Bab 10 - Misi Berhasil

1539 Words
Mobil yang dikendarai Valdino akhirnya sampai di restoran yang ditujunya. Sesuai perkataan rekan Helena tersebut, rumah makan Padang itu baru saja peresmian sehingga banyak para pengunjung yang datang untuk mencicipi cita rasa masakan khas Sumatera Barat tersebut. Tristan dan Helena masuk lebih dulu karena Valdino harus memarkirkan kendaraannya. Mereka menemukan satu meja kosong di paling sudut ruangan karena sebagian besar meja telah terisi oleh tamu yang lain. “Bu Helena, mari duduk di sini.” Tristan menarik sebuah kursi untuk mantan kekasihnya yang telah menjadi atasannya saat ini. Namun, wanita itu sengaja mengabaikannya dan memilih untuk duduk di kursi yang berhadapan langsung dengan kursi yang ditarik Tristan. Pria itu hanya mengedikkan bahunya. Ia segera mengambil tempat di samping Helena sebelum Valdino mendahuluinya nanti. “Pindah ke sebelah sana, Tris,” titah Helena. Telunjuknya mengacung ke arah kursi di depannya. Akan tetapi, Tristan menggunakan cara yang sama dengan berpura-pura tidak mendengarkan ucapannya. “Tris, kamu—” “Ya ampun ternyata seramai ini. Parkiran saja sampai penuh.” Suara celotehan Valdino menyela ucapan Helena. Pria itu mengambil tempat duduk yang berhadapan langsung dengan Helena, lalu memandang Helena dan Tristan secara bergantian. “Ada apa dengan kalian?” tanya Valdino dengan bingung. Tadi ia sempat melihat keduanya sedang berbincang saat ia baru masuk ke dalam rumah makan tersebut. Helena tersenyum tipis untuk menutupi rasa kesalnya terhadap Tristan. “Tidak ada apa-apa. Bagaimana kalau kita memanggil pesanan sekarang?” ucapnya mengalihkan pembicaraan. “Apa kamu ada pesanan khusus, Helena?” tanya Valdino kepada wanita itu. Sebelum Helena menjawabnya, Tristan telah menyela pembicaraan keduanya tanpa malu, “Bagaimana kalau ayam pop? Saya dengar kalau ayam pop adalah makanan kesukaan Bu Helena.” Helena langsung mendelik Tristan dengan tajam. Kening Valdino telah mengerut dan memandang keduanya dengan penuh selidik. “Bagaimana kamu bisa tahu, Jovan?” tanya Valdino dengan bingung. “Meskipun saya masih baru, tapi sebagai seorang asisten Bu Helena, tentu saja saya harus mengumpulkan data tentang kesukaan beliau,” jawab Tristan dengan bangga. Valdino manggut-manggut mendengarkan jawaban Tristan. “Kamu benar. Saya tidak menyangka kalau kamu adalah orang yang sangat bersemangat seperti ini, Jovan,” timpalnya. Masih dengan senyuman yang terukir dengan terpaksa di bibirnya, Helena ikut menimpali, “Tapi, sayangnya kamu harus berusaha lebih keras lagi, Jovan. Sudah lama sekali saya tidak menyukai ayam pop. Mungkin sebaiknya Anda mencari informasi yang lebih akurat.” Tristan tampak canggung dengan jawaban Helena. Padahal ia sangat yakin kesukaan wanita itu tidak akan pernah berubah meskipun sudah berlalu sangat lama. Saat mereka menjalin hubungan dulu, Tristan sering melihat wanita itu selalu memesan ayam pop setiap kali mereka berkunjung ke rumah makan Padang. Helena bisa memakan beberapa potong ayam pop sekaligus saat itu. Tidak mungkin Helena bisa menolak makanan tersebut. Tristan ingin mengklarifikasi kembali tentang menu kesukaan wanita itu. Namun, ia mengurungkan niatnya tersebut. Melihat sorot mata tajam Helena, Tristan sadar jika ucapan wanita itu memiliki maksud terselubung. Dari kalimat yang dilontarkan Helena, tersirat jelas bahwa wanita itu ingin Tristan menyerah terhadapnya dan sengaja menegaskan secara tidak langsung bahwa perasaannya telah lama berubah. Tristan tidak ingin membuat kecurigaan Valdino terhadap dirinya semakin besar dan berdampak merugikan dirinya sendiri. Akhirnya Tristan memilih untuk tidak memperdebatkan lagi masalah tersebut dengan Helena. “Baik, Bu Helena. Kalau begitu saya akan lebih berusaha lagi agar bisa mendapatkan perhatian Anda sebagai atasan saya. Jika Anda tidak keberatan, bisakah Anda memberitahu saya, apa kesukaan Anda agar saya bisa mengingatnya?” ujar Tristan yang masih mencari celah untuk mendekati wanita itu. Helena menghela napas pelan. Ia mengutuk Tristan di dalam hatinya karena masih saja tidak menyerah walaupun ia sudah memperingatkannya secara tidak langsung dari kalimatnya tadi. “Sekarang saya sangat lapar. Bagaimana kalau kamu memanggilkan pelayannya untuk mengantarkan pesanan kita, Jovan? Apa saja selain ayam pop,” tukas Helena yang memilih untuk tidak menanggapi kekonyolan mantan kekasihnya itu. Mereka sudah duduk cukup lama di meja itu, tetapi tidak ada satu pun pelayan yang menghampiri meja mereka. Rumah makan itu memang terlalu ramai. Apalagi di saat jam makan siang seperti ini sehingga Helena sengaja meminta Tristan untuk meninggalkan kursinya sejenak. Rasanya Helena ingin mencabik mulut Tristan yang sejak tadi terus memancing kemarahannya. Ia ingin bernapas dengan tenang sejenak. “Sekalian tolong pesankan es jus jeruk untuk saya ya, Jov,” pinta Valdino ketika melihat Tristan beranjak dari tempat duduknya, kemudian menoleh kepada Helena dan bertanya, “Kamu mau?” Helena memberikan anggukan kecil. “Kalau begitu, dua ya, Jov,” pinta Valdino lagi. Pria itu masih tidak menaruh curiga sedikit pun kepada Helena dan Tristan. “Baiklah.” Tristan pun meninggalkan tempatnya dengan enggan. Namun, seulas senyuman licik pun terbit di bibir Tristan ketika ia berjalan menuju ke arah etalase makanan. Ia meminta pelayan yang sibuk melayani pelanggan untuk menyajikan semua menu ke meja mereka terlebih dahulu. Tidak lupa ia memesan jus jeruk pesanan Valdino dan Helena, tetapi ia tidak langsung kembali karena menunggu minuman pesanan mereka selesai. Secara khusus ia akan mengantarkan minuman tersebut kepada Valdino nanti. Saat sedang menunggu pesanan tersebut, telepon genggam Tristan bergetar. Ia membuka satu pesan masuk yang dikirimkan rekan kerja satu kantornya. Tadi ia memang sempat bertukar nomor kontak dengan para dayang gosip bawahan Helena tersebut. Ia melakukannya agar dapat saling berkomunikasi terkait pekerjaan. Ia pun dimasukkan ke dalam grup pesan oleh Mely. Kening Tristan mengerut ketika membaca pesan yang dikirimkan ke dalam grup "Dayang Ibu Ratu" oleh Mely beberapa waktu lalu. [Jov, kamu masih di kantor? Coba kamu tanya ibu ratu, apa mau dipesankan nasi Padang lagi hari ini?] “Lagi?” gumam Tristan. Tidak berapa lama, Nora ikut membalas di dalam grup pesan tersebut. [Kalau ibu ratu makan nasi Padang lagi, aku rasa dia bakal dinobatkan sebagai Ratu Nasi Padang.] Dewi langsung membalas dengan emoji ketawa yang besar. Tristan tertegun membaca pesan yang dikirimkan trio penggosip tersebut. Ia kembali teringat dengan ekspresi Helena saat diajak makan oleh Valdino dan akhirnya ia mengerti arti dari ekspresi mantan kekasihnya tersebut. “Pak, jus jeruknya sudah siap. Mau diantarkan ke meja berapa?” Suara pelayan restoran membuyarkan lamunan Tristan. “Biar saya saja yang membawanya sendiri,” ucap Tristan. Ia mengambil dua gelas jus tersebut dari tangan pelayan tersebut, lalu kembali berjalan menuju meja mereka. Ia melihat sosok Valdino yang sedang berbincang dengan Helena. Pria itu terlihat sangat senang dan memakan menu yang telah tersaji di atas meja dengan lahap. Namun, ia dapat melihat ekspresi tubuh Helena yang terlihat tidak nyaman saat berinteraksi dengan pria itu. “Ck, dasar wanita keras kepala,” gerutu Tristan atas sikap mantannya tersebut. Tristan pun kembali ke mejanya. Masih dengan posisi berdiri di samping meja tersebut, ia melihat Valdino yang mengalihkan pandangan ke arahnya. “Kenapa kamu lama sekali, Jov? Ayo makan,” ajak pria itu. Tristan tersenyum dan mengangguk. “Aku menunggu minumannya selesai tadi,” timpalnya. “Padahal kamu tinggal meminta mereka untuk mengantarkannya saja,” tutur Valdino. Ia menganggap Tristan melakukan hal yang sia-sia. “Tidak apa-apa. Saya lihat mereka sedang sibuk karena ramai pengunjung. Takutnya lama kalau menunggu mereka yang mengantar langsung,” jawab Tristan dengan alasannya yang telah dipersiapkannya. Helena tidak menanggapi pembicaraan kedua pria itu. Tristan melirik wanita itu yang tampak menyantap makanan di piringnya dengan tidak bersemangat. “Ini jus jeruk punya Bu Helena,” ucapnya seraya meletakkan satu gelas di tangannya ke sisi Helena. “Terima kasih,” cicit Helena tanpa menoleh. “Ini punya Pak Dino,” ucap Tristan yang berniat meletakkan jus jeruk tersebut ke atas meja di hadapan pria itu. Akan tetapi, Tristan sengaja melepaskan genggamannya dari gelas tersebut sehingga minuman tersebut tumpah dan mengenai pakaian Valdino. Sontak, Valdino berdiri dari tempat duduknya dan berteriak, “Apa-apaan kamu, Jov!” “Ma-Maafkan saya, Pak. Saya tidak sengaja. Tadi tangan saya licin,” ucap Tristan dengan berpura-pura panik. Helena tersentak. Ia sangat terkejut dengan kecerobohan Tristan. Namun, sebelum ia bertindak, Tristan telah lebih dulu menghampiri Valdino. Mantan kekasihnya itu mengambil tisu dan mengelap kemeja putih Valdino yang terkena noda jus jeruk. “Hentikan, Jov! Sudah! Sudah!” hardik Valdino. Ia menghentikan tangan Tristan yang meraba-raba tubuhnya, lalu melepaskannya dengan kasar. “Maafkan saya, Pak. Ba-Bagaimana kalau Bapak buka saja bajunya? Biar saya bersihkan,” ucap Tristan dengan nada yang terdengar gugup. Sebelum Valdino memberi izin, Tristan telah membuka kancing kemeja teratasnya dengan cepat. Namun, Valdino langsung menghentikan gerakan tangan Tristan kembali. Ketika tatapannya bertemu dengan Tristan, Valdino tersentak. ‘Ja-Jangan dia ini tim pelangi?’ batinnya. Melihat sorot mata Tristan yang memandangnya dengan arti yang berbeda, tubuh Valdino pun bergidik ngeri. “Ka-Kamu tidak perlu khawatir. Biar saya saja yang membersihkannya sendiri,” ucap Valdino dengan panik. Ia berniat berjalan menuju kamar kecil untuk membersihkan noda di kemejanya tersebut. “Kalau begitu, biar saya ikut membantu, Pak.” Tristan masih memandang Valdino dengan cemas. Tristan berpura-pura ingin mengikuti rekan Helena tersebut, tetapi Valdino buru-buru mengangkat salah satu tangannya dan berkata, “Cu-Cukup, Jov. Kamu tidak usah ikuti saya. Kamu makan saja.” “Tapi, Pak ….” Valdino tidak lagi menanggapi ucapan Tristan dan berjalan meninggalkan mejanya dengan perasaan dongkol bercampur geli. Sepeninggalan Valdino, Tristan pun mengulum senyumnya. ‘Akhirnya misiku berhasil juga,’ batinnya. Senyuman di wajah Tristan memudar tatkala ia menoleh dan mendapati Helena sedang menatapnya dengan tajam. “Sepertinya kamu sangat puas, Tristan. Jadi ini tujuanmu ikut makan siang bersama kami?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD