"AYA MAU KEMANA?" Teriak Nia dari tangga melihat adiknya berjalan keluar rumah sambil membawa boneka Barbie.
"Lumah Memei." Balas Aya berbalik badan menatap kakaknya yang tengah berjalan ke arahnya.
"Jangan lama-lama, jangan nakal."
Aya mengangguk lalu kembali berjalan.
Nia berdiri di depan pintu menyandarkan tubuhnya di kusen sambil memperhatikan Aya yang sudah keluar dari gerbang. Rumah Memei berada tepat di sebelah rumah mereka. Jika bukan Aya yang ke rumah Memei, Memei lah yang ke rumah mereka.
Nia masuk ke dalam rumah ketika sudah tidak melihat Aya dan pergi menonton televisi di ruang tamu sambil memainkan ponselnya.
Sepuluh menit berlalu.
Nia menurunkan ponsel yang berada di depan wajahnya ketika mendengar suara tangisan yang tidak asing. Nia yang sedang berbaring di sofa beralih duduk saat suara tangisan itu terdengar semakin kencang.
"Huuaaah!!"
Nia menatap Aya yang baru masuk ke dalam rumah sambil menangis.
"Kenapa nangis?"
"Memei cubit Aya!!" Balas Aya memegang tangannya yang habis dicubit oleh Memei.
"Ayo, mana Memei nya." Nia beranjak dari duduknya berjalan sambil memegang ponsel keluar dari rumah dengan memakai kaus polos berwarna putih dengan celana pendek di atas lutut berwarna merah serta rambut lurus yang tergerai.
Aya berjalan dibelakang Nia masih menangis kecil.
"Memei!"
Anak kecil dengan mata nya yang sipit menoleh ke arah Nia yang tengah berdiri di depan gerbang rumahnya.
"Kenapa Aya dicubit?" Tanya Nia sambil memegang gerbang rumah Memei yang tertutup.
"Aya pinjem boneka Memei."
"Jadi terus dicubit gitu?"
Memei diam sambil memainkan rambut boneka Barbie nya.
"Udah temenan dari orok juga, nakal!" Nia beralih menatap adiknya yang berdiri tepat di sebelahnya.
"Ayo pulang. Gak usah main sama Memei lagi kalo Memei nya nakal!" Kata Nia sambil menatap Memei.
Aya balik badan berjalan terlebih dahulu dengan memakai sandal milik Zio yang pastinya sangat besar di kaki mungilnya.
"Ciieeeee, yang hari ini ulang tahun."
Nevan mengulum senyum mendengar ucapan anak laki-lakinya.
"Apa, siapa yang ulang tahun?" Tanya Nia.
Senyum Nevan menghilang.
Fazra mengerucutkan bibirnya menunjuk Nevan yang tengah berdiri di depan mereka yang sedang makan roti di mini bar.
"Oh iya Papi... Astaga Nia sampe lupa." Nia menepuk jidatnya lalu mengambil tangan Nevan dan menciumnya.
"Papi, happy birthday. Semoga panjang umur..."
"Amin." Balas Nevan.
"Sehat selalu, murah rezeki, makin ganteng, makin banyak duit... Emm, apalagi ya." Nia mengucapkannya sambil menjabat tangan Nevan.
"Pokoknya makin-makin lah."
Nevan mencondongkan tubuhnya untuk mencium kening Nia.
"Oh iya satu lagi,"
Nevan menaikkan alisnya.
"Jangan lupa beliin Nia hadiah, hehehe."
"Yang ulang tahun kan Papi."
"Ah..." Nia mengibaskan tangannya di depan wajah. "Udah gak jaman Pi yang ulang tahun yang dikasih hadiah."
Nevan tertawa seraya menggeleng kecil.
"Udah bangun anak gadis." Nevan mengulurkan tangannya ketika melihat Aya datang dengan digendong oleh Zio.
"Tadi malem tidurnya bareng Abang ya?" Nevan mendudukkan Aya di mini bar.
Aya mengangguk dengan mata yang sayu karena ia baru saja bangun tidur.
"Abang gak bilang-bilang kalo Aya nya dibawa." Reya datang dari arah belakang Zio.
"Abang udah bilang kok sama Mami, Mami yang gak denger mungkin." Balas Zio sambil minum jus.
"Nanti malem kita dinner ya. Abang bisa kan?" Nevan bertanya pada Zio yang memiliki segudang kesibukan walaupun laki-laki itu masih SMA.
"Bisa, Pi." Zio mengangguk dan meletakkan gelas jus nya.
"Abang berangkat ya." Pamit Zio sambil memakai tas nya dan mencium tangan kedua orang tuanya.
"Nia mau bareng sama Abang lagi?"
Nia menggeleng dengan mulut yang dipenuhi oleh s**u.
"Fazra deh bang." Fazra melompat turun dari kursi yang cukup tinggi.
"Abang pergi sekolah dulu Aya." Zio merendahkan tubuhnya agar wajahnya sejajar dengan wajah imut adiknya.
Aya mengangguk mengerucutkan bibirnya untuk dicium.
Setelah mencium Aya Zio pergi sambil merangkul Fazra.
"Papi..."
Nevan yang sedang berbicara pada Reya menatap Aya.
"Happy bilthday." Tangan mungil Aya memainkan kancing kemeja Nevan.
"Aya kok tau Papi ulang tahun, dikasih tau Mami ya?" Nevan menoleh ke arah Reya.
Reya menggeleng seraya memakan sarapannya.
"Abang Io." Jawab Aya.
Nevan tersenyum.
Zio juga orang kedua yang sudah mengucapkan selamat ulang tahun kepadanya setelah istrinya.
"Papi kok gak di restoran sih?!" Nia memperhatikan sekelilingnya yang ramai dimana orang-orang sedang makan.
"Ini kan udah restoran."
"Restoran bintang lima! Bukan di food court!"
"Bintang sepuluh gak ada?" Sahut Fazra sambil bermain game di ponselnya.
"Lebih enak makan kayak gini sih menurut Papi." Kata Nevan sambil melihat-lihat dengan tangan yang berada di dagunya yang bersih tanpa ditumbuhi bulu-bulu halus.
"Abang!" Pekik Aya saat melihat Zio datang menghampiri mereka.
Zio tersenyum mencolek dagu Aya.
"Abang kok lama?" Tanya Reya.
"Tadi Abang pulang dulu, mandi." Jawab Zio seraya menatap Aya yang turun pangkuan Nevan.
"Ih Aya jangan duduk di sini!" Protes Nia saat melihat Aya ingin duduk di sofa panjang yang mereka duduki. Di sofa itu sudah ada Nia, Fazra dan Zio.
"Kenapa?" Tanya Aya dengan kedua tangan yang saling bertautan, Aya berdiri di dekat Zio.
"Sempit!"
"Aya mau cama Abang." Aya menunjuk Zio.
"Ya udah Aya duduk di sini." Zio beranjak dari duduknya agar Aya bisa duduk.
Zio menarik kursi kosong yang ada di dekatnya dan duduk dekat Aya.
Ketika makanan yang dipesan sudah datang dan tersedia di meja mereka pun bersiap-siap untuk makan.
"Tunggu!" Seru Nia merentangkan kedua tangannya di atas makanan yang ada.
Nia mengeluarkan ponselnya dan mulai membuat video dan akan ia masukkan ke instastories miliknya.
"Papi happy birthday." Nia mengarahkan kamera ponselnya pada Nevan.
Dengan memegang sendok Nevan tersenyum, tersenyum terpaksa karena ia harus menahan rasa laparnya akibat kelakuan Nia.
Tidak hanya Nevan yang Nia masukkan ke dalam video yang ia buat. Ada Reya, Fazra hingga Aya dan tidak ada Zio.
Mengapa?
Karena jika ada Zio di dalam videonya dalam waktu singkat direct message milik Nia sudah dipenuhi dengan berbagai pertanyaan mengenai Abang nya itu. Bahkan banyak dari teman-teman Nia yang ingin bermain ke rumahnya hanya karena ingin bertemu ataupun sekedar melihat Zio.
"Oke, silahkan makan." Kata Nia setelah selesai membuat video.
"Sok ngartis Lo!"
Nia menyenggol Fazra dengan tatapan tajam.
Mereka pun langsung makan sambil berbincang-bincang. Nevan lebih banyak berbicara kepada Reya, Zio lebih banyak mengobrol bersama Aya, dan yang terakhir Fazra dan Nia yang terus bertengkar di manapun dan kapanpun.
"Punya gue! Ih Fazra punya gue!" Nia memukuli bahu Fazra saat makanannya diambil.
Fazra tersenyum puas saat makanan Nia sudah masuk ke dalam mulutnya.
"Memei cubit Aya." Aya menunjukkan tangannya pada Zio.
"Dimana Memei cubit Aya?" Tanya Zio sambil menyuapi Aya.
Aya menunjuk bagian dimana ia dicubit pada Zio.
"Di sini, iya?" Zio mengelus-elus bekas cubitan di tangannya yang sedikit berwarna kemerahan.
Aya mengangguk dengan pipi yang menggembung.
Cup.
Zio mencium tangan Aya membuat bibir mungil Aya menyunggingkan senyum.
"Bentar lagi sembuh." Ucap Zio sambil mengelus-elus tangan Aya.
Lima orang anak gadis yang sedang duduk di sofa kompak menatap seorang anak kecil yang sedang bermain sepeda.
"Aya, ambilin tas kakak."
Aya menoleh ke arah Nia dan turun dari sepeda yang baru saja dibeli kemarin.
Aya berjalan ke arah ruang tamu yang ada di dekat pintu karena tas milik Nia berada di sana.
"Adek Lo ucul banget sih, Ni." Celetuk teman Nia tidak dapat menyembunyikan rasa gemasnya pada Aya yang sedang berjalan ke arah mereka sambil menyeret tas Nia.
"Kakaknya ucul ya adeknya ikut ucul lah." Kata Nia dengan pedenya.
"Belat!" Aya memberikan tas yang ia seret.
"Ada bukunya ya berat." Nia mengambil tas nya dan menaruhnya di atas sofa.
"Aya, Aya. Cium kakak dong." Kata seorang teman Nia yang memakai kacamata.
Karena sudah kenal Aya pun mencium pipi teman Nia dan teman Nia yang lain ikut-ikutan meminta untuk dicium.
Aya kembali menaiki sepedanya bermain di dalam rumah.
"Abang home!" Seru Aya membuat empat orang teman Nia langsung menoleh.
Mereka memperhatikan Zio yang sedang mencium Aya sambil berbicara.
"Abang ganti baju dulu ya, nanti kita main."
"Oke."
Zio tersenyum melanjutkan langkahnya. Ketika melihat teman-teman Nia langkah Zio kembali berhenti.
"Kalian udah makan?" Tanya Zio dengan ramahnya.
"Udah."
"Belom."
Alis Zio terangkat saat mendengar ada jawaban yang berbeda.
Teman-teman Nia saling tatap.
"Eng... Udah Bang." Kata teman Nia yang tadi mengucapkan kata belum.
Zio tersenyum, "Abang ke atas dulu ya." Pamit Zio.
Teman-teman Nia mengangguk. Mulut mereka terasa kaku ketika mata mereka sudah melihat Zio.
Nia memperhatikan teman-temannya yang belum juga melepaskan tatapan mereka dari Zio yang sudah menaiki tangga. Dan inilah alasan Nia malas membawa teman-temannya ke rumahnya.
"Sebelum bobok gosok gigi du..."
"Lu!" Sambung Aya memeluk erat leher Reya.
Reya tersenyum berjalan menuju kamarnya sambil menggendong Aya.
"Sama Papi dulu Mami mau pipis." Reya meletakkan Aya di tempat tidur dekat dengan Nevan yang sedang berbaring sambil menonton televisi.
"Udah minum cucunya?" Tangan Nevan merengkuh tubuh mungil anaknya dengan satu tangan.
"Udah," Aya mengangguk mengambil tangan kiri Nevan yang bebas menaruh tangan Ayahnya di perutnya lalu menyandarkan kepalanya di d**a Nevan.
"Ayo gosok gigi dulu" Reya yang sudah keluar dari kamar mandi berdiri di dekat Aya menarik lembut tangan Aya.
Aya menjauhkan tangan Nevan dari tubuhnya dan turun dari tempat tidur berjalan ke arah kamar mandi.
Reya mendudukkan Aya di dekat wastafel agar Aya lebih muda menatap dirinya yang sedang menggosok gigi di cermin. Setiap menggosok gigi Aya selalu memperhatikan dirinya di depan cermin besar dengan posisi duduk menghadap cermin.
"Mami take a pictule, ya." Kata Aya sembari mengambil sikat giginya.
"Mau foto sambil gosok gigi?"
Aya mengangguk.
Reya tertawa dan kembali ke kamar untuk mengambil ponselnya. Saat kembali ke kamar mandi Reya mendapati Aya tengah berdiri sambil berbicara di depan cermin.
"Aya,"
Aya menoleh memberikan sikat giginya untuk segera diisi dengan pasta gigi.