Di mana pun kalian berada
Kukirimkan terima kasih
Untuk warna dalam hidupku dan banyak kenangan indah
Kau melukis aku
Kita tak pernah tahu
Berapa lama kita diberi waktu
Jika aku pergi lebih dulu, jangan lupakan aku
Ini lagu untukmu, ungkapan terima kasihku
Lembar monokrom hitam-putih
Aku coba ingat warna demi warna di hidupku
Tak akan ku mengenal cinta
Bila bukan kar'na hati baikmu
Lagu yang dilantunkan Rakha menjadi penutup acara kelulusan SMA Taruna Jaya dan mendapat standing upplause dari guru juga para siswa yang mengelu-elukan Rakha.
Satu persatu para siswa mulai bersalaman, berpelukan bahkan mengabadikan momen ini di kamera HP masing-masing untuk tiga tahun kebersamaan.
Akhirnya hari yang di nanti-nanti seluruh siswa kelas XII pun tiba. Hari yang akan menjadi awal perjuangan baru bagi mereka. Kelulusan.
Seratus persen siswa kelas XII SMA Taruna Jaya dinyatakan lulus. Dan uforia kelulusan dari tahun ke tahun tetap sama, aksi corat-coret seragam sekolah dan konvoi. Meski kepala sekolah dalam sambutannya sebelum pengumuman sudah mewanti-wanti, tetap saja aksi itu terlaksana meski di luar sekolah sebagai luapan kegembiraan mereka.
Setelah bersalaman dengan seluruh guru dan menerima rapot serta surat kelulusan. Mereka ramai-ramai berkumpul di halaman kosong dekat sekolah untuk aksi corat-coret seragam kemudian bersiap konvoi.
Dan... sudah bisa ditebak, siapa sosok yang tanda tangannya jadi rebutan para siswi. Yups, Daniel si most wanted and popular boy SMA Taruna Jaya.
"Ca, lo nggak minta tanda tangan Daniel?" kata Karin sambil melihat ke arah Daniel yang ketutupan para cewek.
"Enggak, udah nggak muat!"
"Ih, mentang-mentang udah dapet orangnya!" Karin mencibir.
"Coba gue liat!" sambung Karin memutar tubuh Ica yang memang seluruh seragamnya sudah penuh coretan. Dan hanya ada satu tanda tangan yang super besar dengan ukiran huruf R di awal, tercetak di belakang Ica, sedangkan di bagian depan penuh dengan warna warni yang pelakunya juga sama. Rakha.
"Posesif!" gerutu Karin.
"Hah?"
"Enggak, eh lo bantuin gue dong, minta tanda tangan Daniel! Please! Ntar seragam gue ini bakal gue museumin."
"Malas banget Rin, tuh liat orangnya sampai nggak keliatan gitu kaya cireng di kerubungi laler!"
Karin menoyor kepala Ica, "Bagusan dikit kek, kumbang di kerubungi bunga!"
"Yahh kebalik dong! hahaaa" kompak mereka ketawa.
Ica kemudian berbalik melihat cowok tinggi di arah gerbang sekolah. Nampak Rakha dengan tangan penuh bunga, bingkisan hingga paper bag. Bajunya juga sudah penuh dengan coretan dan tanda tangan. Cowok yang mendapat nilai kelima tertinggi di sekolah itu berjalan mendekat ke arah Ica dan Karin dengan senyum sumringah.
"Marisa!"
Rakha mengehentikan langkah. Kompak Ica, Karin dan Rakha menoleh ke asal suara.
"Daniel!" pekik Karin.
Dengan sigap cewek itu menyerahkan spidol dan mengarahkan punggungnya untuk di tanda tangani.
"Lo juga?" tawar Daniel ke arah Ica.
Mau nolak nggak mungkin kan? Tapi melihat seragam Ica yang udah penuh, dia jadi bingung sendiri.
Daniel mendekat dan mengangkat kerah baju Ica, benar saja di balik kerah itu masih putih bersih. Cepat Daniel membubuhkan tanda tangannya di sana. Lalu menyerahkan spidol ke tangan Ica. Menunjuk dadanya agar Ica menandai disitu.
Wajah Rakha sudah merah padam, entah dia marah untuk apa. Tapi rasanya nggak rela banget Ica pegang-pegang d**a cowok lain. Rakha meraih spidol di tangan Ica dan langsung menanda tangani seragam Daniel di bagian yang ditunjuknya tadi.
Walau agak kaget dan ingin protes, tapi melihat wajah Rakha yang nyengir nggak berdosa dia jadi diam.
"Nih gue kasih kenangan ke lo, ikhlas nggak usah bayar!" katanya.
Karin cuma senyum-senyum aja, dia yang sudah mulai mengerti ikatan antara Rakha dan Ica tau kalau sekarang Rakha lagi mode on cemburu.
"Yuk pulang!" kata Rakha kemudian sambil menyerahkan tentengannya.
"Ehh, emang gue pembokat lo. Ogah! Nih pegang sendiri!" protes Ica.
"Bantuin elah!"
Ica merengut, menghentak kaki.
"Boleh gue anter lo pulang?" interupsi Daniel lagi.
Mata Ica berbinar, dia ingat terakhir kali ikut Rakha malah di bawa ugal-ugalan. Tentu Ica akan menerima tawaran Daniel. Meski tidak memiliki perasaan menggebu seperti dulu, tapi Ica merasa cukup tersanjung jika di minta langsung oleh the most wanted and popular boy di sekolah untuk di antar pulang. 'Ceilah kaya sinteron aja, tersanjung!'
"Ca, buru naik!" itu Rakha yang udah menggeber motornya jengkel.
Ica jadi bingung lagi. "Suruh Zara aja yang pegangin!" katanya.
Bodo amat, dia menyerahkan kembali barang milik Rakha dan berjalan ke arah Daniel. Yang tentu saja di sambut senyum hangat cowok itu.
Melihat punggung Ica menjauh, Rakha memukul tangki motornya kesal. Karin kemudian mendekat dan menepuk pundak Rakha, "lo sih sering jailin dia, kabur kan sama cowok lain!"
Rakha menatap ke arah Karin, minta penjelasan.
"Lo suka sama Ica Rakha! Lo nggak usah menyangkal lagi. Mulai sekarang ubah sikap lo ke Ica, biar dia ngerti perasaan lo!"
Rakha diam. Dia sebenarnya tidak mengerti dengan perasaannya, tapi jika melihat Ica dengan cowok lain, dia merasa marah. Benarkah Rakha suka Ica? Suka sebagai seorang wanita, bukan lagi sahabat yang sedari kecil dia kenal.
***
"Kok ke sini?" tanya Ica menatap heran ke arah Daniel yang tersenyum manis dari kaca spion.
"Mampir bentar, masih siang. Gapapa kan?"
Ica hanya tersenyum dan turun dari boncengan. Berjalan mendahului Daniel yang masih mengacak rambut melihat spion. Ica memandang lucu ke arah anak kecil laki-laki dan perempuan berumur sekitar empat tahunan yang asyik lari-larian di sekitar ikon patung jelawat. Berseluncur di tanjakan yang sengaja di buat miring. Berguling ke kiri dan kanan sesuka hati mereka. Ah, dia jadi teringat masa kecilnya juga seseru itu dengan Rakha.
"Nih!" Daniel menyodorkan segelas es jeruk peras di depan Ica. Ikut melangkah menuju tepi sungai Mentaya yang dipagari pembatas besi. Melihat ke arah para pemancing yang berjejer di tepian.
Melihat ada pancingan yang ditinggal tuannya, Ica menarik tangan Daniel untuk ikut duduk bersama para pemancing itu. Daniel tersenyum samar melihat tangannya dipegang Ica.
"Kamu lucu!" kata Daniel sambi terkekeh.
Ica yang masih memasang umpan jadi menoleh, "Kenapa?"
"Sama cacing berani, sama kodok takut," Daniel semakin terkekeh, membuat pipi Ica memerah. Rupanya kejadian memalukan itu masih diingat cowok tampan ini.
"Rencana kuliah di mana?" tanya Ica mengalihkan pembicaraan.
"Ehhmm tergantung..."
Ica mengerutkan kening menunggu kelanjutan kalimat Daniel.
"Kalau lo?" tanya Daniel balik.
"Rencana sih di Banjarmasin, kalau keterima di negeri, kalau nggak ya swasta. Ngikut Rakha aja gue..." jawab Ica sambil melempar kail ke sungai.
"Kenapa harus ngikut Rakha?"
"Yaa karena kita udah bareng dari kecil, jadi keluarga gue percaya Rakha bisa jaga gue di sana."
"Gue juga bisa jaga lo, kalo lo mau."
Ica menoleh menatap manik coklat tua Daniel yang terlihat serius.
"Maksud?" kata Ica singkat dengan sebelah alis terangkat.
Daniel malah terkekeh. "Sumpah, gue nyesel banget baru kenal lo sekarang. Lo lucu banget tau nggak Ca, bikin gue betah deket lo!"
Kalau Ica yang dulu 'mabuk Daniel', pasti sekarang Ica sudah mimisan di puji setinggi itu. Bahkan cowok tampan seantero sekolah itu terang-terangan mau menjaga Ica. Tapi anehnya, Ica B aja. Semudah itu memang Tuhan membolak-balik hati manusia.
"Lo harus banget ya kuliah bareng Rakha lagi?"
"Ehhm, nggak juga sih. Bonyok gue lebih tenang aja kalau ada Rakha." kata Ica sambil menyeruput es jeruknya.
"Bukannya dia nyebelin ya?" sedikit banyak Daniel tau perangai Rakha yang suka menjahili Ica. Terutama habis kejadian lempar kodok di lapangan waktu itu.
"Iya sii, nyebelin banget malah. Pernah gue sampe nangis gara-gara di kerjain dia. Tapi... dia juga yang bujuk gue lagi sampai kita baikan," cerita Ica sambil terkekeh mengingat wajah melas Rakha dengan tangan penuh permen kapas saat dia meminta maaf.
Wajah sumringah Ica tak luput dari pantauan Daniel. Matanya berbinar jika menceritakan soal Rakha, meski mulutnya mengomeli Rakha. Dia menarik nafas panjang, "sekarang kayaknya gue tau mau lanjut kuliah di mana?"
"Kok tiba-tiba dapet ilham, sakti emang lo!" kata Ica terkekeh kembali melihat ke arah sungai Mentaya.
"Kemana emang?" sambungnya.
"LA, ngikut abang gue!"
"Wihh, jauh amat!" bahkan tak terpikir oleh Ica untuk kuliah di LN, mengingat biaya yang pasti tidak murah. Tapi semudah itu keluar dari mulut Daniel. Emang jauh banget strata sosial mereka. 'Horang kaya mah bebas.'
"Tapi kita masih bisa temenan kan?"
"Elah, pake nanya, Iya lah! Lo bisa vc gue dari sana pamerin cewek bule ke gue!"
Ica dan Daniel tertawa bersama. Ada gurat kecewa di wajah tampan Daniel, perasaannya belum sempat terungkap, tapi dia sudah tau jawabannya.
'Cacamarica Hey Hey Cacamarica Hey Hey Cacamarica ada di kampung baru'
Daniel semakin tergelak mendengar ring tone dari ponsel pintar Ica. Membuat Ica meringis sambil buru-buru mengangkat panggilan dari Karin itu.
"Apa an?"
"Ca, ke kantor polisi sekarang!" kata Karin terdengar panik.
"Emang napa?"
"Rakha sama gengnya kena tilang!"
"Haah?!"