Episode 6 Syarat Dari Ayah

1418 Words
Nazhera bertekad lari dari kenyataannya saat ini menuju Puncak Argopuro. Ia memiliki semangat dan tekad yang membara untuk benar-benar melupakan Farel. Seperti menemukan tujuan hidup baru, ia ingin menikmati keindahan negerinya sendiri, menjelajahi keindahan alam dan menantang dirinya sendiri untuk peka terhadap alam. Nazhera telah melakukan persiapan dengan baik, mencari informasi dari berbagai sumber, artikel, berita, bahkan video. Ia baru tahu ternyata banyak sekali konten creator yang mengabadikan perjalanannya selama mendaki gunung. “Bu, minggu depan aku pergi satu minggu, aku juga bakalan cuti dari kerjaan,” kata Nazhera begitu saja tanpa berniat meminta izin kepada ibunya. Keduanya sedang membereskan dapur selepas makan pagi itu. “Pergi kemana kamu?” tanya sang ibu menelisik. Terdengar dari nada bicaranya, sang ibu masih menyimpan rasa tak percaya dan nada sinis diberikan kepada putrinya. “Ya… seperti biasa bu, pergi dari kenyataan.” Nazhera hanya menjawab sekenanya. Ia sudah memiliki firasat tidak akan diberikan izin oleh sang ibu. Apalagi melihat akhir-akhir ini ia masih saja sinis kepada anaknya. “Sebaiknya kamu juga bilang sama ayah kamu,” kata ibu, singkat. “Iya,” ia pun menjawab tak kalah singkat. Hari ini ia berencana menuju kantor untuk mengurus cutinya selama satu minggu. Bahkan justru ia lebihkan, karena tidak mungkin hanya satu minggu, pasti setelah dari gunung ia akan cape dan ingin istirahat saja di rumah. “Ayah, dua minggu ke depan aku mau pergi, jadi tolong berikan tanda tangan disini,” “Apa ini?” ayahnya pura-pura tidak mengerti. “Ayah ini surat cuti. Masa aku harus bikin surat cinta minta tanda tangan Ayah,” “Jelas harus, untuk membuat surat nikah kamu harus punya tanda tangan Ayah,” “Iya-iya, ayo tanda tangan suratnya,” tanpa berminat menimpali candaan sang ayah, ia mendesak sang ayah untuk membubuhkan tanda tangan surat cuti. Meski ini adalah kantor ayahnya sendiri, tetap saja ia harus menaati prosedur percutian untuk memudahkan karyawan ayahnya dalam bekerja. “Kamu mau kemana?” ayahnya mencoba menegaskan. Nazhera belum mengatakan hendak kemana ia pergi. “Ke gunung, Argopuro,” jawabnya singkat. Ayah terkejut dan ragu. Sebagai orang tua, ia memiliki kekhawatiran yang mendalam. Terlebih Nazhera adalah seorang perempuan yang lama tidak pernah jauh dari kedua orang tuanya. “Argopuro? Sama siapa?” ayah mengungkapkan kekhawatirannya, membayangkan keamanan dan keselamatan Nazhera. “Ada yang open trip gitu di **, Ayah cek sendirilah instagramnya apa.” Nazhera menjelaskan dengan nada malas. Ia tahu akan sedikit sulit mendapatkan izin dari sang ayah. “Kamu emang percaya sama mereka? Kamu udah kenal lama?” Nazhera menggelengkan kepalanya. “Kalau soal pengalaman, ya aku percaya, mereka udah sering buka trip ke gunung, nah sekarang mau ke Argopuro, ya aku ikut aja.” “Kamu udah ketemu dan kenal sama mereka?” ia menggeleng lagi. “Ya baru chating pendaftaran aja.” Ia malas menjelaskan lebih detail. Ayahnya hanya diam, sangat menyiratkan kekhawatiran pada putrinya. Apalagi mereka baru mengenal dengan penyedia trip tersebut. "Ayah aku mengerti kekhawatiran Ayah," ujar Nazhera dengan lembut, setelah tadi ia malas menjelaskan, sekarang ia harus mencoba menjelaskan niat dan keinginannya untuk melupakan Farel. "Aku udah siapin diri dengan baik, aku udah riset dan mencari info tentang Argopuro dan tentang Yukaitukadieu.id penyedia tripnya. Aku udah baca banyak testimoni positif tentang yukaitukadieu.id dan percaya pada keahlian mereka dalam petualangan seperti ini." Ayah Nazhera menatapnya dengan penuh kekhawatiran. "Sayangku, Ayah hanya ingin yang terbaik bagi kamu. Ayah khawatir dengan risiko yang mungkin terjadi di tengah perjalanan jauh seperti itu. Ayah juga tidak ingin kamu berurusan dengan orang-orang yang tidak dikenal." Nazhera cemberut mendengar perkataan ayahnya. Ia paham, bahwa ia sedang tidak di beri izin oleh sang ayah. “Ayah, kalau tidak kenal ya kenalan donk,” nadanya sedikit meninggi, “umur aku udah mau seperempat abad, apa ayah masih gak percaya sama aku?” ia menyadari bahwa ia harus menemukan cara untuk mengatasi keraguan ayahnya. "Atau ayah ketemu saja dengan tim yukaitukadieu.id. atau telpon mereka, atau apalah supaya bikin ayah percaya sama aku. Mereka orang-orang berpengalaman dan profesional dalam hal ini Ayah. Aku pikir jika Ayah berbicara langsung dengan mereka, akan lebih yakin dengan rencana perjalanan aku nantinya,” ayah terlihat berpikir keras. Ia melihat ke jendela, berharap pirkirannya pun lapang seperti langit yang sedang cerah hari itu. “Ayah…” suara Nazhera kembali lembut demi meyakinkan sang ayah, “Aku lagi bener-bener kalut, sedang ingin menyegarkan pikiranku dari Farel yang selama ini justru membatasi pikiranku. Ayah tahu, sebelumnya aku terlalu berpusat pada Farel yang justru mengkhianati aku. Aku ingin membersihkan semua isi pikiran dan hati aku dengan perjalanan ini ayah. Coba lihat deh ini,” ia mengambil gawainya lalu memperlihatkan pemandangan di Taman Hidup Argopuro, dengan danau yang luas dan keasriannya yang sangat terjaga. “Indah dan menenangkan kan Yah?” ia berbicara dengan berbinar, melihat gambarnya saja sudah membuat hati dan pikiran Nazhera segar, apalagi jika ia benar-benar datang ke sana. “Lihat juga sabana lonceng ini, keren banget kan Yah, plis ayah, izinin aku pergi ke sana,” ia memohon kembali. Ayah mengambil gawai putrinya dan melihat ulang pemandangan yang akan dilihat secara langsung oleh putrinya. “Oke, ayah ijinin, tapi dengan banyak syarat,” “Ayah… aku mau pergi liburan, kenapa harus menambah beban dengan syarat-syarat sih,” nadanya sewot kembali. Lebih tepatnya nada manja khas seorang anak pada ayahnya. “Ya ayah khawatir, gak mau nanti pulang dari sana kenapa-napa.” Ayahnya tetap lembut. “Ya, oke, apa syaratnya,” dengan mata tertunduk dan mulut yang dimonyongkan cemberut, Nazhera pasrah dengan syarat yang akan diajukan sang ayah. “Sepulang dari sana kamu harus udah siap ayah jodohkan dengan laki-laki pilihan ayah.” Nazhera yang menunduk cemberut, seketika melotot memandang sang ayah, sontak saja ia terkaget dengan syarat yang diberikan sang ayah. “Kalau aku nemuin jodoh di sana gimana?” lalu ia langsung memotong bicara sang ayah. “Bagaimana bisa kamu menemukan jodoh dalam satu minggu, tambah ngawur aja kamu cari jodoh.” “Ya kali aja emang ada, hah” ia menghela napas, “terus apalagi syarat lainnya?” lanjutnya. “Kamu gak boleh bawa barang yang berat-berat, sewa porter aja buat angkat barang-barang kamu,” ayah mengeluarkan sisi lembut dan kasih sayang pada anaknya. “Ya ampun Ayah, aku manja banget sih, aku gak mau keliatan manja di depan orang, apalagi di gunung. Orang-orang pasti bawa tas yang besar sendiri, masa aku gak bawa apa-apa. Engga ayah, aku malu, aku harus bawa barangku sendiri,” tolaknya. “Naik apa kamu ke sana nanti?” “Naik gunungnya maksud Ayah? Ya pake kaki, kalo pake helicopter itu namanya terbang. Aneh-aneh aja pertayaan Ayah ini.” “Bukan itu maksud Ayah, keberangkatan kamu dari sini ke Surabaya pakai apa? Bawa mobil sendirikan?” “Aku udah bayar full dengan tiket pulang pergi kereta ekonomi, itu udah diurusin sama adminnya, jadi aku cuma ikut aja,” jelas Nazhera, tapi dengan nada lemah duduk menuju sofa panjang di ruangan itu. “Engga engga engga, ganti yang bisnis aja, bilang sama adminnya, kamu sendiri akan di bisnis, dan bertemu di stasiun tujuan,” rupanya Roni Rumpaka ini adalah seorang ayah yang begitu protektif pada anaknya, terlebih ia adalah seorang anak perempuan, kekhawatirannya semakin menjadi-jadi. “Ayaaahhh, makin kelihatan aku anak manja yang gak bisa apa-apa, ayah setidaknya biarkan aku berinteraksi dengan yang lain. Gimana aku mau move on kalau di kereta saja aku sendirian, ga punya teman, ayaaaahh…” ia berteriak kesal pada sang ayah yang tiba-tiba super mengatur. “Terserah ayah, atau kamu ga usah ikut,” sang ayah mengeluarkan ultimatumnya. “Ayah” ia membentak, dengan wajah terus ditekuk kebawah. “Atau ayah punya opsi yang lain.” Nazhera hanya melirik dengan ujung matanya, seolah bertanya ‘apa?’ “Ayah ikut sama kamu.” “Enggak!” Nazhera langsung menolak syarat terakhir ayahnya. “Enggak ayah enggak, oke-oke aku setuju dengan syarat Ayah. Aku akan persiapkan diri buat perjodohan, sewa porter buat bawa barang-barang aku, dan aku akan pesan sendiri tiket kereta bisnis. Ayah gak usah ikut sama aku. Aku mau senang-senang sendiri, ayah istirahat saja di rumah ya,” dengan sedikit terengah-engah ia langsung menyutujui persayaratan sang ayah. Walaupun sebenarnya syarat yang diberikan adalah syarat yang meringankan dirinya sendiri, kecuali syarat perjodohan. Ayah tersenyum mendengar semua syaratnya disetujui. “Ya udah, aku pulang dulu, mau persiapan dan belanja keperluan lainnya.” Nazhera pamit, walau dengan suasana hati dongkol pada sang ayah. “Hati-hati sayang.” Setelah melihat anaknya tenggelam dibalik pintu, ia mengambil gawainya dan menghubungi seseorang. “Hallo…” Hendak menghubungi siapa Roni Rumpaka ayah dari Nazhera ini?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD