Part 2. "Danger"

1535 Words
"Sudah sore banget nih, gak pada nginap saja?" tanya Cathabell pada ketiga sahabatnya yang saat ini sudah berkumpul di kamarnya. Kamar Cathabell sangatlah luas, jika sahabatnya tinggal di rumahnya maka tidak akan menjadi hal yanh menyusahkan untuk Cathabell. Dirinya hanya perlu turun mengambil kasur lipat, kemudian membawanya ke kamarnya untuk sahabat-sahabatnya tidur. "Boleh nih, kalo gitu aku telephone orang tuaku dulu ya mau minta ijin," ucap Calista yang kemudian mengeluarkan ponsel dari sakunya. "Aku juga deh," ucap Hera dan Kay. ===== "Hem semuanya, aku sudah di kasih ijin nih, kalian berdua gimana?" tanya Calista pada Hera dan Kay yang tampaknya baru saja menyelesaikan acara teleponan mereka. "Kita juga sudah kok," ujar Hera dan Kay sembari mengacungkan jempol mereka. "Cathabell, ajak temen-temenmu makan sini. Ibu sudah masakin makanan!" panggil Ibu Cathabell dengan nada yang sedikit berteriak. "Iya Bu!" balas Cathabell berteriak. Jarak antara kamar Cathabell dengan ruang makan dimana Ibunya berada saat ini berbeda satu lantai, oleh karena itu mereka harus sedikit berteriak jika ingin berbicara. "Makan yuk!" ajak Cathabell sembari bangkit berdiri dan membuka pintu kamarnya, "Sekaligus nanti kalian angkat kasur masing-masing.! "Oke!" balas mereka bertiga kecuali Cathabell. "Duh lapernya," ucap Calista sebelum akhirnya turun bersama Hera, Cathabell, dan Kay menuju ke arah ruang makan. ===== "Terima Kasih Bibi atas makanannya!" "Iya sama-sama. Gimana rasanya enak?" tanya Ibu Cathabell sambil tersenyum ramah. "Enak banget Bibi," jawab Calista cepat. "Hahaha iya,Bibi senang kalian suka masakan Bibi," ujar Ibu Cathabell sembari terkekeh pelan saat mendengar respon cepat Calista.. Mereka pun terus berbincang hingga larut malam, Ibu Cathabell banyak sekali menceritakan masa lalu Cathabell yang membuat gadis tersebut malu sendiri dengan tingkah lakunya saat anak-anak. Setelah berselang tiga puluh menit. Cathabell membantu Ibunya mencuci piring, sedangkan Calista, Hera, dan Kay mengangkut kasur lipat mereka naik ke kamar Cathabell. Hera meletakkan kasurnya di dekat jendela kamar Cathabell, sedangkan kasur lipat Calista tak berjarak jauh dari kasur Hera, dan kasur Kay terletak di sudut kamar Cathabell. ===== 19:00 PM Keempat gadis tersebut kembali ke kamar Cathabell setelah selesai berbincang dan membantu Ibu Cathabell mencuci piring. Dan saat kembali ke kamar Cathabell. Mereka berempat berkumpul untuk membahas sesuatu. "Eh tadi kalian tau aku ketemu apa pas lagi tersesat," tanya Kay dengan sedikit berbisik. "Kagak, kita gak tau lagian juga kan kau belum cerita ke kita," balas Hera. Kay tertawa kecil, "Iya juga sih, ya sudah biar aku kasih tau ke kalian ya." "Tadi itu kita di ikutin sama dua orang asing, mereka menggunakan jubah berwarna hitam, dan terus memperhatikan gerak-gerik yang kita lakukan," bisik Kay. "Masa sih, aku jadi merinding nih," ucap Hera kemudian mulai mendempeti Calista yang duduk di sebelah kanannya. "Jangan cerita gituan! Kalian ‘kan tahu aku lemah soal yang beginian," lanjut Hera mengeluh, karena dapat diakui kalau Hera itu merupakan yang paling penakut diantara mereka berempat. "Tapi ini nyata, lagian itu manusia kok," balas Kay. "Sst... Jangan berisik." Calista meletakan jari telunjuknya di depan bibir, dan menatap cemas ke arah teman-temannya. "Dari tadi ada dua orang yang perhatiin kita, dan aku tau mereka ada di mana saat ini," lanjut Calista. Hera sekarang berhenti mendempeti Calista, dia beralih menuju Cathabell yang duduk di sebelah kirinya. "Kalian kok bikin orang takut sih!" keluhnya dengan suara kencang. Cathabell yang berada di dekatnya segera membekap mulut Hera. "Jangan berisik Hera! Sebaiknya sekarang kelakuan kita biasa-biasa saja," saran Cathabell. 