TTB 21. Mall

1403 Words
"Pelan-pelan Ca..." Rakha menghapus sisa saus ayam di ujung bibir Ica dengan telunjuknya. Lalu tanpa merasa jijik memasukkan jari bekas saus itu ke mulutnya. "Ekhhmm! Cie yang mau official!" goda Bayu yang duduk di sebelah meja Rakha Ica. Ya, mereka kini sedang menikmati olahan ayam di food court mall terbesar Banjarmasin, BCM. Meski sudah terpisah tempat duduk, Rakha dan Ica masih bisa jadi bulan-bulanan teman satu tim voli Rakha plus Bayu dan Karin yang ikut nimbrung. Sebenarnya hal yang dilakukan Rakha tadi adalah hal biasa bagi mereka, karena kedekatan yang sejak kecil. Tapi kalau di ceng-cengin begini Ica jadi salting juga kan. "Alah Ca, cowok martabak gitu lo ladenin. Mending sama gue yang udah jelas-jelas suka sama lo dari SMA malah lo cuekin. Apa kurangnya gue dari Rakha coba?" Andika mulai menyulut pertikaian. Sengaja buat manas-manasin Rakha yang masih belum berani menyatakan perasaannya langsung pada Ica. "Dika... video lo yang tadi pagi apa perlu gue kirim ke nyokap lo sekarang?" Rakha bicara super lembut dengan senyum semanis madu pula, tapi sukses bikin Andika kicep seketika. 'drt drt drt' ponsel Rakha bergetar. Dia membuka room chat bertulis 'Bikini Bottom Squad' dan membaca pesannya. Dimas : Video apa an? Rakha : (send video) Yoga : Anjiir lo nyusu sama Laras pagi-pagi nggak ngajak-ngajak, Dik! Bayu : Di hotel napa Dik, modal dikit! Di grebek warga, kontrakan kita berabee! Di suruh pulang gue. Yoga : Lah si monyet bego banget, nyusu di ruang tamu, cctv depan mata nggak kelihatan kayaknya. Bayu : Nafsuan emang jenazah gosong! Bayu : Pantes aja susunya Laras gede ya, di sedot Dika mulu kayaknya anjiir... Dimas : Kirim aja videonya ke nyokapnya! Andika : BANGSATT!! "Eh bentar dulu, cowok martabak apa an?" Karin dengan polosnya bertanya. Membuat kelima cowok itu menyimpan ponsel mereka kembali. "Martabak Rin, manis ramah tapi nggak nembak-nembak! Kan kasian temen lo di PHP doang!" sahut Bayu yang duduk di sebelah Karin. Sontak rombongan yang tengah menikmati santap sore itu ketawa. Menambah riuh suasana mall yang memang sudah ramai itu. Merasa tersudut, Rakha memasang tampang cemberut dan memilih menikmati sajian di depannya kembali. "Udah Ca, nggak usah lo dengerin manusia-manusia julid sebelah. Kita doain amal ibadah mereka di terima di sisi Allah. Mereka kalo nggak bacot bibirnya bakal sumbing kali, padahal actionnya juga nihil!" gerutu Rakha yang tentu masih bisa di dengar mereka semua. "Anjir, malah nyumpahin kita tuh kadal," sumpah Bayu. "Udah-udah, biarin orang lagi bucin. Kita di sini nggak kelihatan aja," Karin menahan lengan Bayu agar dia tidak ikut berkomentar lagi. Ica menyeruput habis es milo di depannya. Mendinginkan rasa panas di wajah yang tiba-tiba saja terasa seperti kena demam tinggi. Ica yang biasanya nyerocos mendadak kalem di depan Rakha. Beneran salting brutal si Ica mah. "Yang mau ketemu gue mana Kha?" tanya Ica begitu teringat janji Rakha kemarin. "Ada, bentar lagi nongol!" Belum sampai lima menit Rakha ngomong, kehadiran dua orang yang hampir enam bulan ini belum di lihat mengalihkan perhatian Ica. "Icaaa!" Kak Ane langsung memeluk Ica begitu sudah berhadapan dengan gadis cantik yang sudah seperti adiknya sendiri itu. "Kamu tambah cantik aja Ca," puji Kak Ane lagi. "Yang muji lebih cantik!" balas Ica. Mereka berpelukan sekali lagi, seolah rindu itu belum habis hanya karena sekali peluk. Begitu menengok ke belakang, Ica melihat sosok tinggi yang belakangan ini jarang sekali menghubunginya. Dia memasang wajah datar lalu berkata, "Siapa anda?" "Abang kamu!" "Ngga merasa punya abang tuh! Ditelepon nggak pernah ngangkat, di chat nggak pernah bales! Abang macam apa begitu?" "Abang macam aku, ganteng and cool!" "Males!" Ica mencibir. "Yuk Kak ikut nonton aja!" Ica lalu menarik tangan Ane agar menjauh, dia lagi mode ngambek sama abangnya. Rakha, Bayu, Karin juga ikut memisahkan diri dari tim voli yang masih bersantai di area food court, mereka menuju cinema di lantai tiga. "Kak Ane nggak kuliah?" tanya Ica sambil jalan. "Izin sebentar, mentok skripsi di bab empat. Refreshing dulu lah, sekalian lepas kangen sama kamu." Mereka berdua terkekeh. "Napa tu orang jadi ikutan? Bukannya si paling sibuk dia?" Ica mendelik ke arah Rio yang jalan di sebelah Rakha. "Ntar lah aku ceritain, nggak enak gibah depan orangnya," bisik Ane. Rakha yang dari tadi diam akhirnya buka suara. Dia berbisik pada Rio, "Yang sebenarnya adek Kak Ane itu aku apa Ica ya Bang? Dari tadi perasaan dia nggak negor aku!" 'Hahaaaa' Rio tertawa keras. Nggak nyangka Rakha bisa jealous juga sama Rahne, biasa juga nggak pernah akur. "Mau lihat Ica ngereog nggak?" bisik Rio yang membuat dua alis Rakha terangkat. Sudah lama dia tidak menjahili Ica karena usaha peningkatan status dari sahabat jadi pacar. Tapi liat ekspresi komuk Ica kangen juga. Dalam hati Rakha agak aneh, tidak biasa Bang Mario bersikap jahil. Dia terbiasa dengan image kalem, garang dan sedikit bicara. Tapi Rakha diam saja mau melihat duel abang dan adik itu. Tanpa aba-aba, Rio mencolek bahu Ica dan bercelatuk santai. "Ca, lo udah denger kabar belum?" "Apa an?" balas Ica masih ketus. "Mama di hamilin Papa lagi?" bisik Rio agar yang lain tidak mendengar. "Hah!?" Kompak mereka berhenti jalan mengikuti langkah Ica yang mendadak ngerem itu. Semua atensi kini melihat pergerakan Ica yang terlihat sangat terkejut. Ica mengeluarkan ponselnya mendial nomor sang ayah. "Pa!" teriak Ica begitu telepon tersambung. "Waalaikum salam," balas Papa santai. "Ya udah deh, Assalamualaikum," ulang Ica lagi tak enak hati. "Waalaikum salam," jawab Papa lalu mematikan panggilan itu. Ica ternganga nggak percaya. Punya Papa bisa ngelawak juga ternyata. Sekali lagi Ica mendial nomor kontak Papa dan langsung tersambung. "Pa, aku nggak mau punya adek lagi! Aku maunya jadi anak bungsu! Papa sama Mama nggak malu apa sama umur?" semprot Ica. "...." "Kan aku malu Pa, masa ntar anak aku seumuran sama adek aku?" "Emangnya kamu rencana punya anak kapan?" tanya Papa santai. "Ya nggak tau, nikah aja belom!" "Ya udah kamu nikah aja dulu, nanti kita diskusikan lagi masalah ini." "Papa!" Ica menghentak kaki saat sambungan teleponnya kembali di matikan. Wajahnya di tekuk dengan bibir misuh-misuh nggak jelas. Serempak mereka semua yang ada di situ ketawa. Rio bahkan sampai memegang perut saking gelinya. Di seberang Papa juga tidak bisa menahan tawanya. Ada-ada saja punya anak gadis kelakuannya. "Selamat anda kena prank!" kata Karin yang ikut-ikutan terpingkal. Sadar hanya di kerjai, mata Ica melotot tajam pada saudara kandungnya itu. Bahkan teman-temannya menyadari kalau Bang Rio sedang bercanda, bagaimana dia sendiri bisa menganggap serius. Ah, semua karena Ica terlalu polos. "Abang!!" Ica berlari mengejar Rio yang sudah mengambil langkah besar ke dalam bioskop. Ica terus mengejar sampai dia hampir menabrak seseorang kalau saja Rakha tidak sigap menangkapnya. "Maaf ya mba, dia nggak sengaja," kata Rakha yang masih menahan pinggang Ica dan menunduk santun pada orang di depannya. Rakha dan Ica menata nafas yang masih ngos-ngosan. "Loh, Rakha!" pekik perempuan itu. Kini Rakha dan Ica melihat ke asal suara dan dengan jelas mengenali orang yang akan Ica tabrak itu. "Jihan!" kaget Rakha. "Gila cakep bener! Ini orang apa dewi ya? Nyamuk aja kepeleset kali kalau mau gigit. Bening bener!" celetuk Bayu yang berdiri tak jauh dari mereka. Karin langsung menatap Bayu tajam dan mendengus tidak suka. Dia menarik tangan Bayu ke dalam bioskop mengikuti langkah Bang Mario dan Kak Rahne. Suasana canggung tiba-tiba menyelimuti ketiga orang yang baru saja bertemu sejak dua tahun lalu ini. Jihan Anjani. Gadis yang disebut-sebut mantan terindah Rakha. Karena saat putus dua tahun lalu, Rakha susah move on dari sosok cewek satu ini. Pembawaan Jihan yang kalem dan pengertian membuat Rakha nyaman berada di sisi gadis ini. Belum lagi mereka mempunyai hobi yang sama, voli. Jihan juga pemain voli putri yang cukup diperhitungkan. Bisa dibayangkan nggak tubuh tinggi proporsional seorang Jihan. Di dukung dengan rupa yang sebagian orang bilang mirip Jisoo. Apa nggak tenggelam tuh Ica kalau berdiri di antara dua jangkung. "Apa kabar Kha?" Jihan mengulurkan tangan. Dengan sigap Rakha melepas tangannya di pinggang Ica dan menyambut uluran itu. "Lo kuliah di sini?" "Hmm di FK ULM," balas Rakha. "Wah keren banget lo! Konsisten sama cita-cita lo dari dulu!" Jihan nampak bersemangat. Rakha juga ikutan senyum sambil garuk-garuk leher salting. Bergantian Ica mendongak melihat wajah Rakha dan Jihan. Dia di tengah beneran nggak kelihatan rupanya. Ica sebenarnya bisa dikategorikan tinggi, tapi tidak untuk disandingkan dengan dua orang ini. "Ehmm, gue masuk duluan ya. Kalian lanjut ngobrol aja!" Ica jadi nggak enak berdiri kaya obat nyamuk, di cuekin. Tanpa mendengar teriakan Rakha, Ica sudah mendahuluinya masuk room 1 yang akan menayangkan film yang Ica ganti judulnya jadi "KKN di Kampung Mantan."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD