Jam menunjukkan, pukul tiga lewat sepuluh menit. Telah sepuluh menit lamanya Jane berada di toilet. Memang sedari tadi keinginannya untuk buang air kecil telah selesai. Namun, ia begitu penasaran dengan percakapan beberapa wanita diluar pintu biliknya itu. Sesekali Jane mengintip dari celah pintu bilik toiletnya, untuk melihat keadaan diluar sana.
Ternyata yang membicarakannya itu, tiga orang wanita yang Jane kenali. Ia ingat bahwa beberapa wanita itu, pernah ditemuinya di perusahaan Zentoine. Terdengar kembali percakapan mereka yang suaranya lumayan nyaring. Hingga bisa terdengar ke seluruh ruangan di toilet itu. Mereka membicarakan Jane, tepat di depan wastafel sambil entah menata wajah mereka yang sama pas-pasannya dengan dirinya.
“Mereka pikir bahwa mereka juga cantik? Astaga! Terkadang orang merasa dirinya lebih baik, padahal pujian cantik dari laki-laki itu hanya bualan!” kesal Jane dalam hatinya. Kembali, Jane mendengarkan ocehan orang-orang yang akan ia tandai, jika bertemu di perusahaan nanti.
“Hmm, benar! Siapa sih dia? Wajahnya tak cantik, lalu tubuhnya pun tak indah seperti kekasihnya yang seorang model itu! Pasti hanya satu! Yaitu... dia telah menaklukkan pak Jemy di ranjang, dengan kemampuannya menggodanya yang lihai!” ucap salah seorang wanita yang lainnya lagi.
“Hahaha... sungguh menjijikkan! Dia terlihat polos dan bijaksana. Dibalik itu semua, ternyata dia lebih munafik, dari pada seorang wanita nakal yang selalu keluyuran di bar!” jawab wanita lainnya.
Mendengar ucapan dari para wanita di luar sana, lama kelamaan Jane tak bisa lagi membendung rasa kesalnya. Wajahnya memerah, dengan sedari tadi mengepalkan tangan kanannya. Seketika itu Jean berdiri dari toilet duduknya dan segera membuka bilik pintu yang ada di depannya. Sontak ketiga wanita yang sedang berdiri di depan kaca wastafel pun terkejut. Jane berjalan keluar dari dalam bilik itu dengan wajah tenang, seolah tak terjadi apa pun. Ia tersenyum kecil menatap kearah para wanita yang sedang menatap karahnya, dengan wajah mereka yang terkejut.
“Ck! Sayang sekali... wanita cantik yang seorang model itu, tak bisa menikah dengan pak Jemy!” gumam Jane dengan masih mencuci tangan di atas wastafel.
“Bahkan setelah hari ini, tunanganku akan semakin membenci orang-orang yang memperlakukanku tak baik!?,” ancam Jane dengan melirik kearah ketiga wanita itu dan berbalik pergi. Lirikan mata Jean dengan pulasan senyum sudutnya, membuat ketiga wanita itu bergidik ketakutan.
Puas dengan mengerjai ketiga wanita itu, Jane berjalan menuju lobi hotel di mana semua orang menunggunya. Sesampainya di lobi hanya ada sang ibu mertua dan ayah mertuanya Jane. Mereka tersenyum ke arah Jane. Ia tak melihat pria dingin yang wajahnya saja membuat kesal dirinya, tak lain adalah Jemy.
“Kemana pria b******k itu? Setelah insiden tadi, dia tak meminta maaf padaku karena tamparan dari pacar simpannya!” batin Jane kesal sepanjang perjalanan menuju ke tempat di mana kedua orang tua Jemy berada.
“Jemy pergi untuk meeting... padahal momy berkata bahwa ia harus meluangkan waktu satu hari ini saja untuk pesta!” ujang sang ibu mertua dengan wajahnya bersedih.
Jane tersenyum kecil. Sambil mengangguk ia berkata, “ Tak apa tante. Aku sudah tahu, dengan semua hal mengenainya! Hmm, bagaimana jika sekarang lebih baik tante dan paman istirahat saja!?” ungkap Jane yang berusaha membuat sang calon ibu mertuanya itu untuk tidak khawatir.
“Astaga! Momy sudah bilang, jangan panggil tante! Panggil momy! Kau kan sebentar lagi akan menjadi bagian dari keluarga Zentoine!” ujar sang ibu mertua dengan menggenggam tangan Jane.
Jane tersenyum kecil dan mengangguk. Akhirnya mereka bertiga termasuk sang calon ayah mertua pun pergi dari hotel menuju ke rumah keluarga Zentoine dengan menggunakan mobil yang telah tiba sedari, tepat di pintuasuk hotel.
Sepanjang perjalanan, sang ibu mertua bercerita mengenai Jemy ketika masih kecil. Sesekali Jane dan sang ibu mertua tertawa saat menceritakan Jemy. Hingga, perjalanan mereka pun sampai di tempat tujuan. Jane dibuat terkesima dengan pintu pagar yang menjulang tinggi diantara rumah lainnya.
Lebih tepatnya, sebuah benteng besar yang menutupi rumah itu. Hanya pintu pagarnya saja yang terbuat dari baja besi. Bahkan menurut Jane, terlihat seperti pengawasan dalam lingkungan penjara. Saat pintu gerbang itu otomatis terbuka, karena di lengkapi CCTV di setiap sudutnya.
Setelah masuk ke dalam gerbang tinggi, yang terlihat hanyalah pepohonan rindang. Sejauh mata memandang, banyak sekali jenis pohon yang di tanam disana. Jane yang duduk di mobil mewah milik ayahnya Jemy itu, terlihat penasaran dengan keadaan sekitarnya. Karena yang ia pikirkan bahwa, kini dirinya berasa di sebuah taman yang begitu luas. Tak ada tanda bangunan yang di sebut rumah. Jane berpikir bahwa lingkungan rumah Jemy begitu luas lebih luas dari lapangan sepak bola berstandar internasional.
“Apa mereka tidak tinggal di sebuah rumah? Masa, mereka tinggal di sebuah taman? Kan tidak mungkin!” batin Jane dengan masih asyik melihat ke arah luar jendela mobil.
Setelah pepohonan tadi, terlihat beberapa jenis bunga yang bermekaran. Jane mengetahui jenis dari beberapa bunga, yang dilihatnya itu. Sekitar lima belas menit dari pintu gerbang tinggi tadi akhirnya mobil mewah itu tiba di depan sebuah rumah mewah bak istana. Hanya arsitektur bangunannya begitu unik. Berbeda seperti wujud istana. Ini lebih seperti rumah masa depan.
Jane pun melihat air mancur dengan wadah bebatuan yang berharga. “Wah, bagimana bisa ini tak di curi! Astaga, aku baru sadar... jika yang di ucapkan ketiga wanita tadi benar! Apa aku terlihat seperti wanita serakah yang memang berhasil merayu seorang Sultan? Pantas saja mereka berpikir begitu,” pikir Jane yang terkesima melihat batu-batu mulia yang tertempel di setiap dinding wadah dari air mancurnya.
Seketika itu, Jane terkejut dengan tepukan pada punggungnya. Ia tak dapat menyembunyikan rasa kagum pada lingkungan sekitarnya. Wajahnya terlihat malu dan canggung, akhirnya ia dan kedua calon mertuanya itu pun masuk kedalam rumah. Dan lagi-lagi semua hal yang ada di sekitarnya membuatnya tertegun. Rasanya ia berada di dunia lain. Lebih tepatnya semua kecanggihan yang ada di rumah itu membuatnya tercengang.
Seperti, pintu rumah yang berukuran tinggi besar dengan teknologi yang bisa terbuka sendirinya. Lalu, hanya dengan menjentikkan jari seorang pelayanan tiba-tiba datang entah dari mana, dan membawakan beberapa minuman. Dan beberapa pelayan yang lain memberikan penyambutan yang sederhana untuk dirinya.
Yang membuat Jane heran adalah, lift yang bisa pergi ke semua tempat. Tak hanya naik keatas atau turun ke bawah, tapi bisa ke pinggir kiri dan kanan.
“Ini sangat menakjubkan! Apa ada hal yang ku tak tahu lagi di rumah berteknologi canggih ini?” pikir Jane dengan menoleh ke kiri dan kanan tanpa menghiraukan kedua calon mertuanya, yang sedari tadi memanggil dirinya.