21:00 PM "Seharusnya dia sudah gak perhatiin kita lagi deh," ucap Calista. Hera membuang nafas lega. Kay terkekeh kecil melihat seberapa takutnya Hera daritadi. Bahkan, gadis tersebut menjadi seperti batu, yang hampir tidak bergerak sedikitpun. "Kita tidur aja yuk," ajak Cathabell 03:00 AM "Tuan, apa sekarang saya boleh melaksanakannya?" tanya si pelayan, "Iya, laksanakan sekarang. Aku sudah sangat penasaran, apa kira-kira kekuatan langka mereka sebenarnya," ucap pria bermanik mata merah. "Baik Tuan!" Si pelayan pergi meninggalkan tuannya, dia melompat dari pohon menuju ke atap rumah Cathabell. Dengan langkah mengendap pria tersebut masuk melalui jendela kamar Cathabell. Dia berjalan ke arah Hera yang tidur sangat dekat dengan jendela, lalu menjadikannya sebagai bahan sanderanya. "Argh! Tolong... Teman-teman!" teriak Hera. Dia cukup terkejut, dan ingin menggunakan kekuatannya. Namun, siapa sangka bahwa pelayan tersebut akan menggunakan obat bius pada kain yang digunakan untuk membekap mulut Hera, sehingga membuat tubuh Hera susah untuk bergerak. Calista yang kasurnya terletak sangat dekat dengan Hera, langsung terbangun dan mengusap matanya ketika mendengar jerit ketakutan Hera, dan betapa terkejutnya dirinya saat melihat sahabatnya telah disandera oleh seorang tak dikenal. "Siapa kau?" tanya Calista. "Apa?" Cathabell terbangun saat mendengar suara ricuh dari kamarnya, Kay pun tak lama ikut terbangun, ekspresi mereka berdua sama dengan Calista, terkaget. "Mau kau apakan teman kami Hera, kita gak pernah punya masalah sedikit pun sama kau," ujar Cathabell tegas. "Saya tidak akan mengembalikan teman mu ini sebelum kalian menunjukan kekuatan kalian yang sebenarnya," tegas pria itu, "Apa maksud perkataanmu? Bagaimana kau bisa tau?" tanya Kay yang terkaget, karena pria misterius tersebut tahu rahasia mereka. "Kalian tak perlu tau aku dapat informasi tersebut dari mana," jawab pria tersebut dengan tegas. "Ya sudah. Karena kau sudah tahu, apa boleh buat" ucap Kay, tangannya mengepal lalu menoleh ke arah Cathabell. "AYO!" Teriak Cathabell. Cathabell, Kay, Calista melompat dari jendela kamar Cathabell dan berlari melewati rimbun pepohonan. Mereka memancing pria tersebut menuju arah hutan agar tidak merusak pemukiman sekitar. Lagipula mana mungkin mereka membiarkan rumah Cathabell hancur hanya karena sebuah pertarungan. "Ayo kita bungkam mulut dia!" Calista berlari sangat kencang dan menemukan spot yang cocok untuk di gunakan untuk bertarung. Gadis tersebut memberikan tanda kepada teman-temannya untuk berhenti di tempat tersebut. Setelah sampai, Kay segera melaksanakan serangan pertamanya. Tangan kanannya terangkat ke arah langit. 'Ctarr Suara petir menggelegar sangat kencang. Satu persatu tiang petir turun menyambar dan mengelilingi pria misterius tadi. "Ayo Calista cepat!" teriak Kay. Calista menoleh, dan membentuk tanda 'oke' menggunakan jari tangannya. Gadis bersurai putih Indah tersebut mengaitkan kedua tangannya yang kemudian diarahkan oleh gadis itu ke langit. 'Whooshh Awan terbelah menjadi dua, dan menjatuhkan ribuan jarum Es yang dapat melukai tubuh seseorang hanya dalam sekali sentuh. "Apa kalian tidak lihat kalau teman kalian bersama dengan ku?" ucap pria misterius tersebut. Calista menjentikkan jarinya, dan dalam sekejap tubuh Hera terselimuti pelindung es. Namun, belum sampai jarum tersebut menghunus kulit pria misterius itu, sebuah suara tepukan tangan menginterupsi mereka. Cathabell, Calista, Kay sontak dikejutkan oleh suara tepuk tangan itu. Mereka menoleh ke arah sumber suara dan melihat seorang pria keluar dari balik pohon besar. "Luar biasa. Hebat sekali. Aku sungguh tertarik dengan kekuatan kalian," ucap pria tersebut sembari menggenggam sebuah kamera yang masih menyala. "Apa maksudmu?" tanya Cathabell. "Setidaknya aku sekarang memiliki bukti untuk menjadi alasan kenapa kalian harus masuk sekolah EHS," ujar pria tersebut dengan senyum menyeramkan terpampang di wajahnya. "Bicara apa kau, tidak akan ada satu orang pun dari kami berempat yang akan memasuki sekolah aneh itu!" bentak Calista. "Aneh sekali biasanya murid akan bertarung hanya untuk memasuki sekolah itu tapi kenapa kalian kebalikannya, apa alasannya?" ucap pria tersebut terheran-heran. Kay memejamkan matanya. "Alasan pertama, karena sekolah itu mau membukakan pintu untuk Harta. Kedua, karena sistem pangkat dan peringkat. Dua hal itu saja sudah cukup membuat kami membenci sekolah itu." "Jadi seperti itu ya..." Pria tersebut mengusap dagunya sambil berpikir. "Alasan mu ada benarnya sih, tetapi mau bagaimanapun alasannya kalian harus tetap berada di Sekolah EHS karena di situlah tempat kalian, bukan disini," jelas pria itu memaksa "Bagaimana jika kami menolak!" tegas Calista. "Maaf tetapi tidak ada penolakan bagi anak berkemampuan langka," balas pria tersebut tak kalah tegas. Ketika Calista akan menolak lagi pria tersebut dengan cepat mengeluarkan angin tornado kecil dari jari telunjuknya. "Jika kau masih menolak tawaran ini maka teman mu akan mati saat ini juga!" tegas pria itu kembali dengan nada mengancam ke arah Calista, Cathabell, dan Kay. Cathabell, Kay, Calista memandang cemas pada Hera yang menjadi sandera mereka. Dengan hela nafas berat yang dikeluarkan Cathabell, gadis tersebut membuat pilihan. "Baiklah kami merimanya! Kami akan masuk ke sekolah itu," ucap Cathabell, "sekarang kembalikan teman kami Hera!" "Oh.. Sabar-sabar jangan marah dulu," ucap pria itu menenangkan Cathabell, lalu memberikan Hera yang tengah pingsan kepada Cathabell. "Akan kuingat perkataanmu itu dan sampai jumpa hari senin," kata pria itu melambaikan tangan. Namun, ia tidak langsung pergi. Pria aneh itu sempat berbalik badan sekejap dan berkata, “Ah, aku lupa mengatakan satu hal.” “Selamat datang di Elemental High School.” ====== Sebuah meja bulat berwarna putih tampak telah dikelilingi oleh banyak pria dan wanita. Mereka semua terlihat sedang memandangi layar monitor yang terpampang di depan meja tersebut. Semua orang tersebut memandang layar tersebut dengan sangat serius, meneliti setiap gerakan yang berada di monitor tersebut. "Wow, itu sungguh-sungguh diluar dugaan kita, mereka berempat bahkan jauh lebih kuat dibandingkan rata-rata orang berkekuatan istimewa," ujar salah satu guru sambil menepukkan tangannya. "Kekuatan es itu seperti monster." "Seperti biasa kau tertarik sama es ya." "Tapi petir itu juga luar biasa! Ini pertama kalinya aku melihat seseorang menggunakan petir sebagai defense, padahal petir sendiri merupakan salah satu elemen langka bertipe offense,” ujar seorang guru wanita dengan perasaan yang menggebu-gebu dan mata berbinar-binar. Seorang pria yang tampaknya merupakan pemimpin dari rapat tersebut mengangkat sudut bibirnya. "Sepertinya keempat anak itu berbakat sekali, aku sungguh penasaran akan seperti apa kekuatan mereka selanjutnya,” ucapnya, "oke, kami guru-guru EHS telah setuju untuk menjadikan mereka murid!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD