Cari Kesempatan

1004 Words
"Selalu ada kesempatan di setiap pertemuan yang tidak sengaja." ****     Zya memanggil Hafidz setelah selesai mengisi kajian seperti biasa. Banyak anak-anak yang mulai berbisik-bisik tentangnya. Tapi, Zya tidak peduli yang penting dia bisa mengenal Hafidz.  "Kak Hafidz," panggil Zya.   "Iya, Zya?" jawab Hafidz sambil memasukkan buku-bukunya ke dalam tas. Beberapa orang dalam aula sudah mulai ke luar dari sana tapi Zya malah menghampiri Hafidz ke depan. Dia bahkan tidak malu dilihat banyak orang di sana.    "Kak Hafidz boleh aku nanya-nanya tentang hijrah gitu enggak, Kak? Aku mulai tertarik nih buat belajar sama Kakak," ucap Zya antusias membuat Hafidz heran.   "Kamu bisa datang ke kajian Saya atau teman Saya kok setiap Hari. Pasti saya akan berikan motivasi untuk lebih giat dalam berhijrah."   "Kalau cuma berdua doang enggak boleh gitu, Kak? Soalnya kalau rame-rame aku rada enggak fokus kalau ramai-ramai."   "Maaf, Zya enggak bisa. Kalau kamu mau Saya bisa carikan teman Saya yang perempuan."   "Tapi, kalau sama temen Kakak, aku enggak kenal jadi canggung gitu."   "Belajar, Zya. Oh iya saya Masih ada urusan, Saya pamit dulu deh ya. Assalamualaikum." Hafidz pamit meninggalkan Zya.   "Waalaikumsalam." Melihat kepergian Hafidz membuat Zya mengerucutkan bibirnya. Susah sekali dekat dengan dia. Padahal keliatannya ramah, mudah membaur kenapa sama Zya malah cuek.    Zya dengan lesu memutuskan untuk pulang ke rumah. Banyak bisikan-bisikan tentang dirinya. Menilai Zya wanita tidak tahu malu, kecentilan dan Masih banyak lagi ucapan-ucapan sindiran lainnya. Tapi, Zya tidak peduli dari awal melihat Hafidz dia merasa ada sesuatu yang berbeda dalam dirinya. .....    Hafidz sampai di rumahnya. Sampai di rumah sudah ada Umi dan Abinya yang menunggu di meja makan.    "Abang telat lagi pulangnya, kan udah dibilang kalau pulang tepat waktu dong," oceh uminya kepada Hafidz.   "Maaf umi, tapi tadi ada perempuan yang ngajak ngobrol Hafidz."   "Tumben ada perempuan yang deketin kamu terus kamu sautin. Mimpi apa kamu," ucap Uminya tidak percaya anaknya biasanya dingin kepada perempuan kenapa mendadak mau berbicara dengan perempuan.   "Dia cuma nanya masalah mau hijrah, Mi. Yaudah Abang sautin eh dia malah maunya sama abang yaudah Abang pamit pulang aja. Keliatan dia modusnya."    "Ahahaha ... Tuh cewe belom tau ae abang yang aslinya kalau tahu pasti nyesel modus ke abang," saut Adiknya perempuannya sambil tertawa.   "Apaan sih kamu dek."   "Ih bener tahu."   "Enggak usah dengerin adek umi. Adek kan suka banget ngeledekin abang."   "Lagian umur kamu juga udah cukup kok buat deket sama perempuan. Tapi, langsung taaruf aja, bang. Umi juga udah pengen cucu kok," jawab Uminya lagi.   "Umi abang Masih pengen kuliah lagian abang juga belum kerja."   "Abang kan tinggal nerusin usaha tembikar abi,bang," saut Adiknya lagi.   "Walaupun tinggal nerusin abang juga pengen usaha dari bawah, dek bukan hanya menikmati hasil dari orang tua. Abang kelak kan juga akan jadi orang tua. Abang pengen nyontohin juga buat anak abang nanti kayak abi."    "Hilih ... hilih ... Abi pasti abang lagi caper sama Abi makanya jawabnya gitu."   "Kamu ini, dek seudzon mulu sama abang."   "Ye emang bener wlek..." Hanifa sedari tadi hanya meledek Kakak satu-satunya Itu. Tapi, Hafidz tidak pernah marah.   "Udah-udah ayo kita makan dulu habis Itu baru ngobrol lagi. Kalian ini selalu Aja berdebat kalau ketemu kalau yang satu udah pergi sibuk deh nanyain terus," ucap Abinya menengahi perdebatan ringan mereka berdua.   "Abang yang sering nyariin kok, Bi. Aku mau engga. Terus ya bi Aku setiap ngobrol sama cowo aja terus ketauan abang pasti langsung diseret dibawa pulang," ucap Hanifa mengadu ke Abinya lagi.   "Emang enggak boleh deket-deket yang bukan mahrom yakan abi."   "Ya tapi kan aku cuma ngobrol abang. Enggak ngapa-ngapain."   "Ya tetep aja enggak boleh kalau enggak penting."    "Astaga abang Itu Kita ngobrol masalah rapat osis loh masa abang Kira Kita ngapa-ngapain sih."   "Udah-udah ayo sekarang Kita makan kalau dilanjut terus enggak akan selesai," ucap Abinya lagi. Mereka pun akhirnya menurut dan mulai makan dalam keheningan. .....    Di rumah Zya sedang memikirkan Hafidz laki-laki Itu sedang apa ya di rumahnya. Jadi, pengen minta nomor teleponnya biar bisa nanya-nanya.    "Duh kenapa kepikiran mulu sih," ucap Zya pada dirinya sendiri.    Jam sudah menunjukkan pukul 12 malam tapi, Zya tidak juga terlelap dalam tidur. Dia memutuskan untuk mengambil air minum di dapur.      "Cris kamu belum tidur?" panggil seseorang dari belakang membuat Zya terkejut dan menoleh ke belakang badannya.   "Ayah juga kok belum tidur?" tanya Zya gantian. Di rumah Zya memang di panggil Cris. Dia mengganti sebutan Zya agar Hafidz tidak tahu bahwa dia berasal dari non muslim.   "Kamu ini kebiasaan kalau Ayah tanya malah balik tanya."   "Hehehe ... Iya Ayah aku haus makanya aku turun mau minum."   "Yaudah sana tidur lagi besok Kita ke gereja nanti kamu kesiangan Kita tinggal," ucap Ayah Zya. Zya mengangguk lantas meletakkan gelasnya di westafel karena sudah tidak digunakan lagi. Kemudian dia beranjak ke kamarnya.    Dia Masih belum bisa tidur.  Zya memikirkan bagaimana nanti kalau Hafidz tahu agamanya sebagai nonmuslim Apakah Hafidz tidak mau lagi mengenalnya. Eh, tapi memang mereka belum berkenalan dekat hanya sekilas-sekilas saja itupun Hafidz selalu menghindar dan buru-buru pergi darinya.     Tapi, Zya tidak mau menyerah dia akan tetap mendekati Hafidz tidak apa kalau saat ini mereka hanya bisa menjadi teman, siapa tahu dari teman bisa jadi pasangan bukan.   Dengan percaya dirinya Zya memikirkan hal Itu. Padahal, dia tidak tahu semakin besar harapan makan akhirnya hanya kekecewaan yang dia dapat.    Apalagi perbedaan agama yang mereka anut. Bisa saja setelah Hafidz mengetahui agama, Zya sebagai non muslim malah menjauh. Tidak ... tidak  Zya harus membuang fikiran Itu dari dirinya. Dia harus bisa membuat Hafidz jatuh hati dengannya. .....     Mencintai perbedaan agama bukanlah kisah cinta yang mudah. Kata orang Kita akan dihadapkan dengan dua pilihan, memilih orang yang kita cintai dengan tetap meninggalkan agama yang kita anut atau mempertahankan agama yang kita anut dengan konsekuensi kehilangan orang yang kita sayang. Semua beresiko tapi salah langkah sedikit pasti akan membuat semuanya berantakan.     Mencintai memang tidak salah tapi ketika sudah meninggalkan Tuhan kepercayaannya maka Cinta tersebut bukanlah Cinta yang benar melainkan hanya nafsu yang akhirnya dapat membuat orang terjerumus dan hanya berakhir kecewa karena telah mencintai hambanya melebihi cinta kepada Tuhannya. .....  Tbc ... Jangan lupa vote and commenya... See u
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD