1. Tujuh ratus juta rupiah

1135 Words
Salsa pricilla alias Aca, tengah duduk dengan penuh rasa khawatir. Sudah empat puluh lima menit ia menunggu tak ada satupun orang yang memasuki ruangan yang didominasi oleh warna hitam dan putih itu. Dia sendiri, menunggu tanpa ada rasa pasti. Kemarin sore Aca kembali mendapat telpon dari orang asing karena ulah Kasandra--mamanya. Gadis yang berumur dua puluh satu tahun itu tak habis pikir dengan mamanya sendiri. Kenapa orang tuanya itu selalu saja mengakibatkan masalah dalam hidupnya. Aca mengalihkan perhatiannya pada pintu ruangan yang terbuka. Mempersembahkan seorang pria dengan setelan jas kebanggaannya. Kaki pria itu jenjang, bahunya yang luas sangat cocok untuk bersandar, dan jangan lupakan dadanya yang bidang. "Dibalik jas itu ada roti sobek nggak sihhhh? Aarrgggghhh! Bisa gila gue liat cogan begini!" Ehem! Pria itu berdehem mengakhiri lamunan liar milik Aca. "Astaga Aca! Jorok banget pikiran lo! Fokus Ca! Lo kesini bukan buat liat cogan!" Ucap Aca dalam hati berusaha membuang jauh-jauh pikiran kotor miliknya. "Jadi anda Salsa Pricilla? Saya Aldo Althazka." Ujar pria bernama Aldo itu menjulurkan tangannya pada Aca, membuat gadis yang tengah duduk itu berdiri dan membalas jabatan tangannya. "Panggil Aca aja, om." JEDERRR!!! Aldo Althazka, pria yang tengah berjabat tangan dengan Aca itu bak tersambar petir di siang bolong. Pria itu melongo tak percaya. Dia tak salah dengarkan? O-om? Gadis didepannya memanggil dirinya dengan sebutan om?! Yang benar saja! "Ka-kamu panggil saya apa?" Tanya Aldo memastikan bahwa ia tak salah dengar sesaat setelah melepaskan tangannya yang masih dipegang oleh Aca. "Hah? Maksud om Aldo apa?" Tanya Aca tak mengerti. "Lupakan. Silahkan duduk." Kedua insan itu duduk di tempatnya masing-masing. Senyap, tak ada satupun yang berbicara. "Om, sesuai sama yang sekretaris om bilang kemaren. Mama saya beneran bawa kabur uang om?" Agak sedikit takut sebenar nya. Namun Aca tetap memberanikan diri untuk memulai percakapan. Aldo melonggarkan dasinya, entah kenapa ia merasa kesal setiap kali sebutan 'om' itu ditujukan pada dirinya. "Baca." Aca melirik pada sebuah map yang di lempar oleh Aldo ke atas meja. Tak tahu entah sejak kapan map itu berada di tangannya. "Mama kamu bawa kabur uang saya tujuh ratus juta rupiah." Ujar Aldo saat melihat Aca mulai membuka map yang merupakan kontrak itu. Aca pun memutar bola matanya malas. Bukankah barusan Aldo menyuruhnya membaca kontrak tersebut, tapi mulutnya malah mengajak Aca bicara. "Tadi suruh baca, sekarang ngajak ngomong. Plin-plan nih om-om!" Omel Aca di dalam hatinya. Gadis itu meletakkan kembali map itu di atas meja, memilih untuk mendengarkan penjelasan Aldo. "Saya nggak tahu, karyawan saya yang bodoh, atau mama kamu yang terlalu pintar hingga bisa menipu bawahan saya dan membawa kabur uang perusahaan." Tengkuk Aca tiba-tiba terasa dingin. Apa-apaan aura intimidasi yang pria itu keluarkan?! Aca bahkan tak sanggup untuk sekedar bertatap mata dengan Aldo saat ini. PROK! PROK! PROK! Aldo bertepuk tangan sebanyak tiga kali, membuat Aca terlonjak kaget. "Sekarang mama kamu bak hilang tertelan bumi. Mungkin dia sudah pergi keluar negri dengan uang itu. Jadi, apa tanggung jawab kamu sebagai anaknya?" Ujar Aldo metap Aca dengan bersidekap d**a. "Gi-gini om, yang nipukan mama saya." Ujar Aca takut-takut memberi jeda sejenak sebelum melanjutkan ucapannya. "Yang bawa kabur uang om juga mama, kenapa saya yang tanggung jawab om? Sekedar informasi aja, saya udah setengah tahun putus kontak dengan mama saya. Jadi, apa yang mama lakuin nggak ada hubungannya dengan saya." Aldo menganggukkan kepalanya, melirik jam tangannya sebentar dan kembali menatap Aca yang memainkan ujung bajunya. "Sekedar informasi juga, saya tidak pernah percaya pada siapapun. Setiap karyawan yang bekerja dibawah naungan saya, selalu menandatangani kontrak tentang siapa yang akan bertanggung jawab atas sesuatu jika karyawan saya tiba-tiba bertindak curang seperti mama kamu." Aca dibuat tak mengerti dan sedikit pusing karena perkataan yang keluar dari mulut Aldo tak ada hubungannya dengan permasalahan yang meraka bahas. Ini tentang Kasandra--mama Aca yang membawa kabur uang perusahaan. Tak ada sangkut pautnya dengan Aldo yang tak percaya pada orang lain. Aca Bingung. "Lihat halaman empat pada kontrak tersebut. Ada nama, tanda tangan, dan cap jari kamu yang menyetujui jika sesuatu yang tidak diinginkan terjadi, maka kamulah sebagai pihak ketiga yang bertanggung jawab." Aca dengan tergesa-gesa membuka halaman demi halaman pada kontrak beberapa menit yang lalu ia letakkan diatas meja. Shit! Benar saja apa yang dikatakan Aldo. Bahasa dikontrak itu sedikit rumit. Tapi Aca mengerti jika dia memang harus bertanggung jawab atas perbuatan mamanya. Aca heran, mungkin tanda tangannya bisa ditiru oleh Kasandra, tapi sidik jari? Kapan wanita itu melakukannya?! "Saya tidak ingat pernah menandatangani kontrak ini. Sepertinya mama saya meniru tanda tangan saya." Ujar Aca berusa terlihat tenang sedikit melempar kontrak itu ke atas meja. "Saya tidak peduli. Jika kamu ingin menuntut orang tua mu atas tuduhan pemalsuan tanda tangan, silahkan saja. Yang pasti selain tanda tangan ada sidik jari kamu disana. Perlu saya buktikan jika itu benar milik kamu?" Aca memijit puncak hidungnya. Bagaimana ini? Hanya jalan buntu yang ditemukan Aca. Bagaimana ia bisa mendapatkan uang yang tidak sedikit itu?! Uang kosnya saja menunggak! "Saya tau kamu tidak punya cukup uang untuk ganti rugi. Kamu boleh menggantinya dengan hal lain." Ujar Aldo dengan senyum penuh kemenangan. "Ha-hal lain maksud om?" "Menikah dengan saya." Hening. Senyap. Tak ada satupun suara yang terdengar. Puufftt!!! HAHAHAHAH Tawa gadis itu menggelegar keseluruh ruangan. Lucu sekali om-om ini, pikir Aca. Saking lucunya membuat cairan bening keluar dari mata gadis itu. Perkataan Aldo menjadi hiburan dihari senin nya yang buruk. "Nikah? Yang bener om? Duh astaga lawak bener ni om-om! Udah om, bilang kameranya dimana? Om ngeprankkan?" Berbeda dengan Aca yang tertawa girang, Aldo malah metapnya kesal. Apa ada yang lucu dari ucapannya? Sampai-sampai membuat gadis itu tertawa tanpa hentinya. "Saya serius." Suara berat Aldo seketika menghentikan tawa Aca. Pria itu serius katanya? Apa diri Aca hanya laku dijual dengan harga tujuh ratus juta? Apa hanya segitu harganya? "Jangan bilang om ngajak saya nikah karena berita yang bilang om gay itu?" Tebak Aca yang tepat sasaran. Meskipun bukan orang terkaya seindonesia, tak ada satupun orang yang tidak kenal dengan pemilik Althazka Farma itu. Sebuah perusahaan besar farmasi yang mendistribusikan obat-obatan hingga ke pelosok negri. Akhir-akhir ini banyak tangan wartawan yang nakal menuliskan artikel tentang dirinya yang gay. Berita tidak benar itu berhasil membuat saham perusahaannya turun drastis. Banyak pihak yang memutuskan kerja sama dengan alasan tidak jelas. Mau bagaimana lagi, indonesia bukanlah negara yang mentoleran pribadi yang berhubungan dengan bendera pelangi itu. Sudah banyak cara dilakukan Aldo untuk menampik berita itu. Namun usahnya sia-sia. Hanya menikah, hanya dengan cara itu berita tentang dirinya gay bisa hilang. Sebenarnya, kerugian perusahaan karena uang yang dibawa kabur Kasandra bisa ditutupi dengan uang pribadi Aldo. Tapi karugian yang disebabkan karena berita hoax itu sangat besar dampaknya pada perusahaan. Aldo butuh istri, dan dengan kebetulan Aca masuk ke dalam lingkaran kehidupanya yang sedikit rumit ini. "Pilihan kamu cuma dua Aca. Bawa uang tujuh ratus juta itu besok juga, atau menikah dengan saya." ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD