Bab 13 - Penipu Ulung

1817 Words
“Ternyata kamu, Val.” Helaan napas lega pun bergulir dari bibir Helena ketika mengetahui orang yang menolongnya adalah Valdino. Namun, ia tetap mengedarkan pandangannya ke sekitar dengan penuh waspada dan ia tidak menemukan siapa pun selain mereka berdua di lantai parkiran tersebut. ‘Apa tadi hanya perasaanku saja?’ batin Helena dengan bingung. Wanita itu berpikir jika mungkin saja dirinya yang terlalu lelah hingga mengalami halusinasi sendiri. Akan tetapi, ia merasa cukup yakin jika tadi memang ada seseorang yang mengikutinya. “Kamu baik-baik saja, Helena? Wajahmu pucat sekali,” ucap Valdino dengan kekhawatiran yang terlukis di wajahnya. Wajah Helena memang terlihat sedikit pucat karena rasa takut yang sempat mencekamnya beberapa waktu lalu. “A-Aku baik-baik saja, Val," cicitnya. “Apa yang terjadi?” tanya Valdino seraya melirik kaki Helena yang berjalan dengan terpincang-pincang. “Kakimu terluka?” tanya pria itu lagi. Helena hanya mengangguk dan tersenyum kecut. “Kenapa bisa terluka? Bukankah tadi siang masih baik-baik saja?” Valdino terus mencecar wanita pujaannya itu dengan pertanyaan. “Saya hanya sedikit tidak hati-hati saja, Val,” jawab Helena yang masih memaksakan sedikit senyuman di wajahnya. Padahal Helena berharap tidak bertemu dengan Valdino dulu agar pria itu melupakan kejadian yang terjadi tadi siang. Sebenarnya Valdino sudah mengirimkan beberapa pesan yang belum sempat dibalas oleh Helena. Lebih tepatnya memang sengaja tidak dibaca olehnya. Helena sedang mencari alasan yang tepat agar Valdino tidak merasa aneh dengan perilaku tidak sopannya tadi saat menghilang tanpa pamit bersama Tristan. Helena memang tidak pernah melakukan hal seperti itu sebelumnya. Bukan gayanya meninggalkan teman di rumah makan. Bahkan pergi tanpa membayar! Sampai saat ini pun Helena merasa kesal kepada Tristan dan malu kepada Valdino. Rasanya ia tidak memiliki muka untuk bertemu dengan Valdino karena masalah ini. Padahal Helena sengaja menghindar dari Valdino untuk hari ini agar tidak diinterogasi lebih jauh olehnya. Namun, siapa yang bakal menyangka kalau ia akan bertemu dengan Valdino secepat ini! 'Sepertinya aku memang harus menjelaskan padanya dengan alasan apa pun. Mau bagaimanapun, aku juga salah karena meninggalkannya tanpa kabar,' gumam Helena di dalam hati. Ia berpikir jika hubungan kerjanya akan terganggu jika ia terus menunda penjelasan kepada pria itu. Ketika Helena berniat meminta maaf padanya, Valdino malah bertanya lebih dulu, “By the way, kamu kenapa belum membaca pesanku? Lagi sibuk ya?" Sesuai dugaannya, ia memang tidak bisa menghindari Valdino lagi. "Ah, iya. Hari ini memang ada sedikit masalah, Val," Helena memang tidak berbohong atas ucapannya ini, "maaf ya, Val. Tadi saya pergi buru-buru. Bagaimana dengan bajumu?" Helena melirik pakaian yang dikenakan Valdino sejenak. Ternyata pria itu sudah berganti pakaian. Seolah dapat menerka kebingungan Helena, Valdino berucap, "Kebetulan saya ada menyimpan baju ganti di kantor. Jadi langsung saya ganti saja tadi." "Oh." Helena manggut-manggut. "Tadi kamu dan Jovan pergi ke mana, Helena? Saya juga meneleponmu, tapi kamu malah tidak menjawab. Saya khawatir sekali sampai saya pikir sudah terjadi sesuatu sama kamu dan Jovan,“ Valdino kembali mengutarakan keluhannya. Ia melirik kaki Helena dan lanjut berkata, “dan ternyata memang terjadi sesuatu seperti yang saya kira" Helena meringis. Pria itu masih menatapnya dengan khawatir, tetapi sorot matanya itu juga diliputi rasa ingin tahu yang sangat besar. Sejujurnya, Helena sangat bingung untuk mencari alasan yang tepat agar Valdino percaya padanya. Tidak mungkin ia mengatakan dengan jujur kalau Tristan yang menariknya keluar dari rumah makan itu karena hal itu hanya akan menarik kecurigaan yang semakin besar terhadap dirinya dan Tristan. 'Ini semua gara-gara Tristan. Berengsek!' gerutu Helena di dalam hati. Wanita itu enggan menceritakan kejadian yang sebenarnya kepada Valdino karena tidak ingin memperlihatkan dengan jelas bahwa asisten barunya itu adalah Tristan Rahardian, mantan kekasihnya dulu. “Maaf, Val. Tadi saya benar-benar sangat terburu-buru sampai lupa mengatakannya padamu,” cicit Helena dengan ekspresi penuh penyesalan. Berharap jika rekan sekantornya itu akan luluh dengan wajahnya dan melupakan kesalahannya. “Saya baru ingat kalau ada berkas yang masih harus saya periksa dan harus dikirimkan kepada klien siang ini. Mengenai Jovan, dia memang sengaja saya suruh pulang bersama karena saya tidak ingin dia semakin merepotkanmu,” jawab Helena yang terpaksa berbohong. Kini Helena merasa dirinya sudah menjadi penipu ulung berkat Tristan! “Kebetulan suara ponsel saya juga tidak saya nyalakan jadi tidak mendengar panggilanmu,” bohong Helena untuk kesekian kalinya. “Tapi, saya dengar kalau kamu menghubungi Dewi, jadi saya pikir kalau kamu sudah tahu kalau saya sudah sampai di kantor,” ucap Helena mengakhiri penjelasannya. “Ah, ternyata begitu.” Valdino tersenyum tipis. Tadi ia memang menghubungi bawahan Helena untuk memastikan kalau wanita itu sudah tiba di kantor. “Jadi karena kamu pergi terburu-buru makanya jadi terkilir begini?” tanya Valdino kembali. Helena mengangguk kecil dan membalas senyuman seadanya saja. Entah kenapa ia merasa perhatian Valdino sedikit berlebihan jika hanya sebatas rekan kerja saja. Seharusnya Helena tidak perlu menjelaskan apa pun padanya, tetapi sebagai rekan yang harus terus bertemu dalam satu kantor, ia tidak ingin hubungan mereka menjadi sangat canggung. Helena tahu jika pria itu memiliki maksud terhadapnya, tetapi sikap yang ditunjukkan Valdino saat ini cukup membebaninya. “Apa karena si Jovan itu?” selidik Valdino lagi. Helena kembali tersenyum dengan sangat kikuk. Nada suara Valdino entah kenapa terdengar aneh, tetapi ia berusaha untuk berpikiran positif. “Bukan sepenuhnya salah dia. Saya juga tidak berhati-hati tadi. Sudahlah semua juga sudah terjadi. Saya tidak ingin menyalahkan siapa-siapa,” ucap Helena yang berusaha mengakhiri pembicaraan yang semakin terasa tidak nyaman. “Mungkin lebih baik kamu mengganti asistenmu itu. Dia terlalu berani sebagai anak baru,” ucap Valdino memberikan saran yang tak terduga. “Oh ya? Saya rasa juga seperti itu. Tapi, saya tidak bisa memecatnya begitu saja tanpa alasan.” Helena tidak menyangka jika dirinya malah akan membela Tristan seperti ini. Ia merasa sudah tidak waras! “Tapi, Pak Galaksi kan sudah mempercayakan banyak hal kepadamu di perusahaan ini. Saya rasa memecat karyawan yang tidak becus bekerja adalah suatu hal yang lumrah,” timpal Valdino. Kali ini pria itu terang-terangan memperlihatkan rasa tidak sukanya terhadap asisten baru Helena tersebut. Lagi-lagi Helena merasakan kejanggalan atas sikap Valdino. Namun, ia tidak dapat memungkiri jika sikap Tristan tadi siang memang sangat menyebalkan. “Sepertinya tadi siang Jovan sudah bersikap ceroboh dan membuatmu kesal. Nanti akan saya minta dia untuk meminta maaf padamu,” ucap Helena yang mencoba memahami perasaan rekan kerjanya itu. Sebagai atasan langsung Tristan, Helena berpikir untuk membimbing sikap asistennya itu. Ia tidak ingin karena masalah pribadi, pekerjaannya dan hubungan antar rekan malah menjadi berantakan. Galaksi juga pasti tidak akan suka mendengar terjadi masalah internal yang terlihat remeh seperti ini. Sebagai bawahan yang mendapatkan kepercayaan langsung dari pria itu, Helena harus menyelesaikan masalah tersebut tanpa berlarut-larut. Namun, Valdino malah memberikan reaksi tak terduga padanya. “Sa-Saya rasa tidak perlu, Helena,” timpalnya dengan gugup. “Tidak apa-apa kok, Val. Besok saya akan memintanya untuk datang ke ruanganmu untuk meminta maaf secara khusus kepadamu,” ujar Helena lagi. “Sungguh. Tidak usah. Saya rasa cukup kamu yang meminta maaf padaku … Ah, tidak. Maksud saya, dia tidak perlu meminta maaf apa-apa. Saya tidak ingin memperbesar masalah ini lagi.” Kening Helena mengerut. Ucapan Valdino terdengar kacau saat ini. Helena tidak mengerti kenapa Valdino malah terlihat takut bertemu dengan Tristan. Padahal ia tulus ingin mendamaikan kedua pria itu. Ia berpikir jika Tristan memang sudah keterlaluan kepada Valdino tadi. “Ya sudah kalau maumu seperti itu. Saya juga tidak akan memaksa. Tapi, benar kamu tidak ingin dia meminta maaf?” tanya Helena memastikan. Valdino mengangguk dengan cepat. “Saya malah maunya dia dipecat saja kalau memang cuma bisa merepotkanmu,” gumamnya dan hal itu terdengar oleh Helena yang baru saja ingin kembali melangkah ke mobilnya. Helena kembali menoleh dan berkata, “Perusahaan punya aturannya sendiri, Val. Saya rasa perusahaan tidak akan menerima sembarang orang untuk bekerja di sini, bukan? Kita berdua juga pernah menjadi karyawan baru dulu dan tidak bisa langsung menjadi hebat. Bukankah begitu?” Kalimat yang baru saja dilontarkan Helena membuat Valdino kagum, tetapi di satu sisi, Helena merasa tertampar dengan ucapannya sendiri. Padahal Helena juga meremehkan kemampuan Tristan tadi pagi, tetapi sekarang ia malah membela Tristan seperti ini. ‘Ck, apa sih yang sudah kulakukan dan kubicarakan sekarang? Bisa-bisanya aku malah berpihak kepada Tristan. Sepertinya aku benar-benar lelah hari ini,’ batin Helena yang telah menghela napas panjang. “Kamu juga baru mau pulang, Val?” tanya Helena yang ingin mengakhiri percakapan mereka. Ia ingin segera pulang ke apartemennya untuk mengistirahatkan pikirannya yang dipenuhi dengan segala kekacauan yang diperbuat Tristan dalam satu hari ini. Mantan kekasihnya itu seperti angin topan yang datang secara tiba-tiba dan memporakporandakan seluruh hal yang telah diatur sedemikian rupa oleh Helena. Ia tidak tahu apakah pertahanannya akan terus kokoh untuk menghadapi hantaman badai yang lebih besar lagi daripada yang diterimanya hari ini. “Kakimu seperti ini bagaimana pulang dengan mobil? Bagaimana kalau ikut dengan saya saja, Helena?” Dengan lihainya Valdino segera memanfaatkan kesempatan yang ada. Ia berpikir untuk menghabiskan waktu lebih lama lagi dengan wanita pujaannya tersebut. Sayangnya, Helena buru-buru menolaknya secara halus. “Tidak usah, Val. Saya bisa bawa pelan-pelan kok. Lagipula kamu juga tidak searah, kan? Nanti kamu malah harus mutar jauh buat balik ke rumah. Jam segini juga macet parah,” ucap Helena dengan alasan logis yang bisa diterima oleh rekan kerjanya itu. “Tidak apa-apa kok, Helena. Bahaya kalau kamu menyetir dalam keadaan terluka seperti ini. Saya tidak masalah pulang lebih malam kalau kamu bersedia makan bersama denganku nanti sebagai pengganti makan siang tadi,” ujar Valdino yang masih bersikukuh. Helena tersenyum dengan kikuk. Bukan Helena tidak ingin menerima kebaikannya, tetapi ia tidak ingin memberikan harapan palsu bagi pria itu. Saat perjalanan pulang dari rumah sakit tadi siang, Helena sempat memikirkan tindakannya yang telah melibatkan Valdino untuk menjauhkan Tristan darinya. Ia merasa sikapnya terlalu kekanak-kanakan. Seharusnya Helena bersikap profesional dengan tidak mencampuradukkan masalah pribadinya dengan pekerjaan. Akan tetapi, ia malah menggunakan perasaannya dalam memilah masalah tersebut. Akhirnya Helena berpikir untuk menyelesaikan masalah pribadinya terlebih dahulu dengan Valdino. Ia berniat untuk menjelaskan bahwa dirinya sangat memahami perasaan pria itu, tetapi tidak bisa membalas perasaannya tersebut. “Val, sebenarnya—” Sebelum Helena sempat berkata apa pun, tiba-tiba suara teriakan di belakangnya menyelanya, “Bu Helena!” Sontak, Helena dan Valdino langsung menoleh bersamaan. Mereka melihat asisten baru Helena tersebut berlari dengan cepat menghampiri mereka. “Tri—“ Helena langsung menggigit bibirnya. Selalu saja ia hampir keceplosan memanggil nama asli Tristan karena belum terbiasa dengan identitas baru mantannya tersebut. Helena bergegas meralatnya dan berkata, “Jovan, kenapa kamu—” Lagi-lagi Helena belum sempat menyelesaikan perkataannya, tetapi Tristan telah lebih dulu menyelanya. “Maaf, Bu. Saya sudah membuat Ibu menunggu terlalu lama." Perkataan Tristan berhasil membuat Helena melongo dengan bingung. "Tadi dompet saya ketinggalan jadi saya ambil lagi deh ke atas. Saya pikir Bu Helena sudah pergi karena lama menunggu saya. Untung saja masih keburu. Saya kan jadi tidak enak karena sudah janji akan mengantar Bu Helena pulang," celoteh Tristan lagi. Pria itu tidak memberikan kesempatan sedikit pun bagi Helena untuk menolak ataupun berpikir!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD