Mengapa Harus Ada Perbedaan

1032 Words
Beberapa muda-mudi tertawa di dalam mobil. Sekumpulan remaja kaya yang hanya tahunya menghabiskan uang, namun bukan salah mereka. Begitulah sedari kecil mereka dididik, dimanjakan dengan materi walau tak ada kasih sayang yang diterima. Chelsea tersenyum bangga menunjukkan tas yang baru saja ia beli kepada teman semobilnya. Mereka semua menatapnya iri. Memang di antara mereka semua, Chelsea yang paling kaya. Lagipula ia kesayangan yang selalu mendapatkan apa yang ia inginkan. “Kalau aku ulang tahun nanti, apa kamu akan memberiku hadiah seperti ini?” tanya Lita sembari tersenyum penuh harap. “Gampang. Aku bisa beli apa pun selama ada papa.” Lita tersenyum bahagia dan memeluk tubuh wanita itu erat. “Kamu memang sahabat terbaikku, Chel.” “Aku juga ya,” “Aku juga.” Pada akhirnya semua yang ada di mobil meminta hal yang sama. Yang dijawab dengan anggukan oleh Chelsea. Semua berterimakasih walau gadis itu belum memberikan hal yang mereka mau. “Kita isi bensin dulu ya,” ucap Jhon yang tidak lain adalah pengemudi mobil yang mereka tumpangi. Semua serempak setuju. Keempat orang, termasuk Chelsea yang tadinya menumpangi mobil segera berhamburan keluar. Ada yang ke toilet, mini market, dan Chelsea satu-satunya yang lebih memilih berdiri di samping mobil. Chelsea mengedarkan pandangan ke sekeliling dan jantungnya berdebar tak karuan saat menemukan sosok itu. Senyum Chelsea merekah. Saat ia hendak berjalan mendekati pria yang tengah mengisi tangki bensin mobil, Jhon mencengkram pergelangan tangannya. “Itu Angga jurusan bisnis, ‘kan?” “Hah?” Chelsea pura-pura tidak tahu, lelaki itu tersenyum tipis. “Kayaknya, aku selalu ketemu dia di mana-mana. Kemarin ke mini market ketemu dia, sekarang di pom bensin juga,” lanjut pria itu sembari terus menatap Angga. Chelsea tersenyum tipis. Ia menyetujui perkataan Jhon. Lelaki itu pekerja keras dan hampir seluruh waktu yang dimilikinya digunakan untuk mencari uang dan belajar. Chelsea sering merasa iba, seharusnya lelaki seumuran Angga harus bersenang-senang sedikit demi menikmati hidup, namun tidak dengan lelaki itu. “Aku mau mengundangnya ke pesta ulang tahun Jenny sabtu nanti, apa menurutmu dia mau? Nggak enak kalau nggak diundang, secara kami sering ketemu di kelas yang sama.” Senyum Chelsea mengembang. Tentu saja ia setuju dengan ide itu. Ia bisa bertemu dan mencoba kembali mengejar Angga di acara itu. Mungkin saja, Angga tidak akan memasang tembok pertahanan di saat santai seperti pesta itu. “Tentu saja kamu harus mengundangnya.” Jhon mengangguk-angguk, lalu berjalan mendekati Chelsea. Tanpa sadar, wanita itu mengikuti langkah Jhon. Angga seakan memiliki magnet yang terus menariknya mendekat, tak bisa pergi. “Hai Angga,” sapa Jhon begitu mereka sudah berdiri berdekatan. Bukannya menoleh ke arah Jhon, Angga malah menatap Chelsea dengan tatapan yang tak mampu diartikan oleh wanita itu. Sementara Chelsea hanya tersenyum manis padanya. Merasa diabaikan, Jhon menggerak-gerakkan tangannya di hadapan wajah Angga. “Ga.” Angga menoleh ke arah Jhon dan tersenyum tipis. “Ada apa ya?” “Maaf ganggu jam kerja. Cuma mau bilang kalau Sabtu ini, aku mau mengundangmu ke pesta ulang tahun Jenny.” Angga menautkan alis. “Yang ulang tahun Jenny, kenapa malah kamu yang ngundang?” Jhon tergelak. “Karna Jenny pacarku dan dia minta aku mengundang semua orang.” Angga ber-oh-ria, seakan jawaban lelaki itu telah menjawab tanya yang tak bisa dilayangkannya. “Jadi ... bisa datang, ‘kan?” tanya Jhon memastikan. “Kayaknya nggak. Aku nggak suka pesta.” Jhon mengeluarkan wajah sedih. “Sayang sekali. Padahal Chelsea akan hadir di sana dan dia belum ada pasangan pesta,” lelaki itu melirik ke arah Chelsea. Chelsea gelagapan, seakan tertangkap basah tengah melakukan aksi kejahatan. “Anu ...” Angga memasang wajah datar. “Itu bukan urusanku.” Jhon tertawa dan mengangkat tangannya ke udara. “Terserah padamu aja, Ga. Kalau sempet, aku harap kamu bisa datang.” Jhon pergi meninggalkan Angga, namun Chelsea masih berdiri di sana dan menatap Angga penuh amarah. “Segitu bencinya sama aku?” tanya wanita itu memecahkan keheningan di antara mereka. Angga tersenyum manis dan hendak meninggalkan Chelsea, namun dengan cepat wanita itu mencegahnya. Ia butuh penjelasan. “Kenapa kamu selalu menghindar, Ga? Kenapa kamu begitu membenciku? Kasih tahu aku cara agar kamu melihat ke arahku.” Suara Chelsea bergetar. Angga menatap ke dalam manik mata Chelsea. Sungguh, tak ada satu hal pun yang ia benci dari gadis itu. “Kamu belum sadar juga kalau kita itu sangat berbeda, Chel.” “Lalu kenapa? Kita sama-sama makan nasi.” Angga tersenyum mengejek, seakan menertawai tingkat kecerdasan wanita di hadapannya. Apa hanya karna sama-sama makan nasi bisa menghilangkan perbedaan status yang begitu kental di antara mereka? “Tingkat menganalisamu memang begitu buruk.” Angga membungkukkan setengah badan dan berusaha meninggalkan Chelsea. “Aku harap kamu hadir di pesta itu. Agar kamu bisa mengerti jika perbedaan kita nggak begitu parah.” Chelsea berteriak walau diabaikan, “Jika kamu nggak datang, maka aku akan mati kebosanan di sana. Jika kamu memang begitu membenciku, maka biarkan aku mati di sana,” Chelsea berteriak bagai orang gila. Sungguh ia kesal dengan sikap Angga yang ternyata sama saja dengan sebagian penghuni bumi yang menjadikan perbedaan sebagai alasan untuk terus menjauh. Memangnya apa yang salah dengan perbedaan, bukannya semua itu ada untuk saling menyatukan? Teman-teman Chelsea segera mendekati wanita itu dan menanyakan apa yang terjadi, namun bukannya menjawab, Chelsea malah berjalan kembali ke mobil. *** Chelsea menenggelamkan wajah pada bantal dan berteriak tertahan, sedang Olive yang berada di sampingnya hanya bisa menggeleng-geleng. Ia yang tak tahan melihat sikap Chelsea segera menarik bantal itu dari hadapan wajah Chelsea. “Lama-lama cinta bisa buat kamu gila, Chel!” “Kayaknya memang aku udah gila gara-gara dia.” Chelsea mengacak rambut gusar, “Ternyata dia sama aja seperti orang lain yang mementingkan perbedaan.” Olive tertawa pelan. “Kamu aja yang terlalu naif. Orang seperti Angga nggak akan bisa diterima di duniamu. Apalagi kamu memaksanya datang ke pesta itu. bisa-bisa dia lebih menyadari perbedaan kalian. Kamu nggak bisa menyangkal, dunia kalian memang berbeda. Dunia Angga sama sepertiku. Tinggal di kontrakan kecil dan harus kerja keras untuk makan.” “Dunia kalian sama. Kamu bisa menerimaku, kenapa dia nggak?” Chelsea berdecak sebal, “Kenapa begitu sulit.” Olive tertawa keras, menertawai kebodohan sahabatnya. Bagaimana ia bisa menyamakan persahabatan dengan cinta yang tentunya akan lebih sulit saat ada perbedaa yang begitu kental. “Kamu memang bodoh, Chel.” Olive menggeleng-geleng, “Kamu memang nggak bisa ditolong lagi,” ucapnya putus asa. Chelsea melemparkan boneka beruang yang ada di sampingnya ke arah Olive. “Kamu lebih bodoh karna mau berteman dengan orang sepertiku.” Olive memegang d**a dengan dramatisir. “Mau gimana lagi, kalau nggak ada aku, kamu bakalan diporotin habis-habisan sama geng anak orang kayamu itu.” Keduanya tertawa. Apa yang Olive bilang adalah kebenarannya. Chelsea tahu benar jika banyak orang yang dekat dengannya hanya karna ia adalah orang yang loyal dan tak pernah ragu menghabiskan uang untuk teman-temannya. Namun tak mengapa, toh uang ayahnya masih lebih dari cukup untuk menyenangkan semua orang yang mau menjadi temannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD