tapi dasar si keras kepala. “Biarkan aku berkonsentrasi Edna, ini jenis peta yang sulit untuk dibaca. Salahkan saja peta.” Ucapnya kesal tanpa sedikitpun mengalihkan pandangannya dari peta besar yang terbuka lebar ditangannya. Sepertinya dia tidak lagi berupaya dengan gadget canggih yang sebelumnya kami pakai saat ter

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD