Hari-hari pun berlalu seperti biasanya tak ada yang berubah. Baginda tetap tak menunjukkan barang hidungnya di depan Janey setelah permintaannya untuk menjaga cincin pusaka kerajaan. Hingga suatu ketika, tibalah permintaan dari sang ratu untuk menikahkan putri Janey dengan pangeran dari kerajaan seberang. Sang ratu berkata pada sang baginda, bahwa kerajaan mereka harus terus bertahan walau pun tak ada penerus, tetapi mereka harus tetap menunjuk salah satu penerus kerajaan demi rakyat dan kerajaan Yopherian.
Setelah mendengar penjelasan ratu yang masuk akal. Baginda pun memerintahkan pada sang asisten dan penasihat kerajaan untuk merekomendasikan pria-pria mana saja yang akan menjadi kandidatnya. Tanpa sepengetahuan Janey, sang Baginda memberikan titah pada kerajaan-kerajaan lainnya agar mengirimkan beberapa kandidat dari pangeran yang akan menjadi pendampingan untuk memerintahkan kerajaan Yopherian.
“Baginda, tetap saja putri Janey akan pergi mengikuti suaminya memerintah di kerajaan lain. Terlepas itu pun, kita tak bisa menahan putri Janey untuk tidak menikah agar selalu di sini,” ujar sang Ratu dengan gaya bicaranya yang perhatian dan sedih. Namun dibelakang sang Baginda tetap saja, Ratu tak suka pandai Janey. Dan ini satu dari diantara rencana menyingkirkan Janey.
Sang baginda yang sedang duduk di belakang meja, dengan tumpukan berkas itu pun menghentikan gerakan jemari tangannya. Dimana saat ini ia sedang memegang pena bulu. Ia menegangkan kepala menatap sang ratu, setelah menunduk menatap berkas yang ada di hadapannya itu. “Lalu?” ucapnya singkat dengan menatap tajam pada sang ratu. Sang ratu pun berkata bahwa, kerabat jauh dari sang raja merupakan pria yang kompeten. Yang di maksud ratu ialah sepupu sang raja, Dione.
Dia perang terdepan di Yopherian. Strategi yang selalu tepat dan statusnya begitu baik di kalangan bangsawan juga rakyat Yopherian. Tak hanya itu, relasi bisnis dari berbagai kerajaan untuk Yopherian yang melakukannya adalah Dione. Ia punya kharisma untuk mendapatkan perhatian semua orang, bahkan mungkin ia adalah manusia yang selalu diberkati. Duke Dione Arghies adalah sepupu dari Raja Yopherian yang sekarang memerintah, Lexus Argehies.
Jika seseorang menaiki takhta menjadi seorang kaisar di kerajaan Yopherian, maka orang itu harus menghilangkan nama keluarganya, diganti menjadi Yopherian beserta keluarga inti, seperti anak dan istrinya. Sang kaisar yang sekarang menjabat merupakan raja dan generasi ke empat setelah berdirinya Kerajaan Yopherian yang merupakan daerah subuh namun di kelilingi hutan iblis. Konon hutan itu merupakan tempat pintu keluar dari Kerajaan iblis dari neraka, dan sang raja Yopherian terdahulu dapat menundukkan sang Raja iblis.
Mendengar perkataan sang ratu, baginda pun hanya kembali melanjutkan tugasnya. Hari-hari pun berlalu. Satu minggu setelah ucapan ratu, terlihat sebuah kereta kuda yang ada tepat di pintu masuk istana Yopherian, kereta it berlambangkan simbol kerajaan. Tentunya yang datang bukanlah kereta kuda bangsawan biasa. Terlihat pula beberapa kesatria yang dibawa oleh tamu tersebut. Janey yang melihat dari kamar tidurnya yang ada di istana sebelah timur pun hanya tak acuh. Ia kembali mengerjakan kegiatannya seperti biasa.
Hingga, sang kepala pelayan datang menemuinya di kamar. Ia meminta untuk Janey berpakaian rapi dan menemui sang raja di ruangan utama, karena ada seorang tamu yang ingin menemuinya. Janey hanya mengangguk tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Para pelayan pun segera melayani dan mendandaninya. Tak cukup waktu lama, kini wanita cantik bermata hijau itu telah berjalan menuruni anak tangga istana untuk sampai ke ruangan depan dimana sang ayah atau baginda raja berada.
Ya, Janey telah mengetahui dan paham bahwa, seorang wanita jika telah melalui pesta debutnya, harus melakukan perjodohan politik untuk menikah. Dan itu persyaratan yang tak bisa di tolak, bagi para keturunan bangsawan di berbagai kerajaan di belahan bumi mana pun. Setibanya di sana terlihat beberapa orang dari Kerajaan lain. Tamu itu terlihat dari simbol kerajaan yang ada pada bros, ataupun bordiran di pakaiannya. Dan biasanya itu merupakan lambang kerajaan mereka.
Meskipun ia telah mengetahui dari beberapa pelayan pribadinya, yang paling dekat dengannya yaitu pelayan Laisa. Sang kaisar sedang mempersiapkan para calon kandidat pangeran yang akan dijodohkan dengannya. Apa pun itu, yang jelas Janey berusaha untuk menaati perintah ayahnya tersebut. Selama ini Janey tak pernah sekali pun membantah perintah ayahanda. Terkadang sang ratu membujuknya untuk datang ke pesta minum teh, yang selalu di adakan oleh beberapa bangsawan.
Ia berkata bahwa seorang putri harus berusaha berteman dan mempunyai relasi yang kuat agar posisinya bisa bertahan, itu pun demi kerajaan Yopherian. Tak hanya itu, acara pesta debut bangsawan lain dan acara pesta lainnya selalu di lewatinya. Namun, kertas-kertas undangan itu terbengkalai begitu saja, tanpa dibaca satu pun oleh Janey.
Seolah tak ada waktu untuknya. Janey menganggap bahwa pertemuan undangan pesta dan berbincang-bincang adalah hal yang sangat membuang waktu. Beberapa hari setelah pertemuan tamu dari Kerajaan lain itu, sang Raja pun menanyakan tanggapan dari Janey terkait pernikahannya yang akan di laksanakan tiga bulan yang akan datang. “Ya! aku tak masalah dengan siapa pun baginda,” ujar Janey dengan wajah datar.
Sang Baginda terkejut, ia tak menyangka akan tanggapan Janey yang hanya datar. Sang Baginda kembali menanyakan pernikahannya. “Bagaimana dengan pria yang kau sukai? Apa ada pria yang ingin kau ajukan sebagai kandidat padaku?” tanya Baginda kembali dengan penasaran. Tetapi jawaban Janey pun, membuat beliau tak menduga. Wanita cantik yang berwajah persis seperti ibunya itu hanya menggeleng. Tak ada ekspresi dari wajahnya yang terlihat khawatir, sedih atau pun tak terima.
Tanpa bertanya lagi, sang Baginda pun mulai memberikan titah pada penasihat kerajaan, agar segera mempersiapkan pernikahan Janey. Setelah pembicaraan yang tak ada basa-basinya itu, bahkan mereka hanya berbicara selama sepuluh menit. Akhirnya Janey kembali ke kamarnya dan melakukan kegiatan seperti biasanya yaitu belajar, dan membaca buku.
Satu minggu berlalu, semua orang membicarakan soal petnikahan Janey yang akan berlangsung lebih cepat yaitu satu bulan lagi. Karena memang kerajaan seberang ingin pernikahan itu dilangsungkan secepat-cepatnya. Janey harus melewati beberapa acara besar untuk pernikahannya itu. Seperti pertemuan dia keluarga, lalu ritual yang dilakukan seorang Saintess pada Janey agar semuanya berjalan lancar.
Tak terasa, dua minggu lagi Janey akan menikah, dan menyandang gelar nyonya dari bangsawan seberang, Grand Duke Troven. Seorang pria yang melepaskan gelar putra mahkotanya karena rumornya yang begitu mengerikan. Lebih tepatnya, Zeon Troven menebas leher pamannya sendiri. Karena surat -surat yang datang untuk meminang Janey kebanyakan dari bangsawan yang tingkatannya lebih rendah dari Janey, serta rumor yang telah terlanjur terdengar ke seluruh penjuru kerajaan, bahwa ia adalah seorang putri dari pelayan.
Jadi mau tak mau, sang baginda harus memilih kandidat yang bisa menguatkan reputasi serta membuat keberadaannya tak di anggap remeh. Setidaknya Janey akan menjadi bangsawan seutuhnya begitu pikir sang raja. Saat ini, Janey sedang menatap kalung peninggalan dari sang ibunda tercinta. Sesekali, Janey melihat kamar sang ibu juga berjalan-jalan di taman serta melihat bunga yang ditanam sang mendiang ibunda suka, bahkan sang baginda khusus membuatkan rumah kaca dengan taman bunga mawar yang disukainya.