TTB 3. Masih Perang

1230 Words
"Caa Icaaa!" Petang itu suara Mama Amel, mamanya Ica, melengking meneriaki anak bungsunya yang tak kunjung menyahut. Hingga suara itu semakin dekat ke arah kamar dan tangannya memukul kaki Ica yang asik tengkurap. Telinga Ica di pasangi headset dengan layar laptop yang menyala menampilkan drakor kesukaan putrinya. 'Plak' Ica kaget dan langsung terduduk melepas headset. Mengerjap mata sambil mengelus d**a melihat sang mama dengan masker lumpur menutupi seluruh wajah. 'Asli serem kuadrat.' "Ya ampun anak gadis, Mama panggil-panggil dari tadi nggak nyahut-nyahut. Ternyata ngehaluuu aja nggak kelar-kelar. Mana bisa dapat cowok kalau gitu!" Ica melotot mendengar tuduhan sang mama walaupun tidak sepenuhnya salah. "Siapa yang halu, orang aku lagi belajar," sahutnya membela diri. "Kamu pikir Mama buta? Mana ada belajar depan laptop sambil nonton drakor cengengesan kaya orang kesurupan." "Ya, belajar supaya dapat cowok lah Ma. Aku bisa belajar bahasanya, cara dia dandan, fashionnya, gimiknya kalo ketemu inceran..." "Stop! Kalau mau dapat cowok, sekarang anterin rica-rica tongkol di dapur ke rumah sebelah. Jamin langsung dapet cowok ganteng plus di sayang mertua." Bibir Ica mencebik. Sudah bukan sekali dua kali mamanya menjodohkan dengan anak lelaki tetangga sebelah rumah. Hampir di setiap kesempatan. 'Kaya orang nggak ada kerjaan emang.' "Rakha maksud Mama?" Antusias mama menggangguk dengan mata berbinar. "Cihhh, biar kata bulan di langit belah jadi dua, kagak bakal aku sama Rakha. Playboy cap kadal gitu!" Mama langsung memukul mulut Ica berkali-kali sambil berujar, "amit amit jabang bayi, amit amit jabang bayi, jangan sampai Ica jadi jomblo seumur hidup yaa Allah..." Ica memutar bola mata malas sambil mengelus bibirnya yang lumayan panas. Berdebat dengan sang mama memang tak ada habisnya. Dia lebih baik memilih diam. "Udah sana anterin rica-rica tongkolnya!" kata mama ketus sambil memegang masker di wajahnya. "Tuh kan pecah maskernya. Si Ica emang ya susah dibilangin." gumamnya. Tak ingin berdebat lagi. Ica menutup laptop dan bangkit dari tempat tidur. "Yee daewang daebi mamaa!" Kata Ica malas sembari beranjak dan memakai cardigan menutupi piyama hello kitty yang melekati tubuhnya. Rambutnya yang panjang dia ikat sembarang. Dia kemudian melangkah ke arah dapur mengambil rica-rica yang di maksud mama. "Ni rumah sepi amat, Bue sama Papa belum pulang apa ya?" monolog Ica ketika sampai di dapur dan melihat tidak ada tanda-tanda aktivitas di rumah. Ica terus melangkah keluar rumah, hingga sesampainya di teras tetangga sebelah, motor matic hitam memasuki pekarangan rumah. Langkah Ica terhenti melihat sang pengendara yang turun dari motor sembari melepas helm dan mengibas-ngibas rambut setengah basahnya ke kiri dan kanan. Rakha terlihat keren dengan jersey voli yang dia pakai meski lengket di tubuh karena basah keringat. Setiap sore cowok itu memang rutin berlatih voli dengan timnya di GOR. "Ngapain lo?" tanya Rakha sinis melangkah mendekat, membuyarkan pandangan Ica. "Bukan cariin lo!" Ica berbalik hendak memasuki rumah dengan piring di tangannya. 'Mana tuh rica-rica masih panas pula, keringatan dia.' "Bunda..." panggil Ica. Tak ada sahutan. Ica berniat teriak lagi dan melangkah lebih dalam namun keburu di tahan sama Rakha tangannya. "Eits, siapa yang izinin lo masuk sih, main nyelonong aja di rumah orang." "Heh, biasa juga gue nggak perlu izin lo kalau mau ke sini. Lagian tu tangan bisa dikondisikan Pak. Jangan pegang-pegang ya. Bukan muhrim!" Rakha melotot. 'Bukan muhrim' kata Ica. Tadi siang dia gelendotan sampai cium-cium di depan guru pula maksudnya apa coba. "Hey, yang tadi siang di UKS mau reka ulang Bu?" Rakha nyengir jahiliyah sambil menaikkan sebelah alisnya menantang. Ica berdecih sinis, "keenakan di elo rugi di gue. Sono nyosor cewek lo sono!" Sekali lagi Ica berbalik namun kini Rakha berdiri tepat di depannya menghalangi langkah Ica. "Eh Cacamarica hey hey, gue belum buat perhitungan sama lo ya. Gue putus sama Naima gara-gara lo. Tanggung jawab lo. Cariin gue cewek baru!" Rakha menyilang tangan di d**a sambil menaikan dagu. "Idihh, apa kabar ni tangan gue, kaki gue lecet semua! Untung aja nggak sampai keseleo. Kalau kaki gue patah, lo mau tanggung jawab? Lo sengaja kan lempar tu kodok! Gue aduin Bunda lo ya! Lagian tinggal jelasin doang sama cewek lo, apa susahnya! Ck, auk ah, minggir lo!" Ica sengaja menabrak tubuh Rakha, pegel bener tangannya megangin piring dari tadi sambil berdiri. Dia terus melangkah ke arah dalam rumah yang sudah dia hafali seluk beluknya seperti rumah sendiri. Rakha melongo tidak bisa menjawab. Benar juga yang di katakan Ica, tinggal jelaskan saja. Tapi Rakha malas banget. Dia jadi teringat kata-kata Naima tadi siang saat dia belum selesai dengan kalimatnya. "Gue sama Ica..." "Kita putus Rakha! Dari awal gue udah curiga nggak mungkin kalian cuma teman. Nggak ada persahabatan yang murni antara cowok dan cewek, pasti salah satu dari kalian ada yang menyimpan perasaan. Dari pada kita melangkah terlalu jauh lebih baik kita berhenti sampai disini." Rakha menggeleng, "gue nggak mau putus!" Naima menarik nafas dalam. Menatap lekat-lekat cowok pujaannya sejak kelas X. Sekarang baru tiga bulan dia mereguk manisnya perasaan yang berbalas. Dia harus dihadapkan dengan rasa cemburu yang luar biasa dengan gadis yang katanya sahabat Rakha sejak kecil. "Oke kalau lo nggak mau putus. Jauhi Marisa! Bisa lo?" tantang Naima dengan menaikkan dagunya. Rakha terdiam sejenak. Kemudian senyuman mengembang di bibir tebalnya dengan mata yang menatap dingin. Tidak perlu lama berpikir. Dan dengan tegas dia berkata, "Oke, kita putus!" "Caaa, ya ampun Mama kamu repot banget sih, tau aja Bunda nggak masak!" Suara lantang itu membuat Rakha kembali dari lamunannya. Bunda Saira, mamanya Rakha menyambut piring di tangan Ica dengan suka cita. Senyum manis sang ibu kepada Ica membuat Rakha merotasi mata. Dia mengikuti langkah Ica bersama sang bunda mengarah ke dapur. "Bunda tadi bikin brownies sama Kak Ane, kamu kasih rate ya." Ica antusias mengangguk. Urusan makan Ica paling di depan. 'Yaelah nyama-nyamaiin iklan motor aja.' Tapi anehnya meski doyan makan, tubuhnya tetap proporsional. Ditambah lagi dia paling males olahraga. Habis makan dia tiduran sambil ngedrakor. Sambil ngemil-ngemil santuy pula. Semua cewek pasti pengen kaya Ica. "Ehmmm enak banget ini Bun, aku sih yes!" puji Ica sambil mengacung dua jempolnya. Rakha hanya berdecak. "Lebay!" gumamnya. "Kha, sini cobain juga! Atau kamu mau langsung makan pake lauk yang di bawa Ica. Kesukaan kamu loh ini!" Rakha hanya mendengus dia melepas baju yang sudah terasa gerah di tubuhnya dan menyampirkan di bahu. Keringat membuat tubuhnya sangat lengket dan dia ingin segera mandi. Tanpa malu dia membiarkan d**a bidang dan perut kotaknya terpampang di depan Ica. Membuat konsentrasi Ica menikmati manisnya brownies teralihkan. Otot-otot Rakha tidak terlalu besar seperti binarawan, tapi sangat pas dengan postur tubuhnya. Ica meneguk ludah kasar. Setiap lekuk yang tercetak di tubuh atletis itu basah karena keringat. Kulit Rakha yang kecoklatan semakin mengkilat terkena cahaya lampu. Dan... kemarin siang dia baru saja gelendotan di tubuh kokoh itu. 'Ah, Ica jadi ngiler kan, pen lagi!' "Nambah lagi Ca," tawar Bunda yang diangguki Ica berkali-kali tanpa mengalihkan pandangan dari Rakha dengan mulut penuh brownies. Tampak sangat konyol. Merasa di perhatikan, Rakha melotot, "apa lo lihat-lihat!" sinis Rakha tiba-tiba. "Kepedean lo!" sahut Ica tak mau kalah saat dia tersadar dan cepat mengalihkan pandangan. Bunda Saira tersenyum melihat interaksi keduanya, meski terkesan seperti adu mulut tapi sangat manis. "Sudah-sudah, pamali berantem di depan makanan gini. Rakha kamu mau makan?" Bunda menengahi sudah tidak heran lagi dengan tingkah keduanya. "Ogah, males, nggak selera! Mau makan dia!" tunjuk Rakha dengan dagunya angkuh. Dia menyilang tangan di depan leher sambil melotot ke arah Ica penuh intimidasi. Cowok tinggi itu masih menabuh genderang perang. Ica balas melotot dan mengangkat dagu, "gue nggak takut!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD