"Woy! Bengong aja lo!"
Kia berdecak kesal saat karyawan sekaligus sahabatnya sejak sekolah dasar itu kembali melakukan kegiatan mengesalkan nya. Yaitu mengangetkan Kia.
"Resek lo, pergi sana!" usir Kia.
Melodi hanya tertawa melihat raut wajah Kia yang tampak suram.
"Kenapa lagi sih? Keinget masa lalu lagi, pasti," tebak Melodi.
Kia hanya mendengkus pelan. Akhir-akhir ini ia memang sering tiba-tiba teringat masa kecilnya yang menyedihkan.
Tentang masalah kemampuan unik yang dimiliki nya dan membuat dia dan keluarganya harus pindah rumah karena mereka menjadi gunjingan orang saat Kia menunjukan kemampuannya terang-terangan.
Melodi mengetahui perihal itu saat dulu tidak sengaja Kia menceritakan kemampuan yang dimilikinya, anehnya Melodi tidak menjauh dan malah sangat antusias menodong Kia menceritakan semuanya termasuk tentang alasan dia pindah.
"Engga usah sok tahu, bikin adonan sana. Etalase udah kosong, bentar lagi buka," suruh Kia.
Kali ini Melodi yang berdecak, "Mentang-mentang jadi bos lo, enak banget merintah," sungutnya tapi tetap berlalu dari hadapan Kia dan masuk ke dapur.
Kia tertawa kecil melihat Melodi yang walaupun selalu protes tetap tidak pernah mengabaikan perintahnya. Ini lah yang Kia sukai dari Melodi, sahabatnya itu tipe orang yang tidak ribet dan selalu menjalankan apa yang menurutnya benar tanpa mau berpikir lama. Khas orang berpikiran simple.
Kia bangkit dari duduknya dan membersihkan meja-meja karena sebentar lagi cafe kecilnya akan segera dibuka. Kia bersama dua karyawan lain menata meja dan barang-barang yang diperlukan dengan sistematis. Juga menyalakan pengharum ruangan beraroma kopi agar membuat para pengunjung merasa betah di cafe miliknya.
"Ki, nanti lo belanja ya. Bahan udah pada habis!" teriak Melodi dari arah dapur.
Kia menggelengkan kepala pelan, hanya karyawan satu itu yang berani mengatur-atur pemilik cafe.
"Catetin aja yang habis!" Kia balas berteriak.
Dia lalu menoleh saat mendengar tawa kecil dari seseorang. Ternyata itu Mia salah satu karyawan nya yang bekerja paruh waktu untuk biaya kuliahnya.
"Mbak Melodi engga berubah ya, Mbak. Enak banget teriak-teriak, untung belum buka cafe kita," ujarnya terkekeh.
Kia ikut tertawa, "Gitu tuh kalau nemu anakan tarzan," kelakar nya.
Bukan hanya Mia yang tertawa, tapi Ardi karyawannya yang lain juga ikut tertawa.
Kia memiliki tiga karyawan, Melodi yang bertugas di dapur yang kadang dibantu langsung oleh Kia, lalu Mia yang bertugas di kasir, sedangkan Ardi bertugas mengantar pesanan. Kadang kalau weekend, Kia memaksa Cakra, adiknya untuk membantu.
Yap. Setahun setelah mereka pindah ke tempat baru, Ibunya melahirkan anak kedua berjenis kelamin lelaki yang kemudian tumbuh menjadi anak yang menyebalkan bagi Kia. Dia selalu saja bersikap manja tanpa sadar bahwa dirinya adalah seorang lelaki dan sudah beranjak dewasa. Beda usianya dengan Kia adalah tujuh tahun, dan setelah melahirkan Candra, Ibunya sudah tidak diijinkan untuk mengandung lagi oleh Dokter karena rahimnya yang bermasalah. Jadilah hanya Kia dan Candra yang berhasil lahir ke dunia berkat rahim ibunya.
Setelah selsai menata meja, Kia beranjak ke dapur untuk memantau Melodi yang terlihat sedang membuat adonan kue Sus.
"Mana daftarnya?" tanya Kia.
Melodi mengangkat wajahnya, "Mana karyawan baru yang bakal bantu gue?" Melodi balik bertanya dengan ngawur.
Kia hanya menatap sahabatnya itu dengan malas.
"Asal lo mau gaji lo dibagi dua sama karyawan barunya nanti," jawab Kia sekenanya yang langsung membuat Melodi mengumpat panjang.
Kia mengabaikan umpatan sahabatnya itu dan menuju ke arah meja kecil yang ada di pojok dapur saat melihat secarik kertas berisikan bahan-bahan yang habis.
"Gue pergi dulu, lo kerja yang bener," titahnya.
Kia tersenyum kecil saat Melodi kembali mengumpatinya.
__
Kia menyasar rak di depannya, mengambil beberapa buah mentega dengan merk yang sama dan juga keju yang lumer dan juga tidak lalu memasukannya ke dalam troli yang ia dorong.
Saat akan memutar ke arah rak tempat para terigu bersemayam, gawainya tiba-tiba berbunyi nyaring.
"Halo!" sapa Kia sesaat setelah ia menggeser tombol hijau di layar yang menampakan nama 'CanCan' yang berarti adik lelakinya yang menelepon.
"Dimana, Kak?" tanya Cakra di seberang sana.
"Supermarket," jawab Kia singkat.
Matanya dengan awas mengambil berbagai jenis terigu dari rak dan juga tepung lain yang biasa ia gunakan untuk membuat kue.
"Belanja bahan?" tanya Cakra lagi.
"Hm."
"Nanti siang aku ke toko ya," beritahu Cakra.
Kia mengerutkan keningnya. Tidak biasanya Cakra berkunjung ke toko saat bukan akhir pekan.
"Ngapain?" tanya Kia.
Cakra di sebrang sambungan justru tertawa cengengesan, membuat Kia langsung bisa menebak apa tujuan adiknya itu.
"Minta uang sama Kakak buat latihan futsal. Ayah engga mau ngasih karena katanya jatah aku main cuma satu kali seminggu, padahal aku udah terlanjur janjian sama temen-temen," ujar Cakra.
Kia mendengkus mendengar ucapan adiknya itu.
"Kakak juga engga mau kasih kalau Ayah engga," balas Kia lalu langsung mematikan sambungan secara sepihak.
Cakra selalu seperti itu, setiap kali tidak diberi ijin dia akan langsung memintanya pada Kia. Dan biasanya Kia akan memberikan tanpa banyak bicara, namun kali ini ia menolak karena Cakra dua minggu lalu sempat dirawat karena patah tulang ringan sehingga Ayahnya melarang Cakra untuk terlalu sering beraktivitas berat. Maka Kia pun melakukan hal yang sama demi adiknya.
"Aku beneran engga ada uang, uang gajian ku udah aku pakai buat bayar biaya periksa Ibu ku."
Kia menoleh ke arah sumber suara dimana dua wanita berpakaian SPG terlihat sedang berbicara dengan suara pelan walaupun masih bisa terdengar oleh Kia yang berada tidak jauh dari mereka.
"Pelit banget sih, Man. Bulan depan juga aku bayar kok," ucap seorang wanita yang tampak kesal.
Kia berdiri menghadap rak walaupun telinganya tetap ia fokuskan mendengar pembicaraan dua orang itu, sengaja menguping karena tadi ia sempat melihat tanda Plus biru di kepala SPG yang berkata tidak punya uang yang menandakan SPG itu berkata jujur.
"Aku bukannya pelit, tapi emang engga ada. Kalaupun ada juga aku susah buat pinjemin ke kamu karena yang dua bulan lalu juga belum kamu kembaliin," jawab SPG yang pertama.
Kia kembali menoleh dan lagi-lagi mendapati tanda plus biru di kepala si SPG.
"Yaelah pake ungkit yang itu, bulan depan aku bayar semuanya. Tapi aku pinjem lagi sekarang," kata SPG kedua tanpa rasa bersalah.
Kia menghela nafas berat, dia geram karena masih ada saja manusia jenis seperti ini yang tidak tahu malu dan tidak merasa bersalah sedikitpun.
Maka sebelum si SPG kembali membuka mulut, Kia sudah berbalik badan dan berjalan mendekati mereka.
Menyadari keberadaan Kia, dua SPG itu sama-sama memasang senyum formal dan menawarkan diri jika Kia memerlukan bantuan. Kia balas tersenyum dan mengambil satu permen coklat dari saku blazer nya dan menyerahkan pada si SPG pertama.
"Ini buat Mbak," ujar Kia yang membuat SPG bername tag Wina itu kebingungan.
Lalu Kia menengok ke arah SPG satunya yang bername tag Manda.
"Mbak, kalau minjem dan orangnya bilang engga ada, ya jangan maksa. Kan situ yang butuh, kok malah orang lain yang harus ngerasa bersalah karena engga bisa minjemin," kata Kia. Dia melihat Manda yang wajahnya berubah merah karena malu atau entah karena emosi.
Lalu tanpa bicara apapun lagi Kian langsung berjalan meninggalkan kedua orang itu.
__
Kia menghela nafas lelah saat melihat Cakra sudah duduk di salah satu meja di cafe nya saat ia kembali.
Adiknya itu memasang senyum lebar dan langsung menghampiri Kia begitu Kia masuk.
"Kakak udah bilang engga," ucap Kia langsung.
Cakra lalu memasang wajah memelas dan menarik lengan kakaknya..
"Please, Kak. Minggu depan aku engga futsal kok. Kali ini aja, bantuin aku. Aku engga ada uang simpenan," mohon Cakra.
Kia langsung menoleh ke arah adiknya.
"Makanya kalau belum bisa cari uang, jangan pacaran," kata Kia datar.
Cakra semakin mengerucutkan bibirnya.
"Udah putus kok kemarin," jawabnya.
Kia memutar bola matanya malas, adiknya ini benar-benar tidak pernah bersikap dewasa meskipun umurnya sudah menginjak tujuh belas tahun.
Kia memilih mengabaikan Cakra dan masuk ke dapur, menyerahkan belanjaannya pada Melodi yang tampak sedang duduk santai sambil menyesap cappucino nya.
"Hai, Cancan!" sapa Melodi.
Cakra membalas sapaan sahabat kakaknya itu sambil lalu dan kembali mengekori Kia yang sedang mengenakan apronnya.
"Kak, cepetan dong! Aku udah telat," rajuk Cakra.
Kia mendesah berat sambil menggaruk hidungnya. Gestur yang biasa ia lakukan ketika menahan rasa kesal.
"Mel, pinjem duit lo. Kasih nih anak," pintanya pada Melodi.
Tanpa banyak bicara, Melodi mengeluarkan dua pecahan seratus ribu dari dompet nya dan memberikan pada Cakra yang langsung tersenyum lebar.
"Kalau kamu sampai kenapa-kenapa lagi, Kakak engga mau anggep kamu jadi adik Kakak," ancam Kia datar.
Cakra lantas mengangkat dua jarinya, "Aku janji bakal hati-hati," janjinya.
Lalu pria itu mengecup pipi Kia sekilas sebelum berlari keluar.
Melodi terkekeh geli melihat wajah bersemu Kia.
Sahabatnya yang cantik bagai boneka itu tidak pernah pacaran, sehingga setiap kali Cakra melakukan skinship padanya Kia akan langsung bersemu dan menunduk malu meskipun yang melakukan adalah adiknya sendiri.
"Anak perawan dicium adiknya sendiri aja udah merah tuh muka," ledek Melodi.
Kia menoleh ke arah Melodi dan menatapnya dengan datar.
"Iya tau deh yang udah engga perawan," balas Kia santai.
"Kampret! Gue masih perawan!" pekik Melodi kesal.
Kia terkekeh kecil dan mulai membuat adonan untuk roti buaya mini yang menjadi primadona di cafe nya.
Melodi memang masih perawan-menurut pengakuan sahabatnya itu- tapi Melodi lebih berpengalaman dalam hal pacaran dari pada Kia yang belum pernah sama sekali menyukai lawan jenis. Melodi lebih mudah jatuh cinta tapi mudah juga move on saat hubungannya kandas, itu juga yang membuat Kia tidak pernah melihat Melodi menangis drama saat putus dengan pacar-pacarnya. Biasanya Melodi hanya akan hilang mood seharian sebelum esoknya kembali seperti semula.
___