9. Playing Together

1026 Words
Seperti biasa Kenzo bangun lebih awal. Setelah melakukan olah raga ringan, ia membersihkan tubuhnya lalu bergegas pergi menuju perusahaan tanpa menyantap sarapannya. Ia bisa mendapatkan sarapan di perjalanan atau meminta sekretarisnya untuk membelinya. Yang jelas ia tidak ingin bertemu Alexa pagi itu. Tadi malam, ia mengerjakan pekerjaan yang di minta Luna hingga menjelang pagi lalu memilih untuk merebahkan tubuhnya di sofa ketimbang di atas tempat tidur, ia khawatir jika tidak mampu lagi menahan gairahnya lalu menerjang Alexa. Gadis itu masih sangat polos, jika Kenzo melakukan sesuatu, ia yakin Alexa pasti akan ketakutan. Sebenarnya pekerjaannya di perusahaan tidak ada yang terlalu mendesak, tetapi ia harus menjernihkan pikirannya untuk sesaat. Alexa, gadis kecil itu masuk dengan tiba-tiba ke dalam hidupnya, tingkahnya yang semena-mena, tetapi polos itu memberinya sensasi berbeda. Semacam rasa jika ia dibutuhkan. Ya, seperti itu. Cara Alexa menatapnya saat menginginkan sesuatu, cara Alexa berterima kasih saat mendapatkan apa yang diinginkannya, semuanya memberikan kepuasan tersendiri di benak Kenzo. Kenzo telah menitipkan Alexa kepada ibunya, ia memilih merebahkan tubuhnya di atas sofa yang ada di ruang kerjanya. Mencoba memejamkan matanya karena kepalanya terasa berdenyut hebat. Ia tidak terbiasa dengan pola tidur yang tidak sehat, ia biasa melakukan semua dalam hidupnya dengan seimbang dan tertata rapi. Sekarang semuanya seolah tidak jelas, ini adalah hari kedua pikirannya kacau karena setiap sudut di rongga kepalanya hanya terisi Alexa. Pria itu tertidur hingga bunyi ponsel yang berulang-ulang membangunkannya, merusak mimpinya. Mimpi terkonyol yang pernah ia alami sepanjang hidupnya, bahkan ia belum pernah bermimpi mencumbui Luna dan sekarang... bagian tubuhnya menginginkan pelepasan. Kenzo mengubah posisinya menjadi duduk, menumpukan sebelah sikunya di atas lututnya lalu meraih ponsel yang ada di atas meja, menggeser layarnya perlahan, bibirnya mengulas senyum tipis. Ibunya mengirimkan banyak fotonya bersama Alexa dan Crystal, putri kakak tirinya. Mereka sedang membelah semangka di halaman belakang rumah, memang saat musim panas tiba, di wilayah Jepang suhu bisa mencapai empat puluh derajat Celsius. Banyak orang yang lebih baik tinggal di dalam rumah ketimbang harus beraktivitas di luar rumah dengan suhu setinggi itu. Keakraban ibunya dan Alexa tampak begitu alami, selalu terlihat tidak dibuat-buat baik dari Alexa maupun ibunya. Mereka langsung akrab dan berbicara tanpa canggung, Alexa tampak begitu santai menghadapi ayah dan ibunya, ia juga menceritakan masa kecil dan kesehariannya dengan gayanya yang ceria sesuai usianya, ia tertawa tanpa malu-malu dan ia tanpa sungkan membaur bersama keluarganya. Semuanya tampak berbanding terbalik dengan Luna, kekasihnya itu sangat canggung padahal Kenzo telah beberapa kali membawa Luna untuk mengunjungi keluarganya. Luna tidak banyak berbicara, ia juga tidak terlalu tertarik menceritakan keluarganya. Satu-satunya yang selalu ia bicarakan adalah masalah bisnis dan pekerjaannya. Kedua orang tua Kenzo juga merespons kehadiran Luna dengan biasa-biasa saja, jika ayahnya mengatakan terang-terangan kurang menyukai Luna, ibunya hanya diam meski Kenzo tahu jika ibunya itu selalu kompak dengan ayahnya. Orang tuanya bahkan tidak pernah sekedar menanyakan bagaimana kabar Luna meski kekasih Kenzo telah lama tidak berkunjung. Di mata Kenzo, kedua orang tuanya tidak peduli dengan hubungannya dengan Luna meski tahu hubungan mereka telah terjalin begitu lama dan tidak ada perkembangan. Kenzo mengusap rambut di bagian belakang kepalanya dengan kasar lalu bangkit dan berpindah duduk di kursi kerjanya, menenggelamkan dirinya dalam pekerjaan yang tertumpuk. Niat utamanya pergi ke perusahaan untuk menghindari Alexa dan pikiran nakalnya yang ingin menjelajah tubuh gadis polos itu, tetapi faktanya ia tidak bisa begitu saja melupakan gadis itu karena ibunya terus saja mengiriminya foto Alexa dan Crystal dalam berbagai pose dan kegiatan. Dari mereka bertiga makan siang di sebuah restoran khusus shusi lalu berbelanja ke supermarket, kemudian singgah di sebuah kedai yang menjual bubble tea. Tidak hanya itu, mereka juga singgah membeli begitu banyak kue di toko bakeri langganan ibunya. Tampak seperti keluarga yang sempurna. Kenzo mengusap wajahnya dengan sedikit kasar, ia melirik jam di layar laptopnya kemudian mematikan laptop di depannya. *** "Di mana... Crystal?" tanya Kenzo sambil mengendurkan dasi yang mencekik lehernya, ia lebih memilih menanyakan Crystal, keponakannya dibandingkan menanyakan Alexa kepada ibunya yang sedang duduk sambil membuka tabloid di tangannya. "Dia di rumahnya," jawab ibunya tanpa menoleh ke arah Kenzo. Setelah berpikir sejenak, Kenzo akhirnya menanyakan keberadaan gadis yang mengganggu pikirannya. "Alexa?" "Dia bermain papan seluncur, di taman perumahan." Kenzo terkejut, bagaimana mungkin ibunya begitu santai membiarkan gadis manja itu pergi sendiri di tempat asing. "Mom? Kenapa kau membiarkan dia?" "Alexa melihat papan seluncur milikmu dan mengataka ingin mencobanya, dia juga mengatakan tidak ingin ditemani," jawab Livia dengan nada begitu santai. "Bagaimana jika Alexa tersesat?" Livia mengedikkan bahunya. "Kalau begitu susul dia," ujarnya. Kenzo melemparkan tas kerjanya, melepas dasi dan jasnya lalu berbalik menuju arah pintu, tetapi baru beberapa langkah pria itu berbalik kembali ke dalam rumahnya untuk mengambil satu papan seluncur miliknya yang tidak pernah lagi ia sentuh bertahun-tahun lamanya. Dengan terburu-buru ia berjalan sambil menggeser layar ponselnya untuk memastikan di mana posisi Alexa berdada melalui GPS di ponselnya. Setibanya di taman, ia menyaksikan gadis yang mengisi setiap sudut otaknya sedang memainkan papan seluncur dengan sangat lihai bersama anak-anak di sana, ada beberapa anak yang menggunakan papan seluncur dan sebagian menggunakan sepatu roda. Alexa tampak riang dan begitu mudah bergaul dengan siapa saja meski tampak jelas jika ia kesulitan berkomunikasi dengan lawan bicaranya. Kenzo meletakkan papan seluncurnya di tanah, menginjaknya menggunakan satu kakinya. Kedua lengannya bersedekap sementara tatapannya tak sedetik pun lepas dari Alexa, bibirnya mengulas senyum tipis yang mungkin tidak ia sadari. "Ken, kau ke sini?" sapa Alexa, gadis itu menghampiri Kenzo."Maaf, aku tidak meminta izin menggunakan ini," ujar Alexa sambil menunjuk papan seluncur yang ada di kakinya. Kenzo tersenyum. "Gunakan sesukamu. Aku tidak tahu jika kau sangat ahli memainkan papan seluncur," ucapnya. Alexa menyeringai. "Bagaimana jika kita bertanding?" Kenzo tampak berpikir sejenak. "Apa hadiahku jika aku menang?" ia menaikkan sebelah alisnya. Alexa terkekeh. "Aku tidak ingin memberi hadiah," jawabnya. "Oh, ya? Itu tidak seru. Padahal aku menginginkan hadiah... biarkan aku mencium bibirmu." Diam-diam Kenzo melirik bibir ranum yang menggodanya. "Tidak perlu bertanding, cukup tunjukkan kemampuanmu. Aku yakin kau tidak lebih baik dariku!" Seru Alexa, gadis itu telah meluncur sambil menyeringai dan mengacungkan jempolnya ke bawah mengejek Kenzo. Kenzo menaiki papan seluncurnya untuk mengejar Alexa. Tidak buruk. Keseimbangannya masih bisa ia atur dan kemudian mereka menghabiskan sore itu dengan bermain papan seluncur, saling mengejar dan tertawa, terkadang mereka saling berpegangan tangan seolah mereka sangat akrab, tanpa terasa matahari mulai bersembunyi di ufuk barat memaksa mereka untuk kembali.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD