Mencoba Kabur

863 Words
Mira berjalan menyusuri lorong-lorong yang ada di istana itu. Saat ini dirinya sedang mencari tempat dimana orang tuanya di tahan. Berbagai cara akan ia lakukan untuk menemukan kedua orang tuanya dan pergi dari tempat ini. Dengan susah payah ia beberapakali bersembunyi untuk menghindari para penjaga istana yang bertugas. Kenapa tempat ini luas sekali? Rasanya seperti mengelilingi lapangan bola saja — gerutu Mira dalam hati. Gadis itu kemudian bersandar pada dinding istana, ia menghela napasnya sejenak, lalu kembali berdiri dan bersembunyi saat telinganya mendengar derap langkah kaki yang mendekat ke arahnya. Namun, sepertinya keberuntungan tak berpihak lagi padanya. Ia bersembunyi di tempat yang salah. Red berdiri di sampingnya dengan raut wajah yang terkesan datar. Pria itu sekilas menghela napas. Kemudian, dengan satu kali gerakan Red mengangkat tubuh Mira ke atas pundaknya, selanjutnya ia membawa Mira layaknya sekarung beras. “Apa yang kau lakukan?!” pekik Mira, “Lepaskan aku. Biarkan aku bertemu orang tuaku dan pergi dari tempat sialan ini. Hei! Lepas!" Gadis itu terus meronta, mencoba melepaskan dirinya dari gendongan Red. Red mengabaikan teriakan dan pukulan yang Mira lakukan padanya. Pria itu terus berjalan dengan langkah lebar menuju ke tempat Kei berada. Sesampainya di aula istana, Red menundukkan kepalanya sesaat, memberikan hormatnya pada sang lord. Lalu kemudian ia menghadap lord-nya, di sana Kei berdiri, di atas singgasana-nya yang agung. “Hormat Lord, saya telah menemukannya,” terang Red. Pria itu kemudian menurunkan Mira dari pundaknya, lalu menyerahkan gadis itu pada lord-nya. Kei menatap pengantinnya itu dalam diam, raut marah terlukis tegas di wajah pria bermata merah darah itu. “Bawa dia ke kamarnya,” titah Kei pada penjaga istana. “Baik, Lord.” “Tidak, aku tidak mau!” Mira mencoba kabur lagi. Tapi gagal karena tangannya sudah lebih dulu di cekal oleh para penjaga istana. “Aku mohon, biarkan aku dan orang tuaku pergi dari tempat ini. Apa salah kami sampai kau berbuat seperti ini pada keluargaku?" keluh Mira yang sudah berada di puncak rasa frustasinya. “Cepat bawa dia pergi ke kamarnya,” bentak Kei pada para penjaga istana yang masih saja terlihat ragu untuk membawa Mira. Setelah itu, Kei terlihat berjalan keluar dari aula istana. Pria itu melangkah menuju kamar yang akan menjadi tempat tahanan bagi Mira. Di belakang Kei, beberapa penjaga istana tampak kewalahan membawa Mira yang terus meronta dan mengeluarkan kata makian. “Lepaskan dia,” perintah Kei saat mereka sudah sampai di depan pintu kamar bercat putih itu. “Baik, Lord.” Mereka kemudian melepaskan tangan Mira. Setelah itu, para penjaga istana pergi kembali ke tempat semula. “Masuk.” Kei menyuruh Mira untuk masuk kedalam kamar, tapi gadis itu tak bergerak sedikit pun. Mira tidak mau berada di penjara yang disebut kamar oleh pria itu. “Masuk!” Suara Kei naik dua oktaf, Mira sepertinya sedang menguji kesabaran pria berdarah dingin itu. Ia bahkan tak merasa takut sepercik pun. Gadis itu menatap Kei tanpa ekspresi. Kei tersenyum miring padanya. Selama ini, selama ia hidup ratusan tahun, tak ada yang pernah berani bersikap seperti yang Mira lakukan padanya. Gadis itu dengan gamblangnya menentang perintah Kei tanpa terlihat gentar sedikit pun. “Apa kau tuli? Aku bilang masuk,” perintahnya lagi. Tapi Mira masih diam bergeming. Kei menghela napas beratnya, pria itu kemudian kembali berkata, “Aku terlalu terhormat memaksamu masuk ke dalam. Jadi, biar aku katakan satu hal yang akan membuatmu masuk ke kamar dengan sendirinya. Apa kau lupa dengan hidup orang tuamu yang ada di tanganku? Kau ingin sekarang juga aku mengakhiri hidup mereka?” Raut wajah Mira berubah seketika, ia tak dapat menyembunyikan rasa khawatirnya pada kedua orangtuanya. Lantas dengan terpaksa ia melangkah masuk ke dalam penjara yang disebut kamar itu. Kei tersenyum puas dengan ancamannya yang selalu berhasil menjinakkan sikap keras kepala Mira. Pria itu kemudian melangkah masuk dan menutup pintu kamar tersebut. Terlihat Mira kini berdiri di depan jendela, gadis itu menatap pemandangan di luar jendela. Matahari telah berganti tugas, rembulan pun muncul bersamaan dengan gugusan bintang yang bertaburan di atas langit. Malam menyapa dengan hembusan udara dingin yang menusuk kulit. “Jangan pernah berpikir untuk kabur lagi, tetaplah diam di sini,” ujar Kei. Tanpa menoleh, Mira bertanya, “Kenapa kau melakukan ini? Apa dosa yang telah keluargaku lakukan padamu?" Kei tersenyum tipis, pria itu kemudian berjalan mendekati Mira. “Pertanyaan bagus,” ucap Kei sembari mengikuti arah pandang gadis itu, “Pertama, kau tidak berdosa. Tapi kau adalah pengantinku. Kedua, orang tuamu lah yang berdosa, terutama ayahmu yang telah menyembunyikanmu dariku. Pria tua itu sudah membuatku menghabiskan waktu yang sangat lama untuk mencarimu. Pengkhianatan yang dilakukan ayahmu itu adalah dosa besar. Seharusnya dia sudah mati sejak awal, tapi karena dia ayahmu maka aku akan membiarkannya hidup, tapi semua itu tergantung dari bagaimana sikapmu padaku.” “Bisa dikatakan nyawa mereka ada di tanganmu,” imbuhnya. Masih dengan mata yang memandang luar jendela, Mira berkata pada Kei. “Kau selalu mengatakan jika aku adalah pengantinmu. Kau ini aneh sekali, bagaimana bisa aku menjadi pengantinmu padahal kita baru beberapa hari yang lalu bertemu, dan juga, kita tidak saling mencintai. Jadi kumohon hentikan permainan ini, biarkan aku pergi bersama orang tuaku,” katanya, dengan sikap tenang Mira menoleh ke arah pria itu, ia menatap manik ruby milik Kei. Sedangkan Kei, pria itu membalas tatapan Mira dengan ekspresi dinginnya, kemudian ia mengalihkan pandangannya keluar jendela. “Besok malam adalah hari pernikahan kita,” ujarnya sembari menatap bulan yang hampir bulat sempurna.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD