Bab 20 - Dia Bukan Wanita yang Pantas Bersamamu

1688 Words
“Seharusnya Mama yang bertanya sama kamu, Tris. Apa yang sudah kamu lakukan di sini?” Suara Sekar kembali membahana di area parkiran gedung tersebut sehingga wanita paruh baya itu buru-buru menutup mulutnya dan menghampiri putranya. “Apa kamu sudah gila, Tris? Penampilan seperti apa ini!” hardik Sekar dengan suara yang berbisik pelan seolah khawatir ucapannya menjadi bahan gosip oleh orang-orang nanti. “Saya tidak gila, Ma,” tukas Tristan dengan acuh tak acuh. Ia tahu jika ibunya pasti masih tidak percaya dengan pandangan matanya sendiri. Namun, Tristan tidak peduli dan kembali melanjutkan pekerjaannya. Manik mata Sekar mengamati penampilan putranya yang terlihat sangat berbeda jauh dari keseharian yang pernah dilihatnya selama ini. Tristan yang berdiri di hadapannya ini terlihat sangat konyol dengan rambut poni kerinting yang diturunkan ke depan secara acak serta kacamata bulat yang membuat penampilannya terlihat seperti kutu buku. Terlihat juga bintil hitam di bawah sudut kanan bibirnya yang tidak pernah ada sebelumnya. Belum lagi rambut-rambut halus di bawah dagunya yang belum sempat dirapikannya tadi pagi. “Apa-apaan penampilanmu ini, Tris?” Sekar sangat syok. Tadi ia sempat mengira salah mengenal orang, tetapi setelah ia teliti berulang kali, barulah ia menyadari bahwa pemuda yang sedang membersihkan kaca mobil itu adalah putranya! Padahal Sekar tahu jika biasanya Tristan sangat memperhatikan penampilan dan kebersihan dirinya. Baru saja tidak bertemu selama satu minggu lebih, putranya itu malah berubah sampai ia merasa sangat asing! “Memangnya kenapa dengan penampilanku, Ma? Bukannya aku masih ganteng?” timpal Tristan seraya memamerkan deretan giginya dan memasang pose yang cemerlang seperti model pasta gigi. “Ganteng dari Hongkong! Kamu ini ada-ada saja, Trissss,” geram Sekar yang kini dadanya telah dipenuhi dengan gumpalan emosi yang menumpuk. Ia merasa tekanan darahnya mulai memuncak. Gerakan tangan Tristan yang sedang mengelap kaca jendela mobil Helena dengan kanebo di tangannya pun terhenti. Ia tertawa kecil melihat kekesalan ibunya. “Kalau Mama malu punya anak sepertiku, sebaiknya Mama anggap tidak mengenalku saja. Lagian aku juga sudah diusir dari rumah, bukan?" sindir Tristan yang semakin membuat kepala ibunya semakin mendidih. Sekar mengeratkan rahangnya. Ingin rasanya ia menjitak kepala putranya itu, tetapi ia sadar jika ia tetap harus berkepala dingin saat berhadapan dengan kenakalan putranya itu. Saat ini mereka masih melakukan perang dingin dan Sekar tidak ingin Tristan merasa berada di atas angin hanya karena ia bersimpati dengan kondisi putranya sekarang. “Ya, kamu benar. Mama benar-benar malu punya anak seperti kamu, Tris. Lebih baik Mama tidak mengenalmu,” cetus Sekar yang langsung menghela napas panjang untuk menenangkan emosi yang menggelegak di dalam dadanya. “Lagian juga kenapa Mama bisa mengenalku sih? Padahal bentukku sudah seperti ini,” goda Tristan. Ia tahu jika ibunya sedang memaksakan diri untuk bersikap acuh tak acuh kepadanya. Ibunya memang cukup keras kepala dan selalu ingin Tristan mengikuti kemauannya. Selama ini Tristan memang sering kali membantah dan membuat kesal ibunya, tetapi ada kalanya jika ia melihat ibunya mengabaikannya, ia akan sedikit mengalah dan membiarkan ibunya mengatur hal untuknya. Akan tetapi, saat ini Tristan tidak akan bersikap sama seperti dulu. Mengalah hanya akan membuat ibunya semakin semena-mena untuk mengatur hidupnya. Tristan yakin jika ibunya pasti tidak akan pernah menyerah untuk mendapatkan Nayra dari tangan Helena. Keputusan Tristan untuk keluar dari rumah adalah untuk melindungi Nayra dan Helena. Ia yakin jika ibunya tidak akan bisa berbuat apa pun terhadap keduanya jika Tristan tetap bersikukuh terhadap keputusannya. Jika ibunya ingin ia kembali, ibunya harus melepaskan Helena dan juga Nayra serta memberikan mereka jalan hidup mereka sendiri. Jika Helena tidak ingin menerima dirinya, Tristan juga tidak akan memaksa wanita itu. Akan tetapi, sekarang bukanlah waktunya menyerah. Perjuangannya untuk mendapatkan hati Helena masih sangat jauh. Ia tidak akan menyerah hingga titik darah terakhirnya! “Kamu mau berubah bentuk jadi katak di dalam empang pun, Mama bakal ngenalin kamu, Tris,” cetus Sekar dengan wajah yang kembali terlihat masam. “Dih, kok Mama nyumpahin anaknya sendiri jadi katak sih,” protes Tristan. Ibunya memang suka asal bicara kalau sudah kesal. “Ucapan itu doa, Ma,” lanjut Tristan mengingatkan ibunya. Sekar menghela napas panjang. Terkadang berdebat dengan putranya itu memang menguras cukup banyak tenaga dan pikirannya. “Lagian … kamu juga ada-ada aja sih. Anak Mama itu biasanya ganteng, bukan seperti ini. Memangnya kamu lagi main lenong apa?” sindir Sekar seraya mengacak rambut anaknya tersebut. “Aku masih cakep gini kok disamain sama aktor lenong, Ma? Minimal disamain dengan aktor Korea idola Mama itu siapa namanya? Suami sejuta umat kata Mama itu.” Tristan mencoba mengingat nama idola ibunya tersebut, tetapi tidak menemukannya. “Lee Min-ho?” cetus Sekar yang langsung ditanggapi Tristan dengan jentikan jarinya. Sekar pun memutar bola matanya dengan malas. “Iya, kamu memang hampir seganteng dia. Tapi, kalau begini … miripnya cuma di hidung saja!” “Argh! Sakit, Ma,” ringis Tristan ketika ibunya tiba-tiba menarik dan mencubit erat hidung mancungnya hingga memerah. Sekar pun melepaskan cubitannya dan merebut kanebo dari tangan Tristan, lalu melemparkannya ke lantai, “Sebenarnya satu minggu ini apa saja yang sudah kamu lakukan, Tris? Kamu tidak memikirkan perasaan Mama yang terus khawatir sama kamu?” keluh Sekar. Wanita paruh baya itu berharap putranya dapat sedikit memahami kekhawatirannya sebagai seorang ibu. Meskipun mereka sedang berperang dingin, tetapi tidak ada ibu yang tidak peduli dengan kondisi anaknya yang tinggal di luar seorang diri. Sekar sampai mengutus seorang informan hanya untuk sekedar mengetahui jika kondisi putranya masih baik-baik saja. Akan tetapi, ia tidak menyangka jika informan itu sudah membohonginya! Sekar mendapatkan informasi dari informan tersebut kalau putranya sudah mendapatkan pekerjaan yang bagus. Padahal suaminya sudah memblokir semua akses yang sekiranya akan dimasuki Tristan agar putra mereka itu tidak mendapatkan pekerjaan dan dapat kembali ke rumah untuk memohon kepada mereka. Namun, Sekar tidak pernah menyangka jika Tristan akan mendapatkan pekerjaan hingga tidak pulang ke kediaman Rahardian. Apalagi pekerjaan bagus yang dikatakan bagus oleh informan bayarannya itu adalah menjadi bawahan serendah ini! Rasa sakit di dalam hati Sekar semakin berlipat ganda. Namun, ia tidak bisa menunjukkan secara nyata karena hanya akan membuat Tristan semakin berbesar kepala. Tanpa sepengetahuan Sekar, Tristan telah menyuap informan tersebut dua hari yang lalu. Ketika ia mengetahui sang ibu mengutus orang untuk mencari tahu tentangnya, ia pun memberikan sejumlah uang yang masih tersisa dari hasil pegadaian vilanya kepada informan tersebut. Tristan meminta informan itu memberikan informasi palsu kepada ibunya untuk menenangkan hati ibunya dan juga membuat ibunya menyerah. “Papamu sudah memberikanmu posisi yang bagus di kantor, tapi kamu lebih memilih untuk bekerja seperti ini. Apa salahnya kamu kembali dan memohon kepada kami, Tris? Mau sampai kapan kamu berkeras hati seperti ini?” Emosi Sekar semakin meledak-ledak. Kepalanya langsung pusing dengan tindak tanduk putranya yang sengaja memancing amarahnya. “Sampai Mama menyerah untuk merebut Nayra dari Helena, Ma. Aku tidak ingin Mama memisahkan mereka. Sebagai seorang ibu, sekarang Mama dapat merasakan bagaimana perasaan terpisah dari anak kesayangan Mama, bukan? Bukankah sangat menyakitkan?” Refleks, Sekar langsung melayangkan tamparan keras di pipi Tristan. Wajah wanita paruh baya itu terlihat nanar, tetapi di dalam hatinya, perasaannya sangat terluka. Telapak tangan Sekar terasa sangat panas dan perih. Sepasang netra Sekar telah basah, tetapi ia tetap bertahan untuk tidak memperlihatkan kesedihannya itu terhadap sikap putranya yang telah berani menentangnya demi seorang wanita! Tristan tersenyum smirk. Baru kali ini ia mendapatkan pukulan yang sangat keras dari tangan ibunya di usianya yang sudah dewasa seperti ini. Namun, Tristan tidak menyalahkan ibunya. Ia tahu jika ia memang pantas dipukul, mengingat dirinya sudah menentang ibunya. Jika memang Tuhan akan menghukumnya karena telah bersikap durhaka terhadap wanita yang telah mengandung dan melahirkannya itu, Tristan hanya bisa menerimanya dengan pasrah. Akan tetapi, Tristan akan tetap melindungi Helena dan Nayra dari ibunya karena keduanya tidak memiliki siapa pun yang bisa menjadi pelindung mereka selain dirinya. “Apa yang sudah wanita itu berikan untukmu sampai kamu rela mengorbankan semuanya demi wanita tidak tahu sopan santun seperti dia, Tris? Apa kamu tahu bagaimana sikapnya tadi sama Mama? Dia saja tidak menganggap Mama selayaknya seseorang yang patut dihormat, bagaimana Mama bisa membiarkan kamu bersamanya?” Kedua alis Tristan pun langsung mengerut. “Mama ketemu sama Helena tadi?” terkanya. Sekar memalingkan wajahnya dan mengembuskan napasnya dengan kasar. Perlahan ia menurunkan tangannya yang tengah bergetar hebat karena emosi yang tertahan di dadanya. ”Dia bukan wanita yang pantas bersamamu, Tris. Jika dia memang mencintaimu dan menghargaimu, dia tidak mungkin akan mengabaikan Mama seperti tadi. Dia pikir dia siapa sampai Mama harus buat janji dulu sama dia kalau mau mengajaknya bicara!” Sekar pun mengadukan perlakuan Helena yang dinilainya terlalu arogan kepada putranya. Berharap putranya itu akan melihat sikap asli dari wanita itu. Akan tetapi, di luar dugaan Sekar, Tristan malah membela Helena daripada mempercayai ucapannya. “Helena tidak mungkin seperti itu, Ma. Aku rasa Mama sudah melakukan hal yang mendesaknya sehingga dia terpaksa berbicara ‘sedikit’ tidak sopan,” ujar Tristan yang membuat kedua netra ibunya terbelalak lebar. “Tristan, kamu ….” Gigi-gigi Sekar bergemeretak dengan kesal. Ia telah mengepalkan tangannya dengan erat. Manik matanya melihat keteguhan dalam sorot mata putranya. Menyadari hal itu, Sekar berpikir jika saat ini Tristan sudah terlena terlalu jauh dengan Helena sehingga tidak lagi peduli dengan semua ucapannya. Ia merasa putranya sudah tidak tertolong lagi! “Kamu yakin akan terus bersikeras seperti ini, Tris?” tanya Sekar untuk terakhir kalinya. Tristan mengangguk. “Kalau Mama menghentikan gencatan senjata ini, aku juga akan berhenti,” jawabnya. Tarikan napas yang panjang dilakukan oleh Sekar. Ia butuh udara segar untuk meredakan amarah yang sedang mendidih di dalam kepalanya saat ini. “Mama tidak akan pernah menyetujui hubunganmu dengan wanita itu sampai kapan pun, Tristan! Camkan itu!” Setelah mengeluarkan ultimatumnya dengan tegas, Sekar langsung meninggalkan putranya yang tertunduk dalam. Tristan memegang pipi kanannya dan meringis kecil. Rasa perih dari tamparan ibunya masih tertinggal di sana dan ia merasa hati ibunya pasti lebih sakit dibandingkan tamparan yang didapatkannya ini. Namun, Tristan masih belum ingin menyerah dengan posisinya saat ini. Ia akan mencari jalan keluar terbaik agar kedua wanita yang dicintainya dapat saling memahami dan menerima ketulusannya. “Maafkan aku, Ma. Berikan aku waktu untuk membuktikan kalau wanita pilihanku tidak akan mengecewakanmu,” gumam Tristan dengan pandangan yang tertuju pada punggung rapuh yang telah menjauh.

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD