2 - The Ring

1180 Words
20 April 2019 (back to nowadays) Tian sudah menunggu sekitar dua puluh menit di sebuah meja kafe paling pojok yang berada tepat di samping jendela. Kopi yang ia pesan sudah habis, dan pelayan sudah menawarinya pesanan tambahan. Tian menolaknya, karena rencananya ia hanya akan mengobrol sebentar dengan orang yang ia tunggu. Yah, mungkin jika rencananya berhasil, ia akan merubah pikirannya. Namun, yang ia tunggu belum juga datang. Berkali-kali ia melihat jam tangannya, dan berkali-kali pula ia memainkan smartphonenya untuk menghilangkan rasa bosan. Tian meraba saku celananya. Saku tersebut menggembung dari luar, dan terlihat cukup jelas gembungan tersebut membentuk sebuah kotak. Tian akan melamarnya, malam ini juga. Namun meskipun begitu, setelahnya ia harus kembali ke kantor karena perusahaannya baru saja mendapatkan gelar Unicorn tadi pagi. Ia harus menyelesaikan beberapa pekerjaannya hari ini. Bangga? Tentu saja, Tian sangat bangga dengan pencapaiannya, dan ia sudah berjanji akan melamar gadis yang ia cintai jika perusahaan StartUp nya mencapai gelar Unicorn. Seorang perempuan yang memakai setelan elegan masuk bersama seorang pria yang ia kenal, sambil saling bergandengan tangan. Tian mendengus, ia melempar pandangannya keluar jendela. Kenapa Kei harus datang bersama Gib? Kenapa mereka bergandengan tangan? “Tian!” panggil Kei dengan nada kegirangan, ia memeluk Tian, sementara Gib langsung duduk tepat di hadapan Tian. Kursi yang seharusnya akan diduduki oleh Kei. “Sori ya, lama,” kata Kei, ia mengambil tempat di sebelah Gib. Tian tersenyum tipis, “Nggak apa-apa.” “Selamat ya bro, akhirnya Unicorn juga,” ujar Gib, dan Tian hanya membalasnya dengan senyuman. Setelahnya, Gib memanggil pelayan dan memesankan minuman untuknya dan Kei. Minuman favorit mereka berdua, matcha latte. Diantara mereka bertiga, sejak dulu, hanya Tian lah yang tidak menyukai matcha latte. Tian lebih memilih kopi. “Lo nggak mesen lagi?” tanya Kei. Tian menggeleng, “Gue nggak lama kok,” ucapnya. “Okeh, sebelum lo mengumumkan maksud dan tujuan lo minta gue dateng ke sini, gue mau mengumumkan sesuatu dulu.” kata Kei. Firasat Tian mulai tidak enak, apa lagi ketika Kei dan Gib sama-sama saling memandang dan tersenyum satu sama lain. “Gue dilamar sama Gib!” ujar Kei senang, ia menunjukkan cincin berlian yang melingkar di jari manisnya. “Kita bakal nikah dua minggu lagi!” tambah Kei. Seperti ditimpa sesuatu yang sangat berat, Tian terdiam. Sementara Kei sadar dengan respon Tian yang ternyata tidak sebahagia yang ia kira. Tian mengalihkan pandangannya kepada Gib, ia menatap tajam pria itu. Pikirannya melayang kepada waktu dimana Gib berkata tidak akan pernah menyukai Kei. Dan Gib juga tahu pasti, janji Tian ketika ia sedang merintis perusahaan StartUp nya dari nol beberapa tahun lalu. “Gue akan lamar Kei kalo perusahaan gue dapet gelar status Unicorn.” Dan yang pasti, Gib juga tahu persis bahwa Tian sangat menyukai dan mengagumi Kei sejak mereka masih kecil. Gib juga tahu Tian sering menolak cewek-cewek yang mengejarnya hanya agar ia bisa terus bersama Kei. Ini tidak adil. “Tian?” panggil Kei, ia merasa bingung dengan respon Tian yang di luar dugaannya. Alih-alih menjawab panggilan Kei, Tian justru bangkit dari kursinya dan langsung meninju Gib habis-habisan. Seisi kafe dibuat bingung dengan keadaan tersebut, apa lagi Kei. Kei mencoba memisahkan pertengkaran mereka, namun kemarahan Tian begitu besar hingga ia tidak bisa berhenti memukuli Gib. “Tian stop!” pekik Kei, “lo kenapa sih?” Tian berhenti memukuli Gib, ia bangkit lalu berdiri di hadapan Kei. “Gue minta lo dateng sendiri!” bentak Tian, ia lalu merogoh saku celananya dan memberikan kotak berisi cincin kepada Kei. Tian pergi dari kafe, meninggalkan segudang pertanyaan bagi Kei dan juga seisi kafe. Kei menghapus air matanya, ia tahu Tian marah besar kepadanya. Dan kini ia hanya bisa memandangi punggung Tian yang semakin menjauh. * Tian kembali ke kantornya, pria itu membanting apa pun yang ada di sana. Tian kalut, dan merasa tidak percaya dengan semua yang dilakukan oleh Gib. Perkataannya sembilan lalu jelas adalah kebohongannya, mengingat setelah mereka pulang dari puncak, Gib selalu mencari perhatian kepada Kei. Tian mengusap wajahnya dengan kedua tangannya, ia memang baru saja mendapatkan apa yang ia mau, perusahaannya berhasil naik ke gelar Unicorn. Tapi, bagaimana dengan Kei? Perempuan itu adalah satu-satunya alasan Tian untuk membangun perusahaan tersebut, agar keinginannya untuk melamar Kei bisa terwujud. Ia melakukan itu semua agar Kei meliriknya dan menilainya sebagai laki-laki yang bertanggung jawab, yang bisa ia jadikan tempat untuk berlindung dan membiayai seluruh kehidupannya. Jika memang ada laki-laki lain yang mendahuluinya untuk melamar Kei, Tian tidak akan sekalut itu. Tapi ini… Gibran?! Si cowok b******k yang sudah berkali-kali menghamili wanita lain dan membuat wanita itu menutup mulutnya dengan uang yang ia miliki?! Jelas, Tian tidak terima. Dan padahal, Kei tahu persis bagaimana kelakuan b***t Gib. Tapi kenapa Kei tetap berakhir bersamanya?! Pintu ruangan Tian diketuk. Tian segera membuka pintu tersebut, dan ia mendapati Kei di hadapannya. Tanpa Gib. “Maafin gue,” ujar Kei, perempuan itu menangis. “Gue nggak tahu, Tian…” Tian berbalik, pria itu membelakangi Kei. Dan Tian bersyukur, hari sudah larut, sehingga tidak banyak karyawan yang tersisa di kantor. “Gue minta lo dateng sendiri, Keirana.” “Gue tau, Tian. Tapi sebelom lo ngajak gue, Gib dateng ke puskesmas dan jemput gue buat dinner bareng.” Tian memukul meja di hadapannya dengan cukup keras, hingga meja yang terbuat dari kaca itu pecah. Bahkan, pria itu tidak peduli dengan tangannya yang sudah berlumuran darah karena terluka. Kei memekik ketika meja yang dipukul oleh Tian pecah berkeping-keping, membuat semua barang yang ada di atasnya ikut terjatuh setelahnya. Perempuan itu tidak pernah benar-benar melihat Tian semarah ini. Ini adalah pertama kalinya Tian kalut di hadapannya. “Tian... Stop…” pinta Keirana, tangisnya semakin keras. “Kenapa lo sama Gib, Kei? Gue suka sama lo bahkan sebelum kita ketemu Gib.” “Gue nggak tahu lo suka sama gue.” “Lo bohong, Kei. Gue bahkan selalu ada di samping lo, dan lo tau sebajingan apa Gib!” “Dia udah berubah, Tian. Gue… Gue udah pacaran sama dia selama dua tahun.” Satu lagi fakta yang membuat Tian semakin marah dibuatnya. Dua tahun? Jadi selama dua tahun ini Kei sudah berpacaran dengan Gib tanpa sepengetahuannya?! “Lo berdua gila.” ujar Tian sinis. “Gib bahkan tahu gue suka sama lo dari dulu, dan Gib tahu gue janji akan ngelamar lo setelah perusahaan gue dapet gelar Unicorn. Gib tahu semuanya!!!” Kei kembali menangis, ia tahu ia bersalah karena telah merahasiakan hubungannya dengan Gib dari Tian. Tapi, soal janji itu… Kei sama sekali tidak pernah diberitahu oleh Gib. “Tapi gue memang udah lama suka sama Gib,” Air mata turun di pipi Tian, dan pria itu segera menghapusnya. Sejak kapan Kei menyukai Gib? “Lo mungkin nggak sadar, Tian… Tapi gue udah lama suka sama Gib, dan… Maafin gue. Gue minta maaf karena gue nggak bisa terima cincin ini.” Kei melangkah, ia memeluk Tian dari belakang, lalu kembali memasukkan kotak berisi cincin tersebut ke dalam saku celana Tian. “Gue harap lo bisa terima keputusan gue, Tian. Lo selalu gue anggap sahabat dari kita kecil.” 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